Oleh: Nor Faizah Rahmi, S.Pd.I (Praktisi Pendidikan & Pemerhati Remaja)
Menteri Koordinator Bidang Pembangunan Manusia dan Kebudayaan (Menko PMK) Muhadjir Effendy, meminta Kapolri Jenderal Polisi Listyo Sigit Prabowo, untuk mengusut kasus penyakit gagal ginjal akut. Hal itu untuk memastikan ada tidaknya tindak pidana terkait kasus tersebut. Muhadjir mengatakan, pengusutan ini telah diputuskan dalam koordinasi bersama Menteri Kesehatan, Menteri Perdagangan dan Badan Pengawas Obat dan Makanan (BPOM).
“Kita sudah mendapatkan masukan dari semua pihak, dan tadi malam saya terus langsung telepon ke Pak Kapolri supaya kasus gagal ginjal akut ini diusut. Untuk ditelaah kemungkinan ada tidaknya tindak pidana,” kata Muhadjir di Kota Bogor, Sabtu (22/10). Muhadjir menilai, pengusutan ini berdasarkan data sementara adanya bahan baku impor. Sehingga, perlu diusut tuntas terkait data tersebut “Ini harus kita lakukan karena berdasarkan data awal, ini adalah bahan baku impor dari sebuah negara yang sekarang negaranya justru tidak kena. Tetapi kenapa justru negara yang mengimpor kok kena,” tuturnya.
Dia menyebutkan, saat ini terdapat tiga negara yang terkena gagal ginjal akut, Indonesia menjadi salah satunya. Bahkan di Indonesia, sudah ada ratusan lebih yang meninggal dunia. Muhadjir menegaskan, pihaknya meminta ditelisik hingga ke hulu terkait dari mana asal bahan baku, bagaimana prosesnya masuk ke Indonesia, terdistribusi ke mana saja, dan apa saja produknya. “Itu harus kita telisik semua. Kita harapkan dalam waktu yang tidak lama, kita bisa menetapkan status apakah memang ada pelanggaran atau ada tindak pidana atau tidak,” pintanya.
Hal ini menurutnya sangat penting dilakukan karena yang terdampak adalah anak-anak di bawah umur. Ia pun mengimbau kepada masyarakat untuk sementara waktu tidak menggunakan obat sirop apapun. Mengingat, kata Muhadjir, anak-anak merupakan sumber daya manusia masa depan yang sangat berharga. Meski ada yang sembuh, belum diketahui bagaimana dampak ke depannya. Sehingga ia meminta ada penindakan tegas jika ditemukan pelanggaran.
“Karena ini adalah serangan di bagian organ yang paling vital yaitu ginjal. Oleh karena itu kita tidak ingin ini terulang kembali kasus ini. Dan untuk obat ada list sekitan ratus jenis obat dari sekian ribu jenis obat sirup, saya mengimbau masyarakat lebih baik hindari semua obat berbentuk sirup kecuali resep dokter,” ujarnya.
Kemenkes memerintahkan Dinas Kesehatan Provinsi, Dinas Kesehatan Kabupaten/Kota, dan Fasilitas Pelayanan Kesehatan melakukan pengawasan dan memberikan edukasi kepada masyarakat terkait dengan penggunaan obat sirup sesuai dengan kewenangan masing-masing. “Kementerian kesehatan RI akan mengeluarkan surat pemberitahuan kembali setelah diperoleh hasil pengujian Badan POM RI atas jenis obat obatan sirup lainnya” kata dr. Syahril menambahkan.
Sebelumnya, Kementerian Kesehatan melaporkan jumlah kasus gangguan ginjal akut telah mencapai 241 kasus di 22 provinsi per Jumat (21/10). Sebanyak 133 anak dilaporkan meninggal dunia, atau 55% dari total kasus. Menteri Kesehatan Budi Gunadi Sadikin mengatakan 26 vial obat Fomepizole didatangkan dari luar negeri, terdiri dari 10 vial dari Sinagpura dan 16 vial dari Australia. Seorang ibu sedang menunggui anaknya yang mengidap gangguan ginjal akut di Sumatera Barat.
Menteri Kesehatan, Budi Gunadi Sadikin mengambahkan, Kemenkes melakukan pengujian mulai awal September dengan pemeriksaan virus, bakteri dan parasit pada bayi yang mengalami gangguan ginjal. Akan tetapi tidak terbukti sepenuhnya. “Yang mulai kita agak terbuka adalah karena ada kasus di Gambia, yang tanggal 5 Oktober WHO mengeluarkan rilis, ini disebabkan senyawa kimia,” tambah Menteri Budi.
