Kebiasaan merokok dikenal berkaitan dengan beragam masalah kesehatan, mulai dari strok hingga kanker. Daftar efek negatif dari kebiasaan merokok ini sepertinya akan semakin panjang dengan adanya sebuah studi terbaru dari Ohio State University.
Studi yang dipublikasikan dalam Journal of Alzheimer’s Disease ini menemukan bahwa kebiasaan merokok tampak berkaitan dengan masalah daya ingat dan penurunan kognitif. Efek dari kebiasaan merokok terhadap daya ingat dan fungsi kognitif ini bisa terlihat di rentang usia paruh baya.
Studi ini melibatkan lebih dari 135 ribu orang berusia lebih dari 45 tahun. Selama studi, mereka diminta untuk memberi tahu soal kebiasaan merokok yang mereka lakukan. Tim peneliti juga melakukan analisis terhadap masalah daya ingat dan fungsi kognitif yang dialami oleh para partisipan.
Tim peneliti lalu membandingkan kondisi penurunan subjective cognitive decline (SCD) pada tiga macam partisipan.
Ketiga macam partisipan tersebut adalah partisipan yang masih menjadi perokok, partisipan yang baru berhenti merokok, dan partisipan yang sudah lama berhenti merokok.
Hasil studi menunjukkan bahwa prevalensi SCD di antara para perokok tampak 1,9 kali lebih besar dibandingkan non perokok.
Selain itu, prevalensi SCD pada orang yang berhenti merokok kurang dari 10 tahun lalu adalah 1,5 kali lebih besar dibandingkan non perokok.
“Mereka yang berhenti lebih dari 10 tahun sebelum survei dilakukan memiliki prevalensi SCD sedikit lebih besar dibandingkan kelompok non perokok,” jelas tim peneliti, seperti dilansir WebMD, Jumat (23/12/2022), kemarin.
Berdasarkan temuan ini, kebiasaan merokok tampak berkaitan dengan risiko terjadinya SCD. Akan tetapi, berhenti merokok bisa cukup membantu dalam menurunkan risiko tersebut.
SCD merupakan kondisi ketika seseorang merasakan adanya perburukan atau peningkatan frekuensi kebingungan atau penurunan daya ingat. SCD bisa dikatakan sebagai sebuah bentuk gangguan kognitif dan dapat menjadi salah satu gejala awal dari penyakit Alzheimer atau penyakit demensia lain.
“SCD didasarkan pada laporan mandiri, sehingga tidak mengimplikasikan sebuah diagnosis penurunan kognitif oleh tenaga kesehatan profesional,” jelas Centers for Disease Control and Prevention (CDC) melalui laman resminya.
Kognitif itu sendiri merupakan sebuah kombinasi proses di dalam otak yang melibatkan kemampuan untuk belajar, mengingat, dan membuat penilaian.
Gangguan pada kemampuan kognitif bisa berdampak besar pada kesehatan dan kesejahteraan hidup seseorang.
Penurunan kognitif bisa disebabkan oleh beragam faktor. Salah satu di antaranya adalah penuaan.
“Sebagian orang dengan penurunan kognitif mungkin tak bisa merawat diri sendiri atau melakukan aktivitas sehari-hari, seperti menyiapkan makan dan membuat janji dengan dokter,” ujar CDC.
Namun, perlu diketahui bahwa pikun atau sering melupakan cara-cara untuk melakukan aktivitas sehari-hari bukan bagian dari proses penuaan yang alami. Kondisi tersebut bisa jadi merupakan gejala awal dari demensia.repMerokok ,