
Air merupakan kebutuhan utama bagi kebutuhan hidup setiap makhluk hidup, terutama manusia. Setiap kegiatan yang kita lakukan selalu bersinggungan dengan kebutuhan air, bahkan komponen dari diri manusia juga terdiri dari 60%-70% air. Sebegitu pentingnya kebutuhan air untuk menunjang setiap lini kehidupan, maka kebutuhan akan air bersih juga selalu meningkat setiap harinya.
Dari sekian banyaknya sumber daya alam berupa air yang tersedia didekat kita, tidak semuanya dapat dimanfaatkan oleh manusia untuk menunjang kehidupannya. Sifat air yang rentan terhadap polusi dan tercemar karena mampu melarutkan berbagai hal, menjadi salah satu alasan mengapa tidak semua air yang kita temui dapat kita konsumsi sebagai penunjang kehidupan.
Tidak seimbangnya jumlah air bersih yang tersedia dengan jumlah pengguna yang ingin memanfaatkannya, menjadikan air bersih merupakan hal yang langka. Hal ini juga berdampak dengan pendistribusian air bersih yang dilakukan oleh Perusahaan Daerah Air Minum (PDAM), kepada pelanggannya. Jika dilihat dari Pasal 33 ayat (3) UUD NRI dikatakan bahwa, bumi, air, dan kekayaan alam yang terkandung di dalamnya dikuasai oleh negara dan dipergunakan untuk sebesar-besar kemakmuran rakyat. Air merupakan sumber produksi penting dan berpengaruh pada hajat hidup orang banyak.
Hal ini menandakan bahwa seharusnya pemerintah dapat menguasai dan mendistribusikan air bersih dengan baik kepada seluruh masyarakatnya, mengingat kebutuhan air bersih yang begitu penting dalam menunjang kehidupan. Tersedia dan terdistribusikannya air bersih dengan baik kepada masyarakat, juga merupakan hal yang penting untuk dilakukan, karena hal tersebut bersinggungan dengan salah satu asas pelayanan publik yaitu, asas kepentingan umum, karena pengelolaan air dilaksanakan untuk memeberikan manfaat sebesar-besarnya bagi kepentingan umum.
Berdasarkan data laporan masyarakat yang masuk ke Ombudsman Kalsel, banyak masyarakat yang mengeluhkan tentang pendistribusian air yang tidak lancar, warga harus menunggu kapan air mengalir, untuk kemudian menampung air tersebut ditempat penampungan sementara, agar dapat memenuhi kebutuhan penggunaan air bersih dihari itu. Di wilayah Kab. Barito Kuala misalnya, sering kali air hanya mengalir pada waktu dini hari, disaat warga seharusnya beristirahat dan tidur lelap air malah mengalir walaupun tidak deras. Namun, karena air yang mengalir ini biasanya hanya terjadi pada saat jam 02.00-04.00 pagi hari atau di beberapa waktu tertentu, sehingga mengharuskan warga untuk bangun di pagi buta, menjaga kapan waktu air sekiranya mengalir, dan menampung air tersebut agar dapat memenuhi kebutuhan warga untuk hari itu.
Banyaknya kebutuhan akan penggunaan air setiap harinya yang tidak berimbang dengan distribusi air, menyebabkan aktivitas warga terganggu, bahkan untuk mandi dan buang air saja menjadi suatu kesulitan untuk mereka. Hal ini terlihat dari data yang ada pada website PDAM Batola yang menyatakan bahwa sebanyak 93.155 jiwa dari 289.995 jiwa penduduk Kabupaten Barito Kuala yang dapat terlayani air bersih. Artinya, bahkan tidak sampai 50% dari jumlah penduduk yang tinggal di Barito Kuala dapat menikmati air bersih dari PDAM.
Jika dilihat lebih lanjut, dapat dipetakan beberapa hal yang menjadi faktor penghambat dalam pendistribusian air bersih kepada masyarakat yang terjadi pada PDAM Barito Kuala, beberapa diantaranya adalah bertambahnya jumlah penduduk setiap tahun, berdampak kepada jumlah pembangunan perumahan baru yang semakin banyak. Setiap adanya pembangunan perumahan baru, maka akan ada permintaan pemasangan jaringan air untuk mendistribusikan air bersih kesetiap rumah warga.
Selanjutnya, pipa distribusi dan transmisi air yang dipasang oleh PDAM memiliki ukuran kecil, hal ini akan berdampak pada tekanan air yang dihasilkan dan proses pendistribusian kesetiap rumah warga. Semakin jauh jarak rumah warga dengan jaringan pipa induk, maka akan semakin sulit pendistribusian air bersih dilakukan. Bahkan hal tersebut dapat membuat tidak adanya distribusi air yang tersalurkan kerumahnya, karena tekanan air yang sangat rendah bahkan nol (tidak terdistribusi sama sekali).