Sebagian besar obat-obatan diuji mengandung senyawa berbahaya etilen glikol (EG), dietilen glikol (DEG) dan etilen glikol butil ether. Senyawa kimia yang biasa digunakan untuk pelarut cat dan pendingin radiator kendaraan. Zat-zat berbahaya ini disebut sebagai “cemaran” dari pelarut yang digunakan untuk obat. “Kalau membuatnya [obat] tidak baik. menghasilkan cemaran,” tambah Menteri Budi. Ia menambahkan, senyawa kimia ini mampu membuat ginjal tidak berfungsi.
Pasalnya, ketiga senyawa tersebut memicu asam oksalat dalam tubuh dan selanjutnya menjadi kristal di dalam ginjal. “Kalau masuk ke ginjal jadi kristal kecil tajam-tajam sehingga rusak ginjalnya. Nah, 7 dari 11 balita [di RSCM] ternyata ada senyawa kimia. Ternyata ginjal-ginjalnya rusak karena adanya asam oksalat. Jadi itu logikanya,” katanya. Kemenkes juga merilis daftar 102 obat yang diduga mengandung senyawa penyebab kasus gangguan ginjal pada anak.
Daftar obat ini dirilis setelah pihak Kemenkes memeriksa 156 anak yang mengonsumsinya dan berakhir dengan gangguan ginjal. “Dari 156 itu, kita sudah ketemu 102 obat yang ada orang yang kena ini [gangguan ginjal akut] jenisnya sirup. “Itu yang kami melaporkan, dan bapak presiden bilang, ‘pak menkes dibuka saja biar tenang masyarakat, dan kita melakukan transparansi ke publik’,” kata Menteri Budi. Tapi daftar itu tidak memuat nama-nama pabriknya.
Daftar ini bersifat sementara, dan akan berkurang ketika produsen obatnya bisa membuktikan produknya tidak mengandung senyawa berbahaya bagi ginjal. “Obat-obat ini akan kita larang diresepkan dan dijual,” tambah Menteri Budi. Selain itu, pemerintah juga akan melonggarkan obat-obatan sirup lainnya yang terbukti tidak menggunakan pelarut seperti polietilen glikol. Hal ini kata menkes sudah disetujui oleh Gabungan Perusahaan Farmasi, Ikatan Apotik Indonesia dan Ikatan Dokter Indonesia. “Yang akan kita buka, adalah yang tidak ada pelarutnya,” katanya.
Sebelumnya, Badan Pengawas Obat dan Makanan (BPOM) memerintahkan penarikan dan pemusnahan lima sirup obat yang memiliki kandungan Etilen Glikol (EG) melebihi ambang batas aman. Perintah tersebut dikeluarkan hari Kamis (20/10/2022), di tengah munculnya lebih 200 kasus ganguan ginjal akut di Indonesia yang sejauh ini menyebabkan setidaknya 99 anak meninggal dunia.
“BPOM telah melakukan tindak lanjut dengan memerintahkan kepada industri farmasi pemilik izin edar untuk melakukan penarikan sirup obat dari peredaran di seluruh Indonesia dan pemusnahan untuk seluruh bets produk,” demikian pernyataan BPOM. “Penarikan mencakup seluruh outlet antara lain Pedagang Besar Farmasi, Instalasi Farmasi Pemerintah, Apotek, Instalasi Farmasi Rumah Sakit, Puskesmas, Klinik, Toko Obat, dan praktik mandiri tenaga kesehatan.”
Pada Kamis (18/10), Kepala Biro Komunikasi dan Pelayanan Publik Kementerian Kesehatan, Siti Nadia Tarmizi, menyatakan penelitian Kemenkes mendeteksi tiga zat kimia berbahaya (ethylene glycol-EG, diethylene glycol-DEG, ethylene glycol butyl ether-EGBE) pada tubuh pasien balita yang terkena gangguan ginjal akut. “Ketiga zat kimia ini merupakan impurities [unsur pengotor] dari zat kimia ‘tidak berbahaya‘, polyethylene glycol, yang sering dipakai sebagai solubility enhancer [peningkat kelarutan] di banyak obat-obatan jenis sirup,” papar Nadia.
Sebanyak 65% pasien gangguan ginjal akut yang dirawat di rumah sakit rujukan RSCM di Jakarta, meninggal dunia. Adapun BPOM telah melarang seluruh produk obat sirup anak maupun dewasa yang mengandung dietilen glikol dan etilen glikol. Dua bahan tersebut diduga menjadi pemicu puluhan kasus gangguan ginjal akut yang ditemukan di Gambia, Afrika Tengah. Dalam perkembangan terbaru, jumlah kematian anak akibat obat batuk sirup buatan India di Gambia meningkat menjadi 70 anak. BPOM memastikan empat obat batuk sirup penyebab gagal ginjal di Gambia itu, tak terdaftar di Indonesia.
