Jumat, Juli 11, 2025
  • Headlines
  • Indonesiana
  • Pemprov Kalsel
  • Bank Kalsel
  • DPRD Kalsel
  • Banjarmasin
  • Daerah
    • Martapura
    • Tapin
    • Hulu Sungai Utara
    • Balangan
    • Tabalong
    • Tanah Laut
    • Tanah Bumbu
    • Kotabaru
  • Ekonomi Bisnis
  • Ragam
    • Pentas
    • Sport
    • Lintas
    • Mozaik
    • Opini
    • Foto
  • E-paper
No Result
View All Result
Mata Banua Online
No Result
View All Result

Sistem Keuangan yang Tidak Bertumpu Utang dan Pajak

by matabanua
11 Januari 2023
in Opini
0

Oleh: Nor Aniyah, S.Pd (Penulis, Pemerhati Masalah Sosial dan Generasi.)

Posisi Utang Luar Negeri (ULN) Indonesia pada akhir Oktober 2022 tercatat sebesar USD 390,2 miliar, turun dibandingkan posisi ULN pada akhir September 2022 yakni sebesar USD 395,2 miliar. Perkembangan tersebut disebabkan penurunan ULN sektor publik maupun sektor swasta (www.liputan6.com).

Artikel Lainnya

D:\2025\Juli 2025\11 Juli 2025\8\8\master opini.jpg

Menuju Negeri Bersih dan Berdaya

10 Juli 2025
D:\2025\Juli 2025\11 Juli 2025\8\8\Nur Alfa Rahmah.jpg

Indonesia Darurat Perundungan Anak: Mencari Solusi Sistemik

10 Juli 2025
Load More

ULN pemerintah pada Oktober 2022 masih melanjutkan tren penurunan sejak bulan Maret 2022, posisi dan pertumbuhan ULN pemerintah konsisten mengalami penurunan. Posisi ULN pemerintah pada Oktober 2022 USD 179,7 miliar, lebih rendah dibandingkan bulan sebelumnya sebesar USD 182,3 miliar (www.bi.go.id).

Penurunan ULN pada Oktober 2022 dan tren penurunan ULN pemerintah sejak Maret 2022 dianggap sebagai hal yang positif. Apalagi posisi ULN pemerintah relatif aman dan terkendali mengingat hampir seluruhnya merupakan ULN jangka panjang dengan pangsa mencapai 99,9% dari total ULN pemerintah. Demikian pula ULN, dianggap tetap terkendali. Hal ini tercermin dari rasio ULN terhadap Produk Domestik Bruto (PBD) yang tetap terjaga di kisaran 29,6% menurun dibandingkan rasio pada bulan sebelumnya, sebesar 30,1%. Sebagaimana berdasarkan UU No. 17 Tahun 2003 tentang Keuangan Negara, rasio utang dibatasi sampai 60% (www.bi.go.id).

Dalam sistem kapitalisme, utang pemerintah dianggap sebagai hal yang wajar karena dioptimalkan dalam menopang pembiayaan pembangunan. Sesungguhnya utang sebagai sumber utama pemasukan negara adalah suatu paradigma yang salah. Sebab, dari sisi hubungan luar negeri utang dapat menjadi alat pengendali negara pemberi utang. Posisi utang luar negeri bukan sekadar urusan pinjam-meminjam biasa antarnegara.

Abdurrahman al-Maliki menyebut utang luar negeri adalah cara paling berbahaya merusak eksistensi suatu negara. Utang berjangka pendek dapat memukul mata uang domestik negara pengutang, akhirnya memicu kekacauan ekonomi dan kerusakan sosial dalam negeri. Sebab, bila utang jangka pendek jatuh tempo, pembayaran tidak menggunakan mata uang domestik melainkan harus dengan dolar AS. Padahal dolar AS termasuk hard currency. Maka, negara pengutang tidak akan mampu melunasi utangnya dengan dolar AS karena langka ataupun kalau dipaksakan membeli dolar maka dolar akan dibeli dengan harga yang sangat tinggi terhadap mata uang lokal. Akhirnya akan membawa kemerosotan nilai mata uang lokal.

Adapun utang jangka panjang juga berbahaya, karena makin lama jumlahnya semakin menggila, yang dapat melemahkan anggaran belanja negara pengutang dan membuatnya tidak mampu lagi melunasi utang-utangnya. Pada saat inilah, negara pemberi utang akan menyeret aset-aset strategis negara pengutang sebagai alat pelunasan hingga dapat mengintervensi kebijakan publik negara pengutang.

Adapun dari sisi dalam negeri, utang sebagai pemasukan negara menunjukkan adanya salah kelola Sumber Daya Alam (SDA) yang sangat melimpah. Pengelola SDA yang tepat sesungguhnya bisa menjadi sumber pemasukan negara dalam jumlah besar. Namun sistem ekonomi kapitalis telah menjebak negara berkembang sehingga tidak berdaya. Akibat sistem ekonomi kapitalisme yang diterapkan negara tidak mengatur kepemilikan dengan benar. Potensi-potensi alam yang sejatinya adalah milik umum/ rakyat, justru dikuasai individu atau korporasi dan membiarkan masyarakat ikut menderita dalam tumpukan utang luar negeri.

