JAKARTA – Mahkamah Agung (MA) menerjunkan tim untuk mengusut kebenaran video viral di media sosial yang memperlihatkan diduga hakim Wahyu Iman Santoso membocorkan vonis Ferdy Sambo.
Wahyu merupakan ketua majelis hakim Pengadilan Negeri (PN) Jakarta Selatan, yang memimpin perkara dugaan pembunuhan berencana dengan terdakwa Sambo dan kawan-kawan.
“Mahkamah Agung (MA) setelah mengecek dari berita media sosial yang beredar, maka MA menyikapi akan menurunkan tim untuk memeriksa hakim yang bersangkutan,” ujar Juru Bicara MA Andi Samsan Nganro saat dikonfirmasi cnnindonesia.com, Kamis (5/1).
Andi memastikan kegiatan itu tidak akan memengaruhi independensi hakim dalam menangani perkara yang menarik atensi publik tersebut.
“MA tentu tetap menjaga independensi hakim dalam penanganan perkara menarik yang sedang ditangani hakim tersebut,” ucap Andi.
Terdapat dua video yang beredar. Dalam kedua video itu, hakim Wahyu tampak duduk di sebuah sofa dan mengobrol lewat ponsel. Setelah mematikan ponsel, ia menanggapi perempuan yang diduga merekam video tersebut.
Pada salah satu video, hakim Wahyu disebut tengah berkoordinasi dengan Kabareskrim Polri Komjen Agus Andrianto lewat ponsel. Ia menjanjikan Sambo akan divonis mati dalam perkara dugaan pembunuhan berencana Nofriansyah Yosua Hutabarat alias Brigadir J.
Sementara dalam video kedua, hakim Wahyu terlihat sedang curhat soal penanganan perkara tersebut. Ia disebut akan menjatuhkan hukuman pidana seumur hidup kepada Sambo.
Dalam video itu ditulis bahwa hakim Wahyu tidak peduli dengan fakta dan bukti lain selain dari apa yang disampaikan terdakwa Richard Eliezer Pudihang Lumiu atau Bharada E.
Saat diminta konfirmasi, hakim Wahyu enggan memberikan penjelasan mengenai video viral tersebut.
Sambo Tembak 2 Kali
Sementara, dalam agenda sidang pemeriksaan terdakwa di Pengadilan Negeri (PN) Jakarta Selatan, Kamis (5/1), terdakwa Richard Eliezer Pudihang Lumiu alias Bharada E mengungkap, terdakwa Ferdy Sambo mengokang senjata api dua kali pada saat pembunuhan Nofriansyah Yosua Hutabarat (Brigadir J).
Kokangan pertama untuk menembak Brigadir J, sedangkan kokangan kedua untuk menembak arah berlawanan, tepatnya pada dinding di atas televisi.
“Dua kali bapak. Sekali pistol yang waktu maju pertama. Yang kedua pada saat menembak ke arah atas TV. Dikokang lagi,” jelas Bharada E, dalam persidangan seperti dikutip cnnindonesia.com.
Richard juga menyebut Sambo menggunakan senjata api jenis HS pada kokangan keduanya.
“Baru pas balik arah dari nembak ke atas tangga. Kan, balik arah tuh, pak Ferdy Sambo ke atas TV itu nembak. Nah, itu pas pegang senjata dikokang lagi. Itu saya lihat sudah (senjata api jenis) HS,” kata Bharada E.
Terpisah, penasihat hukum Bharada E, Ronny Talapessy turut memperkuat keterangan kliennya.
Ronny menegaskan Sambo menggunakan dua senjata berbeda saat peristiwa penembakan Brigadir J.
“Itu dari dua senjata yang berbeda. Tolong diperhatikan ya, tadi disampaikan itu senjata yang pertama itu adalah yang menembak almarhum Yosua (Brigadir J). Kemudian kokang yang kedua itu tembakan tembok itu senjata HS milik almarhum (Brigadir J),” kata Ronny saat ditemui setelah persidangan.
Bharada E bersama Ferdy Sambo, Putri Candrawathi, Ricky Rizal atau Bripka RR, dan Kuat Ma’ruf didakwa melakukan tindak pidana pembunuhan berencana terhadap Brigadir J.
Mereka didakwa melanggar Pasal 340 subsider Pasal 338 juncto Pasal 55 ayat 1 ke-1 KUHP.
Pembunuhan terhadap Brigadir J terjadi pada Jumat, 8 Juli 2022 di rumah dinas Sambo nomor 46 yang terletak di Kompleks Polri, Duren Tiga, Jakarta Selatan. Dalam surat dakwaan,Bharada E dan Sambo disebut menembak Brigadir J.
Latar belakang pembunuhan diduga karena Putri telah dilecehkan Brigadir J saat berada di Magelang pada Kamis, 7 Juli 2022. Dugaan ini telah dibantah oleh pihak keluarga Brigadir J. web