JAKARTA – Pemerintah telah menurunkan harga jual BBM nonsubsidi per Selasa (3/1) lalu imbas dari penurunan harga minyak dunia. Namun, harga jual BBM subsidi seperti Pertalite tetap tak berubah. Harga BBM RON 90 itu masih sama seperti sebelumnya yang dijual dengan harga Rp 10 ribu per liter.
Pengamat ekonomi energi dari Universitas Gadjah Mada (UGM) Fahmy Radhi mempertanyakan keputusan tersebut. Menurut Fahmy, dengan perhitungan yang tidak transparan, pemerintah selalu mengatakan harga Pertalite masih di bawah keekonomian.
“Harga Pertalite pernah lebih mahal dengan harga BBM yang RON sama. Indikasi harga Pertalite di atas harga keekonomian. Maka pemerintah harus menurunkan harga Pertalite,” ujar Fahmy saat dihubungi di Jakarta, Rabu.
Fahmy menyampaikan pemerintah seharusnya berpikir lebih jauh dampak dari perubahan harga Pertalite terhadap perekonomian. Fahmy menilai, keputusan tidak menurunkan harga Pertalite tidak sejalan dengan upaya pemerintah dalam mendorong akselerasi perekonomian pascapandemi.
“Penurunan harga Pertalite akan memberikan kontribusi terhadap perekonomian Indonesia, menurunkan inflasi, dan menaikkan daya beli serta meningkatkan pertumbuhan ekonomi,” kata Fahmy.
Sebelumnya, Direktur Utama Pertamina Nicke Widyawati berdalih, pemerintah dan Pertamina tak menurunkan harga jual BBM subsidi karena selama delapan bulan terakhir pada 2022, harus menanggung beban harga jual saat harga minyak dunia melambung tinggi.
“Solar dan Pertalite harganya tetap karena selama ini disubsidi banyak oleh pemerintah. Kami itu, selama harga minyak dunia melambung menjual harga Solar dan Pertalite itu setengah dari harga pasar,” ujar Nicke di SPBU MT Haryono Jakarta.
Secara terpisah, Menteri Badan Usaha Milik Negara (BUMN) Erick Thohir menyebut selama 2022 lalu Pemerintah harus menanggung beban kompensasi hingga Rp10 triliun untuk menahan harga bahan bakar minyak (BBM) nonsubsidi Pertamax milik PT Pertamina (Persero) tidak naik sepanjang Januari hingga Agustus 2022.
Dia mengatakan, saat itu, harga keekonomian Pertamax mencatatkan selisih yang lebar dari proyeksi rata-rata harga minyak mentah Indonesia atau Indonesian crude price (ICP) yang dipatok US$63 per barel dalam anggaran pendapatan dan belanja negara (APBN) 2022 sebelum perubahan.
“Pertamina tidak menaikkan harga waktu itu, padahal BBM harga pasar, dari Januari hingga Agustus itu pemerintah membantu kurang lebih Rp10 triliun,” kata Erick saat konferensi pers.
Beban kompensasi itu tetap melebar kendati pemerintah sempat menyesuaikan harga jual Pertamax pada Maret 2022 menjadi Rp12.500 per liter dari harga sebelumnya dipatok Rp9.000 per liter. Kemudian, harga Pertamax kembali dikerek ke level Rp14.500 per liter pada September 2022.
Saat itu, asumsi rata-rata ICP Agustus 2022 sebagai pembentuk harga BBM bulan berjalan ditetapkan di angka US$94,17 per barel atau terpaut jauh dari proyeksi awal tahun dam APBN 2022.
Kendati demikian, harga jual Pertamax sempat diturunkan ke level Rp13.900 per liter pada Oktober 2022 mengikuti pelemahan harga minyak mentah dunia pada akhir tahun lalu.
“Nah, sekarang harga minyak dunia turun ke level US$79 per barel, kemarin sebelum akhir tahun kami rapat tiga menteri untuk memproyeksikan bagaimana harga BBM yang pasar [diputuskan untuk turun],” kata Erick. rep/mb06