Haryati (Aktivis Muslimah)
Sekitar satu tahun lagi perhelatan besar demokrasi akan kembali digelar di negeri ini. Menghadapi even tersebut Komisi Pemilihan Umum (KPU) RI menetapkan tujuh belas partai politik yang telah memenuhi syarat untuk lolos tahapan verifikasi faktual, sehingga berhak menjadi peserta Pemilihan Umum 2024.
Merespon penetapan KPU RI tersebut, beragam lontaran negatif dari pihak tertentu antara lain dari partai yang tidak memenuhi syarat menyatakan bahwa ada kecurangan dan tidak transparan dalam menjalankan proses seleksi.
Sementara itu Badan Pengawas Pemilu (Bawaslu) RI menemukan lebih dari dua puluh ribu identitas warga dicatut menjadi kader partai dalam proses pendaftaran partai politik peserta Pemilu 2024. Lebih parahnya, tiga ribu di antaranya lolos ketika KPU melakukan verifikasi faktual keanggotaan partai politik.
Multipartai Membawa Manfaat bagi Rakyat?
Dalam sistem demokrasi, partai politik memiliki fungsi utama yaitu mencari dan mempertahankan kekuasaan guna mewujudkan program-program yang disusun berdasarkan ideologi tertentu. Partai politik menghubungkan masyarakat madani dengan negara dan lembaga-lembaganya. Selain itu, partai menyuarakan pandangan serta kepentingan berbagai kalangan masyarakat.
Sehingga setiap menjelang perhelatan besar lima tahunan, partai-partai yang lulus verifikasi saling bersaing di pentas untuk mendapatkan dukungan dari masyarakat. Masing-masing menyuarakan visi dan misi partai untuk kebaikan bagi negara dan rakyat.
Dalam proses perjalanan menuju hari H perhelatan itu, dana yang dikeluarkan sangatlah fantastis. Seperti dilansir oleh harianterbit.com pada tanggal 18/12/2022, Pemerintah siap mengucurkan dana bantuan keuangan kepada partai politik yang bersumber dari Anggaran Pendapatan dan Belanja Negara (APBN). Dana bantuan mencapai sekitar Rp 6 triliun per tahun dan bantuan tersebut akan direalisasikan pada 2023 atau tahun keempat pemerintahan Presiden Joko Widodo periode II.
Besarnya kucuran dana bagi partai yang bersaing di pentas perpolitikan, berbanding terbalik dengan tingkat kesejahteraan rakyat. Masih banyak rakyat yang hidup di bawah garis kemiskinan. Jangankan untuk memenuhi kebutuhan pendidikan dan kesehatan. Kebutuhan mendasar berupa pangan, sandang dan papan saja sulit. Apalagi harga kebutuhan tersebut semakin mahal.
Jadi apa yang menjadi jargon dari keberadaan partai politik sebagai pembawa manfaat bagi rakyat, sangat jauh dari harapan. Ibarat jauh panggang dari api. Para elit partai ketika terpilih semakin kaya, sementara rakyat tetap menderita. Kesejahteraan tidak didapatkan.
Kuatkan Polarisasi Turunkan Legitimasi
Beberapa pihak mengkhawatirkan Pemilu 2024 mendatang polarisasi kembali berulang seperti pada Pemilu 2019 silam. Seperti apa yang diungkapkan oleh Direktur Eksekutif Yayasan Tifa, Shita Laksmi, khawatir jika Pemilu 2024 akan kembali diisi dengan berbagai praktik buruk politik yang menciptakan polarisasi di masyarakat.
Kekhawatiran tersebut merupakan hal yang lumrah terjadi dalam sistem demokrasi. Karena dengan landasan mendapatkan manfaat berupa materi menghalalkan segala cara untuk meraih dukungan rakyat. Tidak ada lawan dan kawan abadi, yang ada hanyalah kepentingan abadi. Seperti pada Pemilu Presiden 2019 dulu, ratusan nyawa rakyat menjadi korban akibat polarisasi dua kubu calon pasangan.
Di samping polarisasi, hal yang tidak bisa dihindari adalah koalisi antar partai sangat rawan terjadi. Koalisi terbentuk ketika tak ada satu pun partai politik yang memperoleh mayoritas yang jelas. Partai yang bersaing pun bernegosiasi untuk bekerja sama. Hal ini berakibat meleburkan partai sehingga akan kehilangan jati diri partai. Legitimasi pemimpin yang terpilih pun justru akan lemah.
Saat ini tidak bisa dibedakan antara partai politik berbasis Islam dengan partai politik sekuler. Walaupun visi dan misinya islami tetapi fungsi serta perannya sama saja yaitu untuk kepentingan elit partai. Umat Islam tidak mempunyai tempat bernaung. Pilihan yang mereka tujukan kepada orang-orang yang berada di dalam partai apapun tidak membawa kebaikan bagi rakyat.
Partai Politik dalam Sistem Islam
Sistem Islam membolehkan adanya banyak partai politik. Namun, partai politik tersebut harus berdasarkan ideologi Islam (partai ideologis). Tujuan partai politik dalam Islam bukan sekadar untuk memperoleh kekuasaan dan merebut kedudukan politik. Partai politik Islam bertujuan mendakwahkan Islam politik yaitu memberikan nasihat, saran, masukan, ataupun kritik kepada penguasa serta mengawasi para penguasa agar senantiasa berbuat makruf (melaksanakan syariat Islam) dan melarang dari yang mungkar (melakukan sesuatu yang bertentangan dengan syariat Islam).
Keberadaan partai politik Islam berdasarkan perintah Allah Swt dalam Al-Qur’an
“Dan hendaklah ada di antara kamu satu golongan umat yang menyeru kepada kebajikan, menyuruh kepada yang makruf dan mencegah dari yang munkar; merekalah orang-orang yang beruntung.” (QS Ali Imran: 104).
Jadi, partai politik Islam adalah partai berideologi Islam, mengambil dan menetapkan ide-ide, hukum-hukum, dan pemecahan problematika dari syariat Islam, serta metode operasionalnya mencontoh metode Rasulullah Saw.
Khatimah
Keberadaan multipartai dalam sistem demokrasi hanya untuk kepentingan elit partai, walaupun mengklaim partai berdasarkan Islam. Sehebat apa pun visi dan misi partai yang mereka miliki sejatinya bukan untuk kepentingan negara dan rakyat. Sudah puluhan kali Pemilu yang dilaksanakan, tidak membawa perubahan ke arah lebih baik.
Jadi harapan satu-satunya hanyalah kepada sistem Islam yang berasal dari Zat Yang Maha Sempurna. Tidak ada cacat cela di dalamnya. Sistem yang memiliki aturan yang paripurna termasuk dalam memandang keberadaan partai politik.