Adapun gagal ginjal adalah ketika ginjal tak lagi bisa melakukan aktivitasnya sebagai alat metabolisme tubuh. Itu ditandai dengan preferensi kencing, jumlah urine juga sangat sedikit. Bahkan kalau betul-betul terjadi kerusakan ginjal yang lebih berat, maka tidak terjadi produksi air kencing atau urine. “Kenapa tingkat kematiannya tinggi? Itu dikarenakan dia sudah masuk ke fase itu.” “Makanya pada saat ini kita sampaikan kepada masyarakat, kepada tenaga kesehatan, untuk lebih waspada dan lebih cepat untuk melakukan tindakan,” ujar Syahril.
Dia melanjutkan, jika orang tua mendapati anaknya memiliki gejala seperti frekuensi dan jumlah kencing yang menurun, dan disertai dengan demam, diare, mual, batuk, maupun pilek, untuk segera memeriksakannya ke dokter. Pegawai mengumpulkan sejumlah obat sirup yang mengandung paracetamol pada salah satu minimarket di Tangerang Selatan, Banten, Rabu (19/10).
Adapun, mantan direktur penyakit menular WHO Asia Tenggara, Tjandra Yoga Aditama mengatakan kasus gangguan ginjal akut yang masih misterius “harus segera ditangani”. Kasus gagal ginjal akut pada anak yang terjadi di negeri ini dan juga Gambia, yang sudah memakan banyak korban. Islam mengajarkan bahwa nyawa manusia harus diutamakan. Oleh karena itu, menjaga keselamatan hidup adalah satu perkara pokok yang harus menjadi perhatian negara apalagi negara ibarat junnah, atau perisai bagi rakyatnya.”Terkait dengan nyawa, Rasulullah saw., dalam riwayat An-Nasa’i dan Tirmidzi, bersabda, ‘Hancurnya dunia lebih ringan bagi Allah dibandingkan terbunuhnya seorang Mukmin tanpa hak’,”
Negara harus menetapkan berbagai langkah komprehensif, baik terkait dengan langkah antisipasif, pencegahan maupun penatalaksanaan. Jika telah diketahui penyebabnya, maka tentu membutuhkan berbagai langkah lanjutan termasuk pemastian keamanan suatu produk. Penetapan standarisasi produk yang aman untuk kesehatan dan tentu saja halal, menjadi tanggung jawab negara. Keselamatan nyawa harus menjadi perhatian utama, dan tidak boleh dikalahkan oleh pertimbangan ekonomi.
Demikian juga, edukasi kepada masyarakat perlu ditingkatkan, agar deteksi dini dapat diterapkan dan mencegah keterlambatan mencari upaya pengobatan. Penanganan terhadap penderita penyakit ini harus optimal dan maksimal. Biaya layanan kesehatan harus ditanggung oleh negara, sebagaimana yang diperintahkan dalam Islam karena mewujudkan kesehatan rakyat adalah tanggung jawab negara.
Penyediaan layanan kesehatan yang lengkap dan mudah dijangkau adalah tanggung jawab negara. Keterbatasan berbagai sarana termasuk hemodialisa yang menjadi satu kebutuhan mendesak saat ini menunjukkan belum optimalnya penyediaan layanan kesehatan untuk rakyat. Langkah-langkah ini, tentu sangat membutuhkan peran negara secara nyata, karena negaralah yang memiliki kekuatan dan kewenangan besar, termasuk dalam penyediaan anggaran, pembangunan sarana layanan kesehatan dan juga penentuan regulasi.
Negara memiliki tanggung jawab besar dalam melayani kebutuhan rakyat dalam berbagai hal, termasuk dalam bidang kesehatan, mulai dari promotif, preventif dan kuratif juga rehabilitatif dengan harga murah, bahkan gratis. Hanya saja dalam sistem kapitalisme, ketersediaan layanan kesehatan yang gratis dan mudah dijangkau adalah ibarat harapan kosong. Rakyat harus menyediakan dana sendiri untuk mewujudkan derajat kesehatan yang tinggi.
Padahal sehat adalah hak setiap manusia yang harus didapatkan, dan menjadi kewajiban negara untuk menyediakannya. Doa Nabiyullah Muhammad saw. kepada Allah dalam hadits riwayat Muslim,
“Barangsiapa yang diberi tanggung jawab untuk menangani urusan umatku, lalu ia mempersulit mereka, maka persulitlah hidupnya. Dan barangsiapa yang diberi tanggung jawab untuk mengurusi umatku, lalu ia memudahkan urusan mereka, maka mudahkanlah hidupnya.”