Kesehatan merupakan salah satu kebutuhan layanan dasar yang dibutuhkan manusia, pasalnya jika tubuh dilanda sakit, maka kita tidak dapat melakukan kegiatan sehari-hari dengan baik. Orang yang sedang sakit, tentunya membutuhkan pertolongan dari tenaga kesehatan, melalui fasilitas layanan kesehatan seperti puskesmas, atau rumah sakit. Ketersediaan layanan kesehatan, menjadi penting, sebagai bentuk tanggungjawab dan kepedulian pemerintah terhadap kesehatan masyarakatnya.
Pelayanan kesehatan dituntut untuk menghadirkan pelayanan yang baik, dengan standar yang ditetapkan, untuk mendukung tingkat kesehatan masyarakat. Namun dalam proses pelaksanaanya, pelayanan kesehatan nampaknya belum cukup optimal, hal ini dapat dilihat dari beberapa laporan yang disampaikan masyarakat ke Ombudsman RI Perwakilan Kalimantan Selatan. Seperti, pertama, permasalahan pembatasan jumlah pasien. Pelapor yang mendaftar melalui aplikasi Mobile JKN, untuk mendaftar layanan kesehatan dan memilih salah satu klinik di Banjarmasin. Namun ia tidak bisa mendapat layanan, karena di aplikasi klinik tersebut hanya melayani 6 (enam) pasien dalam sehari. Pelapor mencoba untuk melakukan pendaftaran antrian, tetapi aplikasi menolak karena di luar jadwal oprasional pelayanan kesehatan.
Kedua, permasalahan terkait pembatasan pendaftaran, Pelapor mengeluhkan karena selama berhari-hari tidak bisa mendaftar di layanan poli gigi, dia merasa bahwa dirinya butuh mendapatkan pelayanan segera dan perlu ditangani secara cepat. Ketiga, Permasalahan jam operasional yang tidak sesuai, hal lain yang tidak kalah menarik, pada praktiknya jam oprasional rumah sakit yang seharusnya dapat melayani pasien dari pagi hingga malam hari justru jam 3 sore sudah tutup, dokternya sudah tidak ada, sehingga tidak dapat lagi melayani pasien.
Dari beberapa permasalahan tersebut, jika dianalisis yang pertama, pengembangan pelayanan kesehatan berbasis teknologi contohnya Mobile JKN dari BPJS Kesehatan, merupakan salah satu gerakan inovasi pelayanan publik dalam rangka mereformasi birokrasi di Indonesia yang masih berbelit-belit, lambat dan kurang efektif serta belum adanya kejelasan waktu dalam memberikan pelayanan publik yang dibutuhkan oleh masyarakat. Dibalik tujuan dari inovasi yang dilakukan BPJS Kesehatan memang untuk memperbaiki sistem pelayanan dengan menggedepankan pengembangan inovasi berbasis teknologi informasi yang diharapkan mampu mempermudah proses pelayanan yang cepat dan efisien. Namun hal ini harus diimbangi dengan pelayanan prima dan tenaga kesehatan yang cukup.
Kedua, akibat pembatasan kuota pasien, Pelapor terpaksa pulang dan kesakitan. Permasalahan diatas dapat terjadi karena beberapa faktor yaitu kurangnya petugas medis atau dokter, sementara pasien yang datang setiap harinya selalu membludak. Dapat pula dipengaruhi oleh sumber daya manusia yang belum memadai, serta dipengaruhi juga dengan penempatan petugas yang tidak sesuai dengan kompetensinya.
Ketiga, faktor penyebab mengapa rumah sakit atau klinik berhenti melayani di jam yang seharusnya masih beroprasi yaitu belum tercukupinya jumlah SDM yang memadai untuk petugas pendaftaran pasien, masih menggunakan buku register dalam melayani pasien yang datang sehingga membutuhkan waktu yang lama, kemudian adanya pasien yang belum mengetahui informasi mengenai persyaratan pendaftaran melalui online atau aplikasi akibat kurangnya sosialisasi, dan kurangnya sarana dan prasarana sehingga pasien tidak dapat dilayani dihari yang sama saat mendaftar.
Jika dilihat berdasarkan Pasal 16 Peraturan Menteri Kesehatan No. 9 Tahun 2014 tentang Klinik menyatakan bahwa “Klinik yang menyelenggarakan pelayanan kesehatan 24 (dua puluh empat) jam harus menyediakan dokter serta tenaga kesehatan lain sesuai kebutuhan pelayanan dan setiap saat berada di tempat”. Berdasarkan peraturan tersebut kewajiban klinik yaitu harus memiliki SDM yang cukup untuk menyelenggarakan pelayanan kesehatan yang baik.
