JAKARTA – Wakil Ketua Badan Legislasi DPR RI, Willy Aditya menyakini hampir bisa dipastikan delapan dari sembilan fraksi di parlemen akan menolak usulan sistem pemilu legislatif proporsional tertutup coblos partai.
Willy tak mengungkap dasar sumber pernyataannya itu. Namun, menurut dia penolakan itu telah sesuai kehendak publik secara luas.
“Hari ini, hampir bisa dipastikan 8 fraksi akan menolak ini. Ini gelombang besar, yang kemudian sebangun dan sesuai dengan aspirasi publik,” kata Willy di program The Political Show CNN Indonesia TV, Senin (2/1) malam.
Willy juga mengkritik pernyataan Ketua Komisi Pemilihan Umum (KPU), Hasyim Asy’ari sebagai pihak yang kali pertama melontarkan peluang sistem proporsional tertutup akan berlaku di Pemilu 2024.
Ketua DPP Partai NasDem itu menilai Hasyim tak pantas melontarkan pernyataan tersebut, sebab wacana proporsional tertutup bukan kewenangannya.
Menurut dia, selama belum ada putusan dari Mahkamah Konstitusi (MK), Hasyim mestinya taat dan patuh pada perintah UU bahwa pelaksanaan Pemilu 2024 dilaksanakan dengan sistem proporsional terbuka.
“Kalau seseorang sudah disumpah, menjadi pejabat publik, penjabat lembaga tertentu, maka kemudian jalankan itu berdasarkan apa yang menjadi domain dia,” katanya.
“Tidak kemudian menari-nari, lenggak lenggok untuk dia menjadi pengamat kah, atas nama dasarakademik. Itu berbeda,” tambah Willy.
Wacana proporsional tertutup dalam Pemilu disampaikan Hasyim dalam acara laporan akhir tahun KPU pada Kamis (29/12) lalu. Menurut dia, sistem proporsional tertutup berpeluang bakal kembali diberlakukan lewat putusan MK dalam gugatan yang sedang berjalan saat ini.
“Ada kemungkinan, saya belum berani berspekulasi, ada kemungkinan kembali ke sistem proporsional daftar calon tertutup,” katanya.
Sistem proporsional tertutup memungkinkan pemilih dalam pemilihan legislatif hanya memilih partai, dan bukan calon. Proporsional berkebalikan dengan sistem proporsional terbuka yang berlaku saat ini. Jika sistem itu diberlakukan, surat suara hanya akan berisi nama, nomor urut, dan logo partai.
Sementara, partai politik pemenang dan mendapat jatah kursi, berhak menentukan kadernya yang akan duduk di kursi parlemen. web