
JAKARTA – Polri melakukan sidang komisi kode etik terhadap mantan Kadiv Propam Polri Irjen Ferdy Sambo, buntut dari kasus pembunuhan Brigadir J atau Nofriansyah Yosua Hutabarat, Kamis (25/8).
Sejak sidang dibuka pada pukul 09.25 hingga 20.25 WIB, tim Komisi Kode Etik Polri (KKEP) sudah memeriksa 8 dari 15 saksi yang hadir. Hingga, tadi malam atau berita ini diturunkan, sidang masih berlangsung untuk memeriksa para saksi.
“Sekarang total 8 saksi,” ujar Kabag Penum Humas Polri Kombes Nurul Azizah ketika dikonfirmasi, Kamis (25/8), seperti dikutip cnnindonesia.com.
Delapan orang saksi tersebut yaitu ketiga tersangka pembunuhan berencana terhadap Brigadir J, yakni Bharada Richard Eliezer, Bripka Ricky Rizal, dan asisten rumah tangga Kuat Maruf.
Sementara lima orang lainnya adalah Brigjen Hendra Kurniawan, Brigjen Benny Ali, AKBP Arif Rahman, Kombes Agus Nurpatria, dan Kombes Susanto.
Sidang etik digelar tertutup di Gedung TNCC Divisi Propam Polri, Jakarta Selatan.
Adapun dalam kasus pembunuhan Brigadir J, sejauh ini kepolisian telah menetapkan lima orang tersangka. Mereka adalah Ferdy Sambo serta istri, Putri Candrawathi. Kemudian, Bharada Richard Eliezer, Bripka Ricky Rizal, dan Kuat Maruf.
Para tersangka dijerat dengan Pasal 340 subsider Pasal 338 KUHP juncto Pasal 55 KUHP juncto Pasal 56 KUHP. Empat tersangka sudah ditahan, sementara Putri masih menunggu pemeriksaan selanjutnya.
Selain itu, inspektorat khusus telah memeriksa 97 personel Polri terkait dugaan ketidakprofesionalan dalam menangani kasus kematian Brigadir J yang terjadi di rumah dinas Sambo. Sebanyak 35 personel Polri dinyatakan diduga melanggar etik.
Kehadiran Ferdy Sambo dalam sidang etik itu menarik perhatian pakar ekspresi, Kirdi Putra.
Dia mengatakan ekspresi Ferdy Sambo terlihat santai saat menjalani sidang kode etik di TNCC Divisi Propam Polri tersebut.
Menurutnya, Ferdy Sambo terlihat santai jika dilihat dari gestur wajah. Dimana samping bibir, di bagian bawah mata terlihat loose.
“Jadi tidak tampak ada sesuatu tarikan tegang. Jadi bisa ditarik analisa bahwa dia (Ferdy Sambo) dalam kondisi jauh lebih santai dibanding sebelumnya (saat muncul pertama kali),” tutur Kirdi Putra dikutip dari YouTube TVOne, Kamis (25/8) siang.
Kirdi juga melihat Ferdy Sambo tenang saat duduk di ruang sidang, di depan para jenderal bintang tiga Polri.
“Posisi duduknya terlalu santai buat saya untuk berhadapan dengan sidang dengan rekan-rekan yang pangkatnya lebih tinggi,” kata Kirdi.
Dia mempertanyakan ada apa di balik gestur santai Ferdy Sambo.
“Kasus ini sangat besar lho dan menyeret 80 lebih (personel). Dengan hal ini, kok bisa sesantai itu. Ada apakah? Ini masih punya kartu turf kah? Atau memang ada sesuatu yang membuat dia santai dan tidak khawatir akan konsekuensi besar yang akan menimpa dia,” ujarnya.
Kirdi pun membandingkan dengan ekspresi Ferdy Sambo saat pertama kali muncul pada 4 Agustus 2022 lalu untuk menjalani pemeriksaan di Bareskrim Polri.
Dia mengatakan bahwa Ferdy Sambo saat itu terlihat tegang ketika didengar dari intonasi suaranya saat berbicara di depan awak media pada saat itu.
“Dengan cara penekanan intonasi kata-kata yang disampaikan, itu juga salah satu pendukung dia saat itu dalam kondisi tidak santai,” katanya.
Ancaman Mati
Menurut polisi, Brigadir J tewas setelah ditembak di rumah dinas eks Kadiv Propam Polri Irjen Pol Ferdy Sambo di Kompleks Polri, Duren Tiga, Jakarta Selatan, Jumat (8/7) lalu.
Polisi telah menetapkan lima tersangka kasus pembunuhan terhadap Brigadir J. Mereka adalah Putri Candrawathi (PC), Ferdy Sambo (FS), Bharada Richard Eliezer (RE), Brigadir Ricky Rizal (RR), dan Maruf Kuat (KM).
Dalam kasus ini, Bharada RE berperan sebagai eksekutor penembakan Brigadir J. Bripka RR turut menbantu dan menyaksikan penembakan korban. Tersangka KM juga ikut membantu dan menyaksikan penembakan Brigadir J.
Sedang Irjen Pol Ferdy Sambo menyuruh melakukan penembakan Brigadir J, dan Putri Candrawathi mengajak Bharada E, Bripka RR, KM dan Brigadir J berangkat ke lokasi penembakan.
Selain Putri, penyidik telah menerapkan Pasal 340 KUHP subsider Pasal 338 juncto Pasal 55 dan 56 KUHP kepada keempat tersangka lainnya.
Mereka terancam maksimal hukuman mati atau seumur hidup atau penjara maksimal 20 tahun.
Ferdy Sambo telah dinonaktifkan dari jabatan sebagai Kadiv Propam Polri. Ia juga terancam dipecat dari anggota Polri. web