Undang-Undang Nomor 25 Tahun 2009 tentang Pelayanan Publik dalam Pasal 4, Bahwa Penyelenggaraan pelayanan publik berasaskan : a. Kepentingan Umum; b. Kepastian hukum, c. Kesamaan hak, d. Keseimbangan hak dan kewajiban, e. Keprofesionalan, f. Partisipatif, g. Persamaan perlakuan/tidak diskriminatif, h. Keterbukaan, i. Akuntabilitas, j. Fasilitas dan perlakuan khusus bagi kelompok rentan, k. Ketepatan waktu, l. Kecepatan, kemudahan, dan keterjangkauan.
Pembangunan kesehatan diselenggarakan dengan berasaskan perikemanusiaan, keseimbangan, manfaat, perlindungan, penghormatan terhadap hak dan kewajiban, keadilan, dan nondiskriminatif, Serta didasarkan kepada beberapa nilai yaitu Nilai kemanusian yang berarti penyelenggaraan rumah sakit dilakukan dengan memberikan perlakuan yang baik dan manusiawi dengan tidak membedakan suku, bangsa, agama, status sosial, dan ras, Nilai persamaan hak dan antidiskriminasi artinya penyelenggaraan rumah sakit tidak boleh membedakan masyarakat baik secara individu maupun kelompok dari semua lapisan, Nilai keadilan bahwa penyelenggaraan rumah sakit mampu memberikan pelayanan yang adil dan merata kepada setiap orang dengan biaya yang terjangkau oleh masyarakat serta pelayanan yang bermutu, Nilai pemerataan adalah penyelenggaraan rumah sakit menjangkau seluruh lapisan masyarakat.
Nilai-nilai tersebut diterapkan bagi kewajiban rumah sakit, untuk memberikan pelayanan kesehatan yang aman, bermutu, antidiskrimminasi, dan efektif dengan mengutamakan kepentingan pasien sesuai dengan standar pelayanan rumah sakit. Setiap pasien juga mempunyai hak, salah satunya untuk memperoleh layanan yang manusiawi, adil, jujur dan tanpa diskriminasi.
Perbuatan rumah sakit atau klinik yang membatasi jumlah pasien dengan menerima hanya 6 (enam) orang dalam satu hari dengan tanpa alasan yang jelas, dapat menurunkan kepercayaan publik terhadap pelayanan kesehatan. Kasihan jika pasien harus diperlakukan seperti itu, Penulis berharap hal seperti ini tidak terulang karena permasalahan sakit tidak dapat ditahan dan seseorang datang ke rumah sakit atau klinik pastinya karena dia sudah tidak dapat menangani sakitnya sendiri.
Untuk mengatasi beberapa permasalahan layanan kesehatan tersebut, nampaknya pemerintah dapat mempertimbangkan beberapa solusi berikut, Pertama, terkait pembatasan jumlah pasien, aplikasi Mobile JKN merupakan produk layanan yang disediakan oleh BPJS Kesehatan, maka dalam hal ini BPJS Kesehatan selaku Badan Penyelenggara Jaminan Sosial agar dapat terus mengembangkan aplikasi sesuai dengan kebutuhan peserta, khususnya untuk pasien yang akan mendaftar tidak dibatasi hanya 6 (enam) pasien dalam sehari tetapi dipertimbangkan sesuai kebutuhan. Kedua, terkait pembatasan pendaftaran, penyelenggara pelayanan kesehatan dapat mengatur Standar Operasional Prosedur pelayanan dengan cara mengurutkan berdasarkan prioritas keluhan pasien.Tenaga kesehatan dapat menangani prioritas tinggi dan kemudian menangani prioritas diagnosis dengan prioritas yang lebih rendah.
Ketiga, terkait jam oprasional yang tidak sesuai, Pihak puskesmas, klinik atau rumah sakit harus lebih memperhatikan kebutuhan jumlah SDM tenaga kesehatan serta sarana prasarana yang dibutuhkan dalam memberikan layanan, Sehingga jam oprasional rumah sakit dapat kembali normal. Perlunya pengawasan dari Kepala Dinas Kesehatan dan Organisasi Profesi untuk perbaikan pelayanan.
Semoga kedepan, penyelenggaraan layanan kesehatan di Indonesia dapat berjalan sesuai dengan cita-cita bangsa Indonesia yang tercantum di dalam Undang-Undang Dasar Negara Republik Indonesia Tahun 1945, Pasal 28 H ayat (1), yang berbunyi: “Setiap orang berhak hidup sejahtera lahir dan batin, bertempat tinggal dan mendapatkan lingkungan hidup yang baik dan sehat serta berhak memperoleh pelayanan kesehatan”. Semoga.