Oleh : Gumaisha Syauqia Azzalfa (Aktivis Dakwah Muslimah)
Dilansir pada MOSKWA, KOMPAS.com – Parlemen Rusia pada Kamis (24/11/2022) menyetujui RUU yang memperluas larangan propaganda LGBT dan membatasi tampilan LGBT. Hal ini membuat ekspresi LGBT di Rusia hampir mustahil. RUU baru juga melarang menampilkan perilaku LGBT kepada anak-anak. Anggota parlemen mengatakan mereka membela nilai-nilai tradisional Rusia, melawan Barat liberal yang mereka katakan bertekad untuk menghancurkannya. Ini jadi sebuah argumen yang semakin sering digunakan para pejabat sebagai salah satu pembenaran untuk kampanye militer Rusia di Ukraina.
Dikutip dari Liputan6.com, Moskow – Rezim Vladimir Putin telah resmi melarang propaganda LGBT di Rusia. Hukuman denda maksimal mencapai sekitar Rp 25 juta bagi pribadi hingga Rp 258 juta bagi perusahaan. Larangan propaganda ini berlaku bagi orang dewasa hingga anak-anak. Berdasarkan laporan media pemerintah TASS, Jumat (25/11/2022), denda bagi pribadi mencapai 50 ribu – 100 ribu rubles (sekitar Rp 12 juta – Rp 25 juta), bagi pejabat antara 100 ribu – 200 ribu rubles (sekitar Rp 25 juta – Rp 50 juta). Hukuman bagi perusahaan mencapai 800 ribu rubles – 1 juta rubles (sekitar Rp 207 juta-Rp 400 juta).
Sikap pemimpin negara yang melarang L687 berkembang biak tadi tentu patut kita apresiasi. Negeri kecil di Afrika, seperti Gambia, juga Asia sebagaimana Brunei Darussalam saja berani melawan kampanye global L687, lalu bagaimana Indonesia yang sebagai negeri dengan luasnya wilayah lebih besar dan berpenduduk muslim terbesar di dunia malah menciut tatkala diminta tegas menghukum perilaku menyimpang ini?
Memang, hukum di Indonesia tidak mengatur pidana L687 secara terperinci. Bahkan, UU yang ada tidak memasukkan perilaku L687 sebagai tindak kriminal. Meskipun desakan untuk melarang L687 sudah bergulir sejak lama, tetapi pemerintah tampaknya kurang serius menanggapi hal tersebut.
Indonesia kurang memiliki kemampuan untuk melawan kebijakan global. HAM dan kebebasan masih menjadi standar ganda. Jika terkait hukuman rajam bagi pelaku L687, para pengusung HAM menuding Islam sebagai “agama barbar” yang tidak manusiawi. Namun, pada saat yang sama, mereka seakan amnesia dengan HAM itu sendiri.
Para pegiat L687 mengatakan ingin mendapat hak hidup yang sama layaknya manusia normal lainnya. Lantas, bagaimana dengan hak hidup masyarakat yang juga ingin menjalani hidup normal tanpa merasa waswas dengan merajalelanya perilaku menyimpang yang merusak generasi muda?
Sebagai negeri mayoritas muslim, sudah seharusnya Indonesia mengacu pada hukum Islam, terlebih Islam merupakan agama mayoritas penduduknya. Sayangnya, pemimpin sekuler hari ini justru termakan narasi “mayoritas melindungi minoritas” yang menuntut agar L687 dapat diterima dan dihormati haknya sebagai manusia. Inilah yang membuat kelompok tersebut leluasa menyebarkan perilaku menyimpangnya ke generasi muda.
Islam melarang perilaku menyimpang seperti L687. Allah Taala berfirman, “Maka tatkala datang azab Kami, Kami jadikan negeri kaum Luth itu yang di atas ke bawah (Kami balikkan), dan Kami hujani mereka dengan batu dari tanah yang terbakar dengan bertubi-tubi, yang diberi tanda oleh Tuhanmu, dan siksaan itu tiadalah jauh dari orang-orang yang zalim.” (QS Hud: 82—83).
Dan Islam secara tegas memberikan sanksi keras atas perbuatan L687 tersebut. Sementara itu, dalam hukum buatan manusia, perilaku menyimpang masih bisa mendapat celah dengan dalih kemanusiaan atau HAM karena dalam sistem sekuler, agama tidak menjadi acuan bernegara. Walhasil, hukum yang dihasilkan dapat dikompromikan sekalipun bertentangan dengan syariat Islam.
Menurut Imam Syathibi, syariat Islam yang Allah turunkan bertujuan untuk memberi kemaslahatan dan menghindari kemudaratan. Ini berarti aturan dan hukum yang Allah tetapkan untuk kemaslahatan umat itu sendiri.
Allah Taala berfirman, “Dan tidak patut bagi orang-orang beriman, laki-laki maupun perempuan, apabila Allah dan Rasul-Nya memutuskan suatu urusan lalu ada pilihan lain bagi mereka pada urusan mereka. Dan barang siapa bermaksiat kepada Allah dan Rasul-Nya, sungguh ia sesat dengan kesesatan yang nyata.” (QS Al-Ahzab: 36).
Ibnu Katsîr rahimahullah berkata, “Ayat ini berlaku umum pada semua urusan. Sebab apabila Allah dan Rasul-Nya memutuskan sesuatu, tidak ada seorang pun yang boleh menyelisihinya, tidak seorang pun boleh memilih, mengajukan ide, atau pendapat (yang berbeda).”
Syariat datang demi tercapainya maslahat bagi manusia dalam bentuk yang paling sempurna dan baik, di dunia maupun akhirat. Di mana ada syariat, di situ pasti ada maslahat, dan maslahat tidak akan pernah menyelisihi syariat.
Setiap muslim harus meyakini sepenuh hati bahwa hukum Allah adalah hukum terbaik dalam mewujudkan kemaslahatan bagi umat manusia. Tidak ada cara lain memberantas L687, kecuali dengan menerapkan sistem Islam kafah. Hanya dengan ini generasi terselamatkan dan negara terhindar dari kerusakan. Wallahualam bish-shawab