Oleh : Edy Rahmadi (Fungsional Statistisi)
Seiring membaiknya penangan pandemi Covid-19 dan pemulihan ekonomi yang terus berlanjut serta semakin menguat, capaian Indeks Pembangunan Manusia (IPM) Kalsel 2022 juga semakin meningkat. Hal ini ditandai dengan meningkatnya semua komponen dimensi pembentuk IPM. Namun, bila dicermati di tingkat kabupaten/kota masih terlihat adanya disparitas yang perlu mendapat perhatian dan evaluasi bersama. Setidaknya masih terdapat 10 kabupaten yang capaian IPM berada di bawah rata-rata Kalsel dan 6 diantaranya masuk dalam katagori IPM “sedang”.
IPM merupakan salah satu indikator penting untuk melihat capaian pembangunan dari sisi manusia yang meliputi tiga dimensi dasar, yaitu umur panjang dan hidup sehat, pengetahuan, dan standar hidup layak. Secara kontekstual, perkembangan dari capaian indikator komponen penghitung IPM menunjukkan perubahan dari pilihan-pilihan masyarakat untuk menjalani kehidupan yang bernilai. Selain itu, juga merupakan proses evaluasi sejauh mana dampak dari proses berbagai program pelayanan dasar masyarakat telah berjalan secara optimal di suatu wilayah.
Adapun penjabaran tiga dimensi dasar pembangunan manusia diestimasikan mencakup makna pembangunan manusia. Pertama, umur panjang dan sehat diukur dengan umur harapan hidup saat lahir (UHH). Kedua, pengetahuan yang diukur dengan indikator harapan lama sekolah (HLS) dan rata-rata lama sekolah (RLS). Ketiga, standar hidup layak yang diukur dengan pengeluaran per kapita disesuaikan.
Berdasarkan laporan Badan Pusat Statistik (BPS) Provinsi Kalsel, capaian IPM Kalsel pada 2022 sebesar 71,84, meningkat 0,56 poin (0,79 persen) dibandingkan dengan capaian tahun sebelumnya (71,28) dan selama periode 2010-2022, pertumbuhan rata-rata mencapai 0,85 persen pertahun. Bila dilihat dimensi pembentuk IPM, maka yang mendorong percepatan pertumbuhannya adalah standar hidup layak yang meningkat rata-rata 1,75 persen per tahun. Selanjutnya dapat diuraikan capaian IPM berdasarkan dimensi pembentuknya dan capaian di tingkat kabupaten/kota sebagai berikut.
Dimensi pertama adalah umur harapan hidup saat lahir (UHH). UHH merupakan rata-rata dari perkiraan lamanya waktu (dalam tahun) yang dapat dijalani oleh seseorang selama hidupnya. UHH dapat mencerminkan derajat kesehatan suatu masyarakat. Pada 2022, angka UHH Kalsel sebesar 69,13 tahun. Artinya, perkiraan rata-rata usia yang akan dijalani seorang bayi yang dilahirkan hidup di Kalsel pada 2022 sampai dengan akhir hayatnya selama 69,13 tahun, dengan asumsi pola kematian menurut umur pada saat kelahiran sama sepanjang usia bayi. Angka ini meningkat dibandingkan 2021 yang hanya 68,83 tahun. UHH sendiri dihitung dengan melibatkan angka anak lahir hidup dan angka anak masih hidup.
Secara umum, peningkatan UHH menggambarkan kualitas kesehatan penduduk yang semakin baik. Hal ini tidak terlepas dari faktor ketersediaan infrastruktur kesehatan yang semakin baik dan merata, cakupan imunisasi yang didapatkan bayi meningkat, akses pelayanan yang semakin mudah serta ketersediaan tenaga kesehatan yang semakin berkualitas. Kedepan tentunya perlu terus ditambah dan ditingkatkan khususnya pada wilayah-wilayah terpencil dan pedalaman.
Berikutnya, dimensi pengetahuan yang dilihat dari indikator harapan lama sekolah (HLS) penduduk usia 7 tahun dan rata-rata lama sekolah (RLS) penduduk usia 25 tahun ke atas. Pada 2022, angka HLS di Kalsel dibandingkan tahun sebelumnya meningkat relatif kecil 0,01 poin menjadi 12,82 tahun yang berarti bahwa untuk anak berusia 7 tahun ke atas pada 2022 diharapkan mampu bersekolah hingga 12,82 tahun atau rata-rata setara tingkatan Diploma 1. Harapan lama sekolah lebih menunjukkan lamanya sekolah (dalam tahun) yang diharapkan akan dirasakan oleh anak usia tujuh tahun di masa mendatang.
