
Oleh: Mukarramah (Pendidik)
Aqsa Working Group mengecam keras langkah Zionis Israel yang kembali membombardir Gaza. Setidaknya 13 orang syahid termasuk seorang gadis berusia lima tahun.
“AWG mengutuk sekeras kerasnya atas agresi Zionis ini. Serangan ini, sekali lagi membuktikan bahwa mereka adalah rezim dzalim yang tersisa yang harus dimusnahkan dari muka bumi,” tulis AWG dalam keterangan tertulisnya kepada Republika.co.id, Ahad (7/8/2022).
Para pemimpin dunia dan seluruh komunitas internasional dituntut untuk merespons kedzaliman ini dengan nyata. Tidak sekedar gimmick diplomatik apalagi standar ganda, memberikan kecaman tapi terus menjalin hubungan mesra dengan Zionis. Atau mengutuk, memberi sanksi, dan memboikot Rusia atas invasi ke Ukraina tapi membiarkan kedzaliman Zionis di Palestina.
Kepada pemerintah dan seluruh rakyat Indonesia, AWG menyerukan untuk terus memperkuat bantuan dan dukungan kepada rakyat Palestina dan menghindari sejauh-jauhnya hubungandengan Zionis Israel. Termasuk menolak keikutsertaan Timnas U-19 Israel pada Piala Dunia U-20 di Indonesia tahun depan. Karena penolakan itu sejalan dengan amanatPembukaan UUD 1945 Alinea Pertama, juga seruan Presiden Joko Widodo pada Konferensi OKI tahun 2016 untukboikot Israel.
Kepada rakyat Palestina diserukan untuk terus tabah dan sabar menggelorakan perlawanan terhadap Zionis Israel. Karena sejatinya, melawan Israel adalah melindungi kemuliaan Masjid Al Aqsa. Akan tetapi harus disadari bahwa perlawanan itu hanya akan berhasil jika persatuan nasional dapat diwujudkan.
Menolak dengan keras tindakan semua pihak yang mendukung atau bersimpati kepada Zionis pada hakikatnya mendukung ketidakadilan dan pelanggaran HAM merupakan sikap yang bertentangan dengan UUD 1945 yang mana secara tegas menentang adanya penjajahan di mukabumi.
Salah satu penyebab Israel selalu menyerang Palestina yaitu deklarasi balfour. Ketika Palestina dikuasai oleh Dinasti Turki Utsmani (1876-1909 M), kaum Yahudi terus berusaha mengambil wilayah Palestina dari kekuasaan ini. Tokoh Zionis Israel, Theodore Herzl, berusaha membujuk Sultan Abdul Hamid II untuk mengembalikan Palestina ke tangan Israel. Permintaan itu ditolak mentah-mentah Sultan Abdul Hamid II.
Gagal mendapat konsesi dari Pemerintahan Turki Utsmani (Ottoman), bangsa Yahudi menggalang dukungan international untuk menyukseskan misi Zionis: membentuk negara Yahudi di Palestina. Dukungan utama datang dari Inggris hingga akhirnya keluarnya Deklarasi Balfour (diambil dari nama Menteri Luar Negeri Inggris, Arthur James Balfour), pada 2 November 1917, kepada Presiden Federasi Zionis Inggris, Lord Rothchild.
Deklarasi itu menyebabkan wilayah Palestina terbagi tiga.
Pertama, negara Yahudi mencakup 57 persen dari total wilayah Palestina dan meliputi hampir seluruh wilayah yang subur, dengan perimbangan penduduk 498 ribu Yahudi dan 497 ribu Arab.
Kedua, negara Arab Palestina mencakup 42 persen dari total wilayah Palestina dan hampir seluruh wilayahnya tandus dan berbukit-bukit. Perimbangannya, 10 ribu Yahudi dan 725 ribu Arab.
Ketiga, zona internasional (Yerusalem) dengan perimbangan penduduk 100 ribu Yahudi dan 105 ribu Arab. Padahal, pada 1922 atau sekitar 26 tahun sebelum resolusi PBB itu, ketika Liga Bangsa-Bangsa memberi mandat kepada Inggris, penduduk Arab Palestina berjumlah 668 ribu orang dan menguasai 98 persen wilayah Palestina. Sedangkan, penduduk Yahudi yang berjumlah 84 ribu orang hanya menguasai dua persen tanah Palestina.
