Adakah di antara kita yang mengenal Drs. Raden Mas Panji Sosrokartono?
Mungkin Sebagian di antara kita ada yang kenal dan ada juga yang belum. Bagi yang belum kenal mungkin terasa wajar karena nama ini memang tidak seterkenal adiknya yang begitu fenomenal dan menjadi simbol kebangkitan perempuan jawa, yaitu RA. Kartini.
Drs. Raden Mas Panji Sosrokartono yang merupakan kakak dari RA. Kartini adalah orang Indonesia pertama yang meraih gelar sarjana. Sosrokartono adalah mahasiswa pertama dari suku Jawa yang bersekolah di Belanda, tepatnya di University Leiden. Dari universitas tersebut, Sosrokartono mendapat gelar Docterandus in de Oostersche Talen dengan predikat summa cumlaude. Sebagai peraih gelar sarjana pertama, ia menjadi simbol dari kebangkitan intelektual bagi masyarakat Indonesia karena pendidikan merupakan salah satu sarana terpenting untuk mewujudkan cita-cita Bangsa Indonesia.
Jika dahulu ada nama Drs. Raden Mas Panji Sosrokartono sebagai peraih sarjana pertama, kini setiap tahun kita bisa menyaksikan fresh graduate dari kampus negeri maupun swasta di Indonesia yang jumlahnya tidaklah sedikit. Mereka berhasil menyelesaikan jenjang pendidikan yang diambil sehingga ia dinyatakan sah menyandang gelar sarjana yang secara resmi telah memiliki ijazah dari Perguruan Tinggi.
Sarjana-sarjana inilah yang nantinya diharapkan bisa menjadi generasi penggerak bangsa, bisa menjadi pemimpin, menyediakan lapangan kerja, membuat Indonesia menjadi negara hebat dan bermartabat. Di tangan sarjana yang notabene orang berpendidikan harapan dan cita-cita bangsa disandarkan.
Maka tidak heran jika pada tanggal 29 September 2014 Kementerian Pendidikan dan Kebudayaan melalui akun Twitternya menggaungkan Peringatan Hari Sarjana Nasional. Peringatan ini kemudian diperingati setiap tahunnya pada tanggal yang sama. Peringatan Hari Sarjana Nasional ini menjadi salah satu bentuk apresiasi terhadap perjuangan para mahasiswa yang telah berhasil meraih gelar sarjana dan menjadi bagian dalam generasi pembangun bangsa.
Problematika Sarjana
Data terbaru Badan Pusat Statistik (BPS) menunjukkan, per Februari 2022, tingkat pengangguran Indonesia tercatat sebesar 5,83% dari total penduduk usia kerja sejumlah 208,54 juta orang. Yang mencengangkan, dari 208,54 juta orang tersebut hampir 14%-nya adalah lulusan jenjang diploma dan sarjana (S1). “Ini merupakan sebuah ironi. Penduduk yang notabene mengenyam pendidikan tinggi untuk mendapatkan pekerjaan yang layak justru banyak dari mereka menganggur,” meskipun kita tahu bahwa ada alasan-alasan tersendiri yang menyebabkan mereka menganggur.
Sarjana yang masih menganggur tersebut erat kaitannya dengan ketidaksiapan mereka ketika lulus kuliah. Mereka masih bingung mau kemana, mau jadi apa, atau mau membuat apa setelah lulus, akibatnya mereka merasa harus mulai dari nol lagi untuk mendapatkan pekerjaan, menerapkan ilmunya, atau bahkan untuk mengabdikan dirinya di masyarakat.
Dalam menghadapi dunia luar, seorang mahasiswa harus mempersiapkan diri matang-matang karena dunia luar sangatlah berbeda dengan apa yang kita pelajari di kampus. Terkadang teori-teori yang sudah kita kuasai di kelas tidak serta merta bisa di implementasikan di masyarakat atau lingkungan.
Begitupun dengan peran sarjana dalam keidupan bermasyarakat yang diharapkan bisa menjadi agent of change nyatanya belum sepenuhnya bisa terealisasi dengan baik. Memang ada beberapa sarjana yang bisa memaksimalkan potensinya untuk menjadi penggerak di masyarakat namun yang tenggelam dan terbawa arus juga ada. Ini menunjukkan bahwa sarjana tersebut belum siap untuk mengarungi kerasnya dunia luar yang salah satunya disebabkan karena belum mempersiapkan diri secara matang saat kuliah.
Jika yang menjadi acuan kesuksesan seorang sarjana adalah Drs. Raden Mas Panji Sosrokartono yang merupakan sarjana pertama maka peran sarjana saat ini masih harus ditingkatkan lagi karena ibarat peribahasa jauh panggang dari api.
Ruang Refleksi
Jika memperhatikan hadiah peringatan Hari Sarjana Nasional yang diberikan kepada para sarjana, maka perlu adanya refleksi agar pantas menerima penghargaan tersebut. Diantaranya adalah dengan meningkatkan kualitas diri baik skil maupun intelektual. Karena kebanyakan sarjana yang masih menganggur diakibatkan karena skil yang kurang mumpuni sehingga perusahaan enggan memakai jasanya.
Selanjutnya dari sisi peran dalam masyarakat, sarjana yang dinarasikan sebagai orang yang berpendidikan harus bisa memberi dampak positif bagi lingkungannya, ia harus bisa membawa perubahan kearah yang baik bagi lingkunganya sehingga predikat orang berpendidikan bukan isapan jempol belaka.
Untuk mewujudkan itu semua, perlu persiapan yang panjang yang dimulai saat masih duduk di bangku kuliah dengan cara kita ambil semua ilmu yang ada di bangku kuliah, kita ikuti organisasi, dan sebisa mungkin diimplementasikan dalam kehidupan bermasyarakat.
Dengan demikian, sarjan-sarjana tersebut bisa disebut agent of change dan layak untuk mendapatkan penghargaan “Hari Sarjana Nasional”, karena penghargaan hanya diberikan kepada mereka yang mau berjuang, kepada mereka yang mau berkorban, penghargaan bukan diberikan kepada mereka yang berpangku tangan.