![D:\2022\September 2022\29 September 2022\8\8\sacasc.jpg](http://matabanua.co.id/wp-content/uploads/2022/09/d-2022-september-2022-29-september-2022-8-8-sacas.jpeg)
Perkembangan teknologi yang kian meningkat, secara langsung berpengaruh terhadap penyelenggaraan pemerintahan pada hampir seluruh negara di dunia. Kemajuan pada bidang teknologi dan informasi ini tidak dapat dihindari juga mempengaruhi sistem seperti pengumpulan data oleh pelbagai lembaga dan institusi pemerintahan yang terdapat pada negara.
Dalam hal ini dapat kita lihat bahwa banyak lembaga pemerintahan di Indonesia yang kini mulai menyesuaikan diri dengan menggunakan sistem digital dalam tugasnya. Akan tetapi perlu kita sadari juga bahwa, dibalik fakta banyaknya dampak positif yang dibawa oleh perkembangan teknologi yang kemudian melahirkan digitalisasi ini, juga diiringi oleh dampak negatif yang justru berbahaya bagi demokrasi. Dengan demikian tulisan singkat ini akan membahas mengenai pendapat penulis tentang keterkaitan digitalisasi tersebut dengan demokrasi khususnya pada pemilihan umum.
Seperti yang penulis katakan pada awal pembahasan, bahwa kemajuan teknologi berdampak pada sistem kerja sejumlah lembaga pemerintahan. sebagai contoh, di Indonesia sendiri terdapat lembaga pemerintahan sepert Komisi Pemilihan Umum yang memanfaatkan kemajuan teknologi tersebut. KPU sebagai lembaga pemerintahan yang salah satu tugasnya bertanggung jawab dalam menghimpun data masyarakat (data pemilih) memanfaatkan kemajuan teknologi tersebut dengan cara mengumpulkan data pemilih, memberikan informasi seputar pemilihan umum dan lain sebagainya melalui sistem digital (melelui website hingga aplikasi). Dengan demikian, ini merupakan sebuah hal yang positif jika dilihat dari sudut pandang efisiensi dan efektivitas kerja.
Berailih dari dampak positif kemajuan teknologi tersebut, kita tidak boleh lupa dengan potensi negatif yang dibawanya. Dimana pengumpulan data melalui sistem digital ini sangat berbahaya jika tidak diiringi dengan kemampuan pengamanan terhadap data digital tersebut. Bagaimana tidak, bahwa data digital yang tidak dilengkapi dengan sistem keamanan yang mumpuni, bisa saja dibobol serta disalahgunakan oleh oknum-oknum yang tidak bertanggung jawab. Sebagai pengingat sekaligus contoh, belum lama ini masyarakat indonesia dihebohkan dengan kajadian terdapat data masyarakat yang tiba-tiba terdaftar sebagai anggota partai politik pada Sistem Informasi Partai Politik (SIPOL).
Padahal mereka tidak pernah bergabung sebagai anggota maupun pengurus partai politik seperti yang terera pada sistem tersebut. Berdasarkan fenomena ini tidak tertutup kemungkinan bahwa data pribadi masyarakat tersebut juga berpotensi untuk disalahgunakan dalam pemilihan umum. Dalam hal ini masyarakat bisa saja kehilangan haknya untuk berpartisipasi dalam pemilihan umum tersebut.
Lebih jelasnya data pribadi masyarakat yang bocor ini, berpotensi untuk digunakan oleh orang lain dengan cara menambah perolehan suara bagi salah satu kandidat yang maju dalam pemilihan umum. Sehingga masyarakat yang bersangkutan bisa saja kehilangan haknya karena telah digunakan oleh orang lain. Berkaitan dengan potensi negarif penyalahgunaan data pribadi masyarakat ini, tentunya juga akan mempengaruhi kualitas demokrasi pada pemilihan umum. yang mana potensi kecurangan yang kemudian bisa saja meningkat, akan berakibat pada pemilihan umum yang justru berjalan dengan tidak demokratis.
Sedikit menyiggung tentang pemilu sebagai pesta demokrasi, yang sekaligus menjadi salah satu tolak ukur demokrasi ini, tentunya tidak akan terlepas dari azas-azas yang terdapat didalamnya pemilu itu sendiri. dimana dalam sistem pemilihan umum di Indonesia terdapat azaz yaitu: langsung, umum, bebas dan rahasia (LUBER) serta azas jujur dan adil (JURDIL). Berkaitan dengan azas tersebut pula, bagaimana demokrasi dalam pemilihan umum akan ditegakkan apabila rakyat sebagai pemilih berkemungkinan tidak mendapatkan atau kehilangan haknya sebagai akibat dari kebocoran data seperti yang dijelaskan diatas.
Merujuk pada pembahasan awal, hal ini tentu perlu jadi petimbibangan oleh lambaga pemerintah dalam hal peningkatan keamanan data masyarakat demi menjamin hak setiap warga negara. yang mana, mengingat tidak lama lagi Indonesia akan menggelar pesta demokrasi yakni pemilihan umum serentak pada tahun 2024.
Dengan demikian kita sebagai masyarakat dan terkhusus bagi yang telah memenuhi syarat sebagai pemilih (masyarakat Indonesia yang telah berusia 17 tahun/sudah pernah kawin) perlu waspada dan berhati-hati agar fenomena kebocoran data tersebut tidak membuat kita kehilangan hak dalam partisipasi politik pada pemilu tahun 2024 mendatang.
Serta bagi pemerintah juga harus lebih meningkatkan keamanan data masyarakat secara umum, agar perilah kebocoran data ini tidak menggangu stabilisas nasional dan menimbulkan bahaya bagi demokrasi pada kontek pemilu yang akan digelar dalam waktu dekat.