Faktor lain yang tidak kalah penting adalah, tidak tercukupinya anggaran Daerah khususnya untuk proses pengelolaan dan pemeliharaan jaringan air bersih. Karena, proses tersebut membutuhkan biaya yang tidak sedikit, berdasarkan data dari website PDAM Batola disebutkan bahwa sistem eksisting yang telah beroperasi selama hampir 29 tahun sudah banyak yang menurun kemampuannya atau bahkan rusak sehingga tidak dapat berfungsi sama sekali. Kinerja Instalasi Pengolahan Air (IPA) yang sudah menurun, kemampuan pompa yang tidak sesuai lagi dengan kapasitasnya, jaringan perpipaan yang sudah keropos, genset yang tidak sesuai lagi dengan kebutuhan daya, serta peralatan operasioanal lainnya yang tidak sesuai lagi dengan perkembangan kebutuhan.
Meskipun banyak pelanggan PDAM yang masih mengalami kesulitan dalam menerima pendistribusian air bersih dengan lancar kerumahnya, bahkan tidak dapat menikmati air bersih sama sekali, namun warga tetap diwajibkan untuk membayar biaya operasional yang telah ditetapkan oleh Pemerintah Kabupaten Barito Kuala melalui batas tarif bawah. Batas tarif bawah ini merupakan tarif yang mengharuskan pelanggan untuk tetap membayar tagihan PDAM setiap bulannya walaupun pelanggan tidak mendapatkan distribusi air bersih dengan lancar atau bahkan tidak mendapat pendistribusian air bersih sama sekali.
Keharusan untuk tetap membayar ini sangat merugikan masyarakat, pada tahun 2022 saja para pelanggan PDAM mengalami kenaikan tarif untuk setiap kategorinya. Pemerintah beranggapan bahwa hal ini berkaitan dengan aturan dari Permendagri Nomor 21 Tahun 2021 tentang Revisi Ketentuan Perhitungan dan Penetapan Tarif Air Minum. Hal tersebut kemudian dilanjutkan dengan SK Gubernur Kalimantan Selatan Nomor 188.44/0660/KUM/2021 tentang Penetapan Besaran Tarif Batas Atas dan Tarif Batas Bawah air minum. Dan ditingkat Kabupaten Barito Kuala diatur dalam Peraturan Bupati Barito Kuala Nomor 101/ Tahun 2021 tentang Tarif Air Minum.
Masyarakat mengeluhkan kenaikan tarif dan keharusan untuk tetap membayar walaupun tidak ada distribusi air bersih yang mereka dapatkan. Menurut mereka, kenaikan tarif yang ada seharusnya juga berdampak dengan kelancaran pendistribusian air bersih yang lancar dan merata kesetiap pelanggan PDAM di Barito Kuala.
Solusi yang dapat dipertimbangkan oleh Pemerintah Daerah Barito Kuala yang pertama, pendayagunaan sumber daya air dengan optimal, yang dilakukan melalui kegiatan penatagunaan, penyediaan, penggunaan, pengembangan, dan pengusahaan sumber daya air secara optimal. Karena, hal tersebut menurut Undang-Undang Nomor 17 Tahun 2019 tentang Sumber Daya Air, yang bertujuan untuk memanfaatkan sumber daya air secara berkelanjutan dengan prioritas utama untuk pemenuhan air bagi kebutuhan pokok sehari-hari masyarakat.
Kedua, Pipa distribusi dan transmisi yang ada diganti dengan ukuran yang lebih besar, sehingga tekanan air yang dihasilkan lebih besar dan pendistribusian dapat dilakukan secara menyeluruh kerumah warga.
Ketiga, Anggaran daerah yang diprioritaskan untuk pendayagunaan sumber daya air dan pemeliharaan jaringan pipa distribusi air. Sehingga tidak hanya kenaikan tarif yang dialami oleh pelanggan PDAM yang dijadikan dana untuk terpenuhinya biaya operasional dan pemeliharaan jaringan. Pemerintah juga perlu menyadari bahwa kenaikan tarif haruslah berimbang dengan pendistribusian air, pengembangan operasional dan jaringan yang mengalami kenaikan jua.
Keempat, pengembang perumahan tidak semata-mata menjanjikan akan terpasangnya jaringan air bersih dari PDAM di perumahan yang sedang mereka bangun. Karena, seringkali pihak pengembang perumahan sendiri tidak memenuhi kewajibannya dalam menyediakan pemasangan jaringan perpipaan dan pemilihan lokasi blok/jalur/site yang akan dipasang pipa untuk mendistribusikan air bersih oleh PDAM. Semoga kedepan, pelayanan publik terkait distribusi air bersih dapat berjalan semakin maksimal, sehingga kebutuhan air bersih masyarakat dapat terpenuhi.