Jadi, persoalan mendasar problematika ini adalah karena pondasi negara dibangun atas dasar sekularisme dan materialisme. Seluruh dimensi kehidupan didominasi kepentingan materi dan bukan atas filosofi melayani rakyat. Sebab, dalam pemerintahan model kapitalisme, negara sekadar berfungsi sebagai regulator. Aturan pun dibuat demi menguntungkan kapitalis.

Berbeda dengan sistem Islam dalam Khilafah, sistem politik ekonomi Islam akan menjadikan negara Islam kuat, berdaulat dan tidak tunduk pada asing. Hal ini didukung sistem keuangan negara yang tidak bertumpu pada utang maupun pajak. Sistem itu disebut Baitulmal. Baitulmal adalah sebuah sistem keuangan negara yang memiliki beragam penerimaan yang memicu produktivitas.

Terdapat tiga pos penerimaan besar dalam Baitulmal. Masing-masing memiliki pemerincian pos yang beragam. Yakni, pos penerimaan dari zakat mal, aset kepemilikan umum, dan aset kepemilikannya negara. Pemasukan Baitulmal akan selalu mengalir dari berbagai sumber. Dengan sistem anti ribawi, negara tidak akan terbebani jeratan utang bunga. Kemandirian dan kedaulatan negara dapat terjaga dan potensi penutupan kebutuhan anggaran dari utang luar negeri dapat dihindari.

Negara Khilafah juga akan menyelesaikan berbagai problem ekonomi yang memicu terjadinya defisit anggaran. Di antaranya Khilafah akan menekan segala bentuk kebocoran anggaran, seperti korupsi maupun anggaran yang memperkaya pribadi pejabat. Khilafah akan mencegah segala bentuk pemborosan dana. Proyek-proyek pembangunan ekonomi yang tidak strategis dalam jangka panjang dan tidak sesuai kebutuhan rakyat tidak akan dijalankan. Khilafah akan melakukan pengembangan dan pembangunan kemandirian dan ketahanan pangan sehingga terhindar dari ketergantungan impor.

Sistem ini sudah dijalankan lebih dari 1.300 tahun. Keberhasilan sistem ekonomi di masa Khilafah nampak pada masa Umar bin Abdul Aziz. Di mana negara bahkan kesulitan mendistribusikan zakat mal karena kesejahteraan rakyatnya sudah merata. Demikian pula berbagai kisah lainnya dalam sejarah peradaban Khilafah Islam. Tidak ada sistem negara manapun yang bisa menandinginya hingga hari ini. Berdasarkan semua itu, jeratan utang pada keuangan negara hanya bisa diselesaikan dengan menerapkan sistem keuangan Islam yang dijalankan institusi Khilafah.

Secara kolektif, muhasabah seharusnya dilakukan seluruh komponen bangsa atas kondisi negeri saat ini. Berbagai keterpurukan masih dialami dan dirasakan. Angka kemiskinan dan pengangguran masih tinggi. Angka kriminalitas masih terus meningkat. Korupsi menjadi-jadi. Mafia hukum dan perundang-undangan masih bergentayangan.

Semua persoalan tersebut dan banyak persoalan lain yang melanda negeri ini seharusnya memunculkan pertanyaan, mengapa semua itu terjadi dan terus-menerus melanda negeri? Apa pula solusinya yang mendasar dan total? Tentu hanya sistem politik ekonomi Islam yang menjadikan negara kuat, berdaulat dan tidak tunduk kepada asing. Bahkan dalam realitanya, Islam adalah rahmat bagi semesta dan solusi setiap permasalahan hidup.[]

 

 

Tags: Nor AniyahPemerhati Masalah Sosial dan GenerasiPenulisSDAULN
ShareTweetShare

Search

No Result
View All Result

Jl. Lingkar Dalam Selatan No. 87 RT. 32 Pekapuran Raya Banjarmasin 70234

  • Redaksi
  • Pedoman Media Siber
  • SOP Perlindungan Wartawan

© 2022 PT. CAHAYA MEDIA UTAMA

No Result
View All Result
  • Headlines
  • Indonesiana
  • Pemprov Kalsel
  • Bank Kalsel
  • DPRD Kalsel
  • Banjarmasin
  • Daerah
    • Martapura
    • Tapin
    • Hulu Sungai Utara
    • Balangan
    • Tabalong
    • Tanah Laut
    • Tanah Bumbu
    • Kotabaru
  • Ekonomi Bisnis
  • Ragam
    • Pentas
    • Sport
    • Lintas
    • Mozaik
    • Opini
    • Foto
  • E-paper

© 2022 PT. CAHAYA MEDIA UTAMA