Sering kita lihat bahwa ada beberapa penggunaan Barang Milik Negara di sekitar kita terutama tanah dan bangunan milik negara yang tidak dimanfaatkan bahkan terkesan terbengkalai. Hal ini tentu saja cukup membuat prihatin dan sangat disayangkan karena aset negara sebetulnya dapat dimanfaatkan dan dikelola untuk mendapatkan nilai tambah bagi negara.
Di satu sisi masih ada beberapa instansi yang membutuhkan tanah dan bangunan untuk pelaksanaan tugas-tugas operasional, di sisi lain ada instansi yang kelebihan aset berupa tanah dan bangunan. Di sini perlu adanya sinergi dalam pemanfaatan tanah dan bangunan negara yang idle sehingga dapat dimanfaatkan dengan sebaik-baiknya.
Pengertian Gedung Bangunan Negara Idle
BMN idle didefinisikan sebagai BMN berupa tanah dan/atau bangunan yang tidak digunakan untuk kepentingan penyelenggaraan tugas dan fungsi Kementerian/Lembaga (K/L). Karena tidak digunakan sesuai tugas dan fungsi maka BMN idle berpotensi tinggi menimbulkan penyalahgunaan, pemborosan, dan/atau kerugian negara. Agar hal tersebut tidak terjadi maka perlu sistem pengelolaan BMN idle yang baik.
Kriteria BMN Idle
Secara umum sebagaimana pada penjelasan Peraturan Pemerintah Nomor 27 Tahun 2014 Pasal 60 yang dimaksud dengan BMN yang tidak digunakan atau BMN idle adalah BMN yang tidak dimanfaatkan/dipergunakan untuk kepentingan penyelenggaraan tugas dan fungsi Kementerian/Lembaga/Satuan Kerja atau tidak dimanfaatkan oleh pihak lain.
Pengertian BMN idle tersebut kemudian dijabarkan lebih lanjut ke dalam PMK Nomor 250/PMK.06/2011 tentang Tata Cara Pengelolaan BMN yang Tidak Digunakan untuk Menyelenggarakan Tugas dan Fungsi Kementerian/Lembaga, menyebutkan bahwa BMN yang tidak digunakan untuk menyelenggarakan tugas dan fungsi Kementerian/Lembaga adalah BMN berupa tanah dan/ atau bangunan yang tidak digunakan untuk kepentingan penyelenggaraan tugas dan fungsi Kementerian/Lembaga.
Jadi pengertian BMN idle dalam lingkup PMK Nomor 250/PMK.06/2011 hanya terbatas pada tanah dan/atau bangunan saja. Jadi apabila ada BMN selain tanah dan/atau bangunan yang tidak digunakan untuk tugas dan fungsi (terindikasi idle), maka belum terdapat peraturan yang mengatur mengenai hal tersebut sehingga tidak dikategorikan sebagai BMN idle.
Untuk lebih memahami mengenai BMN idle, maka ada beberapa kriteria apabila BMN dikategorikan sebagai BMN idle, kriteria tersebut adalah, pertama BMN sedang tidak digunakan dalam penyelenggaraan tugas dan fungsi K/L. Kedua, BMN digunakan oleh K/L namun tidak sesuai dengan tugas dan fungsi K/L bersangkutan. Ketiga, BMN tersebut tidak direncanakan untuk digunakan oleh K/L yang bersangkutan sebelum berakhirnya tahun ketiga terhitung sejak BMN tersebut terindikasi sebagai BMN idle.
Keempat, BMN tersebut tidak direncanakan untuk dimanfaatkan sebelum berakhirnya tahun kedua terhitung sejak BMN tersebut terindikasi sebagai BMN idle.
Dengan kata lain yang dimaksud dengan BMN idle adalah apabila ada BMN berupa tanah dan/atau bangunan yang tidak digunakan untuk tugas dan fungsi K/L atau digunakan tetapi tidak sesuai dengan tugas dan fungsi K/L serta tidak merencanakan untuk menggunakan sampai batas waktu 3 tahun atau memanfaatkan BMN idle tersebut sampai batas akhir tahun ke-2, maka BMN tersebut bisa ditetapkan sebagai BMN idle.
Pemanfaatan Gedung Bangunan Negara Idle
Barang Milik Negara ini mesti kita kelola dengan baik, harus bisa digunakan dan dimanfaatkan secara optimal. Sekilas mungkin terdengar mirip antara penggunaan dan pemanfaatan BMN namun sebenanya memiliki makna yang berbeda. Penggunaan BMN adalah kegiatan yang dilakukan oleh Pengguna Barang dalam mengelola dan menatausahakan BMN yang sesuai dengan tugas dan fungsinya. Sedangkan pemanfaatan BMN adalah pendayagunaan BMN yang tidak digunakan untuk penyelenggaraan tugas dan fungsi Kementerian/Lembaga dan/atau optimalisasi BMN dengan tidak mengubah status kepemilikan. Sudah seharusnya setiap BMN yang dibeli atas beban APBN dapat memberikan kontribusi maksimal bagi pembangunan nasional, namun di dalam praktek seringkali kita jumpai tanah, gedung, bangunan, rumah negara yang tidak terawat sehingga tidak berfungsi dan memberikan kemanfaatan sebagaimana mestinya. Hal ini mungkin disebabkan beberap faktor seperti usia aset, bencana alam, perubahan kebutuhan organisasi dan lain sebagainya Merespon hal tersebut telah terbit Peraturan Menteri Keuangan Nomor 71/PMK.06/2016 tentang Tata Cara Pengelolaan BMN Yang Tidak Digunakan Untuk Menyelenggarakan Tugas dan Fungsi Kementerian/Lembaga. Melalui PMK tersebut diharapkan penanganan terhadap BMN idle menjadi lebih komprehensif dan terarah. Selain itu dibutuhkan pula peran serta masyarakat untuk ikut memberikan informasi atas keberadaan BMN idle kepada Pengelola Barang maupun Pengguna/Kuasa Pengguna Barang. Berdasarkan informasi dari masyarakat maupun pengawasan dan pemantauan yang dilakukan secara berkala, Pengelola Barang dan Pengguna Barang berkewajiban untuk segera mengelola BMN idle tersebut menjadi lebih berguna dan bermanfaat Bisa dalam bentuk menyerahkan aset untuk digunakan sebagai kantor bagi instansi lain yang membutuhkan ataupun menjadikan aset lebih produktif dengan menyewakan kepada pihak lain.
Sewa merupakan salah satu bentuk pemanfaatan BMN di samping bentuk pemanfaatan lainnya seperti Pinjam Pakai, Kerjasama Pemanfaatan, Bangun Guna Serah atau Bangun Serah Guna, Kerjasama Penyediaan Infrastruktur, dan Kerjasama Terbatas untuk Pembiayaan Infrastruktur. Sewa bertujuan untuk mengoptimalkan pemanfaatan BMN yang tidak digunakan untuk pelaksanaan tugas fungsi dan mencegah penggunaan BMN oleh pihak lain secara tidak sah di samping tentunya menghasilkan penerimaan bagi negara dari imbalan yang dibayarkan oleh penyewa. Secara prinsip semua Barang Milik Negara dapat disewakan sepanjang tidak merugikan negara dan tidak menganggu pelaksanaan tugas operasional suatu instansi. Penyewaan dapat dilakukan terhadap sebagian maupun keseluruhan BMN yang ada. Pihak calon penyewa bisa dari mana saja baik itu perorangan, koperasi maupun badan hukum. Hal ini membuka peluang bagi masyarakat dan pelaku usaha kecil dan menengah untuk mengembangkan usahanya dengan menyewa ruang BMN yang ada. Beberapa contoh kegiatan sewa BMN dalam bentuk sewa ruang aula perkantoran yang dapat digunakan sebagai tempat resepsi perkawinan, sebagian tanah digunakan untuk pendirian ATM, sewa kantin maupun koperasi.
Syarat untuk mengajukan sewa cukup mudah, calon penyewa mengajukan proposal sewa ke instansi selaku kuasa pengguna barang, selanjutnya setelah berkas lengkap maka permohonan sewa diusulkan ke Kantor Pelayanan Kekayaan Negara dan Lelang untuk diproses lebih lanjut guna penerbitan surat persetujuan sewa termasuk penentuan besaran sewa yang harus dibayarkan sebagai PNBP. Hal ini selaras dengan pesan Menteri Keuangan bahwa aset harus bekerja, aset tidak boleh hanya diam tersaji di neraca.
Dengan adanya pemanfaatan BMN eks BMN idle maka akan menjadi berdaya guna yaitu aset tidak lagi menganggur atau terbengkalai namun dapat berkontribusi dalam pemasukan Penerimaan Negara. Demikian juga tidak lanjut berupa pemindahtanganan dan penghapusan dapat dilakukan oleh Pengelola Barang bila dari hasil penelitian dan kajian BMN eks BMN idle tersebut lebih menguntungkan untuk dijual atau dihapuskan.