Islam mengajarkan pemeluknya menjalin persatuan yang kuat antara sesama umat Islam kendati berbeda bangsa, budaya, dan bahasa. Dalam petikan sebuah hadis riwayat Muslim, seorang Muslim adalah saudara bagi Muslim lainnya.
Seorang Muslim tidak boleh berbuat zalim, menelantarkan, berdusta, dan menghina Muslim lainnya. Pada redaksi hadis yang berbeda dijelaskan bahwa tidak sempurna iman seorang Muslim sebelum ia mencintai saudaranya sebagaimana mencintai dirinya sendiri.
Selain itu, hubungan sesama Muslim diibaratkan seperti satu tubuh. Bila salah satu anggota tubuh mengalami sakit maka anggota tubuh lainnya pun akan merasakan sakitnya.
Karena itu, negeri Islam manapun yang dijajah, penduduknya diusir, dizalimi, dibunuh maka wajib hukumnya mengusir penjajah dengan memerangi mereka. Kewajiban ini berlaku bagi umat Islam dimana pun berada, selama penjajah masih bercokol di negeri Islam dan belum diusir. Allah SWT berfirman (yang artinya): Perangilah di jalan Allah orang-orang yang memerangi kalian, (tetapi) janganlah kalian melampaui batas karena sesungguhnya Allah tidak menyukai orang-orang yang melampaui batas (TQS al-Baqarah [2]: 190).
Allah SWT mempertanyakan kaum Muslim, terutama mereka yang memiliki kekuatan seperti angkatan bersenjata, yang diam saat umat Islam yang didzalimi memanggil. Allah SWT berfirman (yang artinya): Mengapa kalian tidak mau berperang di jalan Allah dan (membela) orang yang lemah, baik laki-laki, perempuan maupun anak-anak yang berdoa, “Tuhan kami, keluarkanlah kami dari negeri ini (Makkah) yang penduduknya zalim.” (TQS an-Nisa’ [4]: 75).
Karena itu tidak boleh seorang Muslim mengatakan persoalan Palestina bukan persoalan kita. Apalagi Allah SWT secara khusus menyebut tanah Palestina ini sebagai tanah yang diberkahi (QS al-Isra’ [17]: 1). Baitul Maqdis yang terletak di Elia (Yerussalem) merupakan tempat asal para nabi (terdahulu) sejak Nabi Ibrahim as. Allah SWT memuliakan tempat ini menjadi tempat singgah Rasulullah saw. saat diperjalankan Allah dalam Isra’ dan Mi’raj. Semua nabi dikumpulkan di Masjid al-Aqsha. Rasulullah saw. mengimami para rasul dan nabi yang menunjukkan bahwa beliau adalah imam terbesar dan pemimpin para nabi.
Pernyataan yang menyebutkan masalah Palestina adalah bukan urusan kita jelas adalah pernyataan batil dan mungkar yang harus ditolak oleh setiap Muslim. Pernyataan ini juga berbahaya karena akan melemahkan persatuan umat Islam sekaligus membahayakan negeri ini yang merupakan bagian dari negeri Islalm. Justru dengan persatuan umat Islam inilah, negeri-negeri Islam menjadi kuat. Bukan seperti sekarang yang dipecah-belah menjadi negara-negara bangsa yang lemah dan tak berdaya. Tidak peduli terhadap sesama umat Islam dengan alasan bukan kepentingan nasional yang semu.
Solusi syar’i yang komprehensif atas masalah Palestina ini tidak lain adalah mencabut penjajahan hingga akar-akarnya dari Bumi Palestina yang diberkati. Sebab, penjajahan entitas Yahudi inilah yang menjadi persoalan mendasar krisis Palestina.
Dalam Islam, peperangan menjadi salah satu alternatif setelah diplomasi gagal dilakukan. Tetapi, perang dalam Islam harus memenuhi unsur larangan yang sangat tegas, misalnya tidak boleh membunuh warga sipil, tidak boleh membunuh perempuan dan anak-anak, juga tidak boleh merusak tumbuhan.
Dalam sejumlah hadis diterangkan tentang aturan peperangan, yaitu tidak membunuh perempuan, anak-anak, dan orang tua. Selain itu, dilarang juga membunuh rahib. Islam juga mengajarkan agar tidak melanggar perjanjian dalam perang serta tidak memutilasi mayat.
Selain itu, Islam juga mengajarkan agar tidak merusak alam dan lingkungan dalam perang, bahkan sekalipun menebang pohon kurma dan membakarnya. Dilarang juga membunuh hewan ternak, menebang pohon yang berbuah, dan merobohkan bangunan. Wallahua’lam []