Adapun RLS penduduk usia 25 tahun ke atas di Kalsel sebesar 8,46 tahun. Artinya, rata-rata penduduk usia 25 tahun ke atas di Kalsel menyelesaikan sekolahnya dalam waktu 8,46 tahun atau setara dengan SMP kelas 2. Angka ini meningkat dibandingkan 2021 yang hanya 8,34 tahun.
Untuk meningkatkan dimensi pengetahuan membutuhkan proses investasi dalam jangka panjang dan tidak instan. Kerja sama pemerintah, LSM, dan masyarakat dalam meningkatkan sarana dan prasarana serta kesadaran akan pentingnya pendidikan bagi anak perlu lebih ditingkatkan khususnya pada wilayah terbelakang dan terisolir. Selain itu, juga perlu adanya integrasi kurikulum dari lembaga pendidikan pesantren dalam kurikulum formal pemerintah, sehingga anak yang bersekolah pada jenis pesantren tersebut dapat tercatat partisipasi sekolahnya karena potensinya di Kalsel masih relatif besar.
Berikutnya, dimensi standar hidup layak yang direpresentasikan oleh indikator pengeluaran riil per kapita (atas dasar harga konstan 2012) yang disesuaikan. Pada tahun 2022, pengeluaran riil per kapita yang disesuaikan masyarakat Kalsel mencapai Rp12,47juta per tahun. Capaian ini meningkat 2,68 persen dibandingkan tahun 2021, seiring dengan penguatan ekonomi Kalsel yang terus berlanjut. Pengeluaran riil per kapita pada tahun 2021 dan 2022 terus meningkat setelah pada tahun 2020 mengalami penurunan karena adanya beban pandemi Covid-19.
Selanjutnya, bila dilihat IPM di tingkat kabupaten/kota, pada 2022, semua mengalami peningkatan dibandingkan tahun sebelumnya. Besaran peningkatannya antara 0,4-0,83 poin atau sekitar 0,52-1,19 persen. Tertinggi kenaikannya Banjar dan terendah Banjarmasin. Berdasarkan status capaian pembangunan manusia, terjadi perubahan di dua kabupaten yaitu Tanah Laut dan Banjar yang berhasil masuk katagori “tinggi” (70 d” IPM > 80) menyusul lima kabupaten/kota lainnya, yaitu Tapin, Tanah Bumbu, Tabalong, Banjarmasin dan Banjarbaru. Sedangkan enam kabupaten sisanya masih menyandang status capaian IPM katagori “sedang” (60 d” IPM > 70).
Adapun disparitas IPM antar kabupaten/kota masih terbuka dengan jarak senjang nilai antara IPM Banjarbaru (79,68) dengan Hulu Sungai Utara (66,84) mencapai 12,84. Artinya, untuk Hulu Sungai Utara, dengan rata-rata pertumbuhan IPM selama periode 2010-2022 mencapai 1,19 persen pertahun, maka secara kasar diperlukan sekitar 11 tahun untuk mengejar kondisi Banjarbaru pada tahun 2022. Hal ini menunjukkan masih terjadinya jurang ketidakmerataan yang cukup berarti dalam pelaksanaan pembangunan di Kalsel, walaupun dalam rentang periode tersebut tren disparitas ini cenderung mengecil.
Walaupun masih terjadi kesenjangan di tingkat kabupaten/kota, namun adanya peningkatan capaian IPM, baik provinsi maupun kabupaten kota di 2022, menunjukkan bahwa peran pemerintah daerah selaku pelaku utama pembangunan masih berada pada jalur yang tepat dalam kerangka pelaksanaan pembangunan manusia. Masih adanya potensi kesenjangan antara kabupaten/kota tentunya dapat menjadi peluang sekaligus tantangan khususnya pada daerah yang berkatagori “sedang” dalam mengakselerasi capaian pembangunan manusianya.
Berbagai upaya yang lebih konsisten, inovatif dan kolaboratif dari seluruh pemangku kebijakan beserta eleman masyarakat sangat diperlukan untuk pelaksanaan proses pembangunan manusia yang bermuara pada meningkatnya capaian IPM mendatang. Harapannya, dengan semangat “Haram Manyarah Waja Sampai Kaputing”, kita yakini bersama pembangunan manusia di Kalsel ke depan akan semakin meningkat dan berkualitas. Semoga.