oleh : Gita Pebrina Ramadhana, S.Pd., M.Pd (Dosen STAI Darul Ulum Kandangan, HSS Pemerhati Masalah Pendidikan dan Remaja)
Kasus pembuangan bayi di Indonesia, semakin meningkat. Tercatat ada beberapa kasus terungkap dalam bulan Desember 2022. Seperti di Bekasi aksi buang bayi yang terjadi di dua wilayah Bekasi dalam dua minggu terakhir. Aksi buang bayi yang pertama terjadi di wilayah Serang Baru, Kabupaten Bekasi, Senin (5/12/2022).
Di Kota Samarinda seorang gadis muda berinisial SY (18) tega membuang bayinya sendiri lantaran hamil di luar nikah. Ironisnya, pelaku tidak tahu siapa pria yang menghamilinya. Bayi berjenis kelamin laki-laki yang baru dilahirkannya dibuang di Perumahan Keledang Mas, Samarinda Seberang, Selasa (13/12/2022) lalu. SY akhirnya ditangkap penyidik Polresta Samarinda sepekan setelah kejadian di rumahnya yang letaknya tidak terlalu jauh dari Tempat Kejadian Perkara (TKP). Kapolresta Samarinda Kombes Pol Ary Fadli mengungkapkan, dari hasil pemeriksaan sementara, pelaku mengaku nekat membuang bayi hasil hubungan gelap tersebut karena takut ketahuan orang tuanya.
Di Kalimantan Selatan tepatnya di kota Banjarbaru. Polisi telah menangkap SNA (18) ibu muda pelaku pembuangan bayi. Kepala Seksi Humas Polres Banjarbaru AKP Tajudin Noor mengatakan, bayi yang dilahirkan pelaku merupakan hasil hubungan dengan pacarnya. Namun pacar SNA belum ditetapkan sebagai pelaku oleh polisi dan masih didalami keterlibatannya.
Tajudin mengungkapkan, penyelidikan juga dilakukan terhadap tante pelaku yang diduga membantu persalinan pelaku. Sebelumnya diberitakan, bayi berjenis kelamin laki-laki ditemukan terbungkus kardus di depan sebuah toko di Jalan Trikora, Banjarbaru, Kalimantan Selatan (Kalsel) pada, Minggu (4/12/2022). Temuan bayi itu sontak membuat warga heboh. Apalagi di dalam kardus terdapat sebotol susu dan uang Rp 50.000. Setelah lima hari melakukan penyelidikan, pelaku akhirnya berhasil ditangkap. Di hadapan polisi, pelaku mengakui perbuatannya membuang bayinya.
Remaja dalam Dekapan Liberalisme!
Menurut Kriminolog dari Universitas Budi Luhur Jakarta Nadia Utami Larasati mengatakan kasus pembuangan bayi dilatarbelakangi kelahiran yang tidak diinginkan dan diharapakan. Hubungan yang akhirnya menyebabkan kehamilan tak terduga itu membuat seseorang nekat untuk membuang bayinya sendiri.
Lebih lanjut, Nadia juga mengatakan bahwa kasus buang bayi terjadi karena ada kaitannya dengan absennya orangtua. Relasi yang seharusnya dijalin dengan baik antara orangtua dan anak, menyebabkan pelaku, yang mayoritas masih berusia remaja, mencari kebahagiaan dari orang lain yang justru tidak bertanggung jawab. (https://megapolitan.kompas.com/read/2022/12/14/18124831/2-kali-aksi-buang-bayi-terjadi-di-wilayah-bekasi-kriminolog-kelahiran)
Begitu banyak upaya maupun pencegahan yang dilakukan pemerintah untuk penanggulangan pergaulan bebas remaja salah satunya pelibatan masyarakat dan pemerintah melakukan tindakan penanggulangan preventif dan penanggulangan secara kuratif. Namun pada kenyataannya upaya tersebut justru tidak memberikan hasil yang signifikan. Yang jadi pertanyaan, mengapa penanggulangan yang diberikan malah semakin memperparah keadaan? Benarkah Negara sudah serius menangani gaul bebas? Lalu dimana akar masalahnya?
Inilah buah dari penerapan liberalisme di kalangan pemuda. Hidup mereka terombang-ambing oleh gempuran budaya dan gaya hidup serba bebas. Mereka jadi generasi miskin visi-misi hidup. Kehidupan mereka penuh dengan kesenangan materi dan kepuasan nafsu semata. Bahkan, tidak jarang mereka memilih hidup tanpa agama karena menganggap agama mengekang kebebasannya.
Islam Menjaga Pergaulan Remaja
Sistem sekularisme yang menjauhkan remaja dari agama dengan kehidupan, melahirkan gaya hidup hedonis dan liberal. Paham hedonis membentuk remaja menjadi generasi muda yang hanya tahu bersenang-senang, mengejar materi sebanyak-banyaknya, dan memuaskan syahwat dengan berbuat sesukanya, semisal berpacaran hingga perzinaan.
Pandangan liberal menjadikan remaja bebas berbuat semaunya, tidak mengikuti standar halal-haram dalam kehidupan mereka. Walhasil, pergaulan laki-laki dan perempuan tidak memiliki batasan. Pamer aurat, ikhtilat, khalwat, dan tabaruj, menjadi pemandangan sehari-hari di dunia remaja. Identitas hakiki mereka tergerus karena sekularisme. Oleh karenanya, generasi muda kita harus diselamatkan dari kerusakan sistem hari ini.
Islam sangat menjaga generasi dari paparan sekularisme, liberalisme, dan hedonisme, yaitu pertama, negara menerapkan kurikulum berbasis akidah Islam. Pendidikan dalam Islam bertujuan untuk membentuk kepribadian Islam, yakni pola pikir dan pola sikap sesuai tuntunan Islam.
Kedua, menerapkan sistem sosial sesuai syariat Islam. Di antaranya, (1) Allah telah menetapkan hubungan seksual (shilah jinsiyah) diharamkan untuk dilakukan sebelum pernikahan (lihat QS Al-Isra: 32, An-Nuur: 2); (2) perintah menundukkan pandangan (lihat QS An-Nuur: 30—31); (3) kewajiban menutup aurat bagi perempuan (lihat QS An-Nuur: 31 dan Al-Ahzab: 59); (4) kewajiban menjaga kesucian diri (lihat QS An-Nuur: 33); (5) larangan khalwat; (6) larangan tabaruj bagi perempuan; (7) aturan safar bagi perempuan; dan (8) perintah menjauhi perkara syubhat.
Ketiga, membiasakan suasana amar makruf nahi mungkar dalam kehidupan bermasyarakat. Keempat, negara mencegah hal-hal yang merangsang naluri jinsiyah (seksual) seperti konten pornografi-pornoaksi, tayangan TV, media sosial, dan sebagainya. Kelima, menerapkan sistem sanksi Islam secara terpadu sebagai wujud tindakan preventif dan kuratif. Juga sinergi tiga pilar (keluarga, masyarakat, dan negara) yang akan melindungi remaja dari rusaknya pemikiran barat.
Oleh karena itu, masa depan umat ini ada di tangan para pemuda. Oleh karenanya, menyelamatkan mereka dari liberalisme dan mengembalikan identitas keislaman mereka adalah tugas kita bersama.
Sudah saatnya remaja menyadari pentingnya islam sebagai aturan hidup. Remaja harus paham bagaimana pergaulan antara laki-laki dan perempuan. Remaja harus sadar bahwa tanpa menuntut ilmu agama mereka sangat mudah tepengaruh dan terbawa arus dengan pemikiran barat. Maka semua ini tidak bisa hanya orang tua saja yang menangani, perlunya Negara dalam bingkai khilafah yang mampu mmeberikan sarana-sarana tersebut agar terciptanya islam Kaffah.[]