BANJARMASIN – Dengan adanya aturan pemerintah pusat yang dinilai tidak sejalan dengan kebijakan daerah membuat pemerintah daerah terbebani.
Persoalan itu merupakan pembahasan utama dalam Rapat Kerja Nasional (Rakernas) XV Apeksi 2022 di Kota Padang.
“Persoalan ini disebut dengan istilah Tsunami Regulasi oleh Ketua Umum Apeksi, Wali Kota Bogor, Bima Arya dalam Rakernas XV Apeksi kemarin,” ungkap Walikota Banjarmasin H Ibnu Sina saat ditemui awak media di Balai Kota, Kamis (11/08) siang.
Ia menilai, aturan yang berbenturan dengan kebijakan pemerintah daerah yang dimaksudnya tersebut memberikan dampak, dan secara tidak langsung menjadi beban bagi pemerintah daerah.
Misalnya terkait dengan penghapusan tenaga honorer dan pengangkatan Pegawai Pemerintah dengan Perjanjian Kerja (PPPK).
Ibnu membeberkan, bahwa persoalan tersebut terjadi di masing-masing daerah. Pasalnya, selama ini gaji yang diberikan kepada pegawai PPPK masih bertumpu pada dana APBD masing-masing kabupaten/kota.
Padahal sebelumnya, pemerintah pusat sempat melontarkan janji kalau anggaran penggajian PPPK di daerah akan ditopang oleh Dana Alokasi Umum (DAU) tambahan yang bersumber dari pemerintah pusat.
“Tapi sampai sekarang apa yang dijanjikan dengan DAU tambahan belum ada realisasinya,” ungkapnya.
Selain itu, aturan lain yang bertentangan dengan kebijakan pemerintah daerah juga terjadi dalam hal perizinan.
Ibnu menuturkan, selama ini perizinan yang menggunakan Online Single Submission (OSS) seakan acuh dengan kebijakan yang berlaku di daerah, khususnya di Kota Banjarmasin.
“Termasuk izin penjualan minol (minuman beralkohol) dan pendirian cafe,” ujarnya.
Ia lantas mencontohkan cafe yang berdiri dengan memakai jalur OSS. Seperti yang terjadi pada perizinan cafe di samping Rumah Dinas Kapolda Kalsel, di Jalan MT Haryono, Kelurahan Kertak Baru Ulu, Kecamatan Banjarmasin Tengah.
“Kita tidak pernah memberikan izin mereka mendirikan cafe di sana, meski pengelolahya sudah tiga tahun mengajukan melalui DPMPTSP. Karena lokasi di sana dekat dengan objek vital, yakni Rumah Dinas Kapolda Kalsel,” bebernya.
“Tapi, tiba-tiba saja berdiri, setelah ditelusuri, rupanya mereka sudah mengantongi izin melewati OSS,” tambahnya.
Karena itulah, Ibnu menekankan agar pemerintah pusat juga harus berkoordinasi dengan pemerintah daerah, khususnya dalam penerbitan perizinan.
“Karena OSS tidak tahu kalau lokasi cafe yang diajukan ini berdiri di samping Rumdin Kapolda Kalsel. