BANJARMASIN – Dugaan malpraktik dengan adanya pengakuan terbuka lewat story Instragram @razqyafrnillahasymi, meski sempat dihapus oleh pengunggah soal kekecewaannya atas pelayanan di RSUD Ulin Banjarmasin, menyita perhatian publik.
Advokat muda dari Borneo Law Firm (BLF) Muhammad Maulidin Afdie angkat bicara. “Testimoni lewat akun IG ini telah viral di tengah warganet. Postingan ini jelas menyuarakan kekecewaan seorang ibu atas meninggalnya sang anak,” ucapnya seperti dikutip jejakrekam.com, Sabtu (10/12).
Ia pun menyarankan, agar sebaiknya kasus dugaan malpraktik yang tengah viral itu bisa diselesaikan secara terbuka oleh kedua belah pihak. “Yakni, orangtua balita itu dengan pihak manajemen rumah sakit. Atau bisa memanfaatkan pihak ketiga sebagai penengah atau mediator,” katanya.
Ia menegaskan, agar masalah ini jangan dibiarkan tanpa ending atau dituntaskan secara terbuka, sehingga tak akan menjadi bola liar dan menjadi konsumi publik.
“Jangan sampai masalah ini justru jadi asumsi orang awam soal tata laksana dan pola pengobatan di rumah sakit tersebut. Apakah sudah benar tindakan medis yang telah dilakukan secara standar operasional prosedur (SOP), atau justru mengandung kelalaian atau kesalahan hingga dugaan malpraktik,” ujarnya.
Ia mengatakan, secara manusiawi, tentu bisa merasakan jika berada di posisi sang ibu atau keluarga besar, yang harus kehilangan anggota keluarganya usai dirawat di rumah sakit.
“Bagaimana sakitnya perasaan mereka yang saat ini sedang berduka atas kehilangan orang yang sangat dicintainya. Namun, di balik itu tentu kita juga harus memahami pekerjaan dan risiko dari pekerja medis,” katanya.
Mauliddin menambahkan, tenaga medis tentu berupaya segenap tenaga menyelamatkan atau menyembuhkan pasien yang dirawat tanpa harus pandang bulu.
“Mereka tentu sudah sangat hapal dengan asas dalam ilmu kesehatan yakni agroti salus lex suprema atau keselamatan pasien adalah hukum yang tertinggi,” ujar Mauliddin.
Ia pun menguraikan hak pasien diatur dalam UU Praktik Kedokteran Nomor 29 Tahun 2004 dan UU Rumah Sakit Nomor 44 Tahun 2009.
“Hak pasien harus diberikan secara benar, tidak boleh dikurangi atau ada yang disembunyikan. Jika tindakan yang dilakukan tenaga medis tersebut dalam upaya melakukan penyelamatan bagi nyawa pasien dan ditangani oleh berkompeten di bidangnya, seperti punya kemampuan dan keahlian, tentu tidak ada pelanggaran yang berimplikasi hukum,” jelasnya.
Sebaliknya, lanjut dia, jika ternyata penatalaksanaan penanganan pasien tersebut di luar SOP, seperti ada kesalahan dan kelalaian atau tidak berkompetennya yang menangani, hingga tidak menjalankan profesinya sesuai ketentuan.
“Terkhusus lagi, bagi yang tidak punya izin dalam praktik, tentu hal ini secara mutlak bisa dibawa ke ranah hukum,” pungkasnya. jjr