KOTABARU — Pemerintah Indonesia berupaya menjawab atau mengembalikan citra perkelapasawitan Indonesia, akibat kampanye negatif dari Eropa yang mengklaim sawit Indonesia tidak ramah lingkungan.
Sekretaris Eksekutif Gabungan Pengusaha Kelapa Sawit Indonesia (Gapki) Kalimantan Selatan Hairuddin, mengatakan, untuk menangkal kampanye negatif tersebut, kita harus melakukan upaya-upaya diplomasi intensif kepada pihak Uni Eropa (pemerintah, lembaga perguruan tinggi, dan NGO).
Selain itu menerapkan prinsip-prinsip pengelolaan Industri Kelapa Sawit Berkelanjutan (ISPO/Indonesia Sustainable Palm Oil) dan RSPO (Roundtable on Sustainable Palm Oil), kata Hairuddin di Banjarmasin, Sabtu.
Ia menjelaskan, hal tersebut usai field study (studi lapangan) mahasiswa Universitas Lambung Mangkurat (ULM) serta rombongan dari Novia University Finlandia ke PT Hasnur Citra Terpadu (PT. HCT).
Ia mengungkapkan, Indonesia merupakan negara terbesar produsen minyak kelapa sawit dunia dan penyumbang utama devisa negara.
Disisi lain ada kekhawatiran negara-negara Eropa terhadap eksistensi minyak nabati lainnya, sehingga Uni Eropa (UE) mengeluarkan kebijakan pembatasan masuknya minyak sawit ke wilayah UE dengan kebijakan Renewable Energy Directive II (RED II).
Kebijakan RED II telah diberlakukan hingga saat ini, sementara Pemerintah Indonesia melakukan diplomasi, untuk meraih citra baik dalam hubungan perdagangan internasional.
Sementara itu, PT. HCT merupakan perusahaan perkebunan kelapa sawit anggota Gapki Cabang Kalimantan Selatan yang berlokasi di Desa Pandahan, Kecamatan Tapin Tengah, Kabupaten Tapin, Provinsi Kalimantan Selatan.
Pihak Novia University sangat berterima kasih dan memberikan respon positif terhadap sawit Indonesia, karena mereka melihat kebun kelapa sawit secara langsung di lapangan. Mereka juga mempromosikan pelajar Indonesia yang ingin melanjutkan kuliah di Novia University, Finlandia.
Kunjungan Novia University Finlandia tersebut diharapkan dapat mempromosikan industri kelapa sawit berkelanjutan Indonesia tidak saja di Finlandia tapi juga negara-negara Eropa lainnya, ujar Hairuddin yang juga mantan Kepala Dinas Pertanian Kabupaten Kotabaru, melalui siaran pers.{[an/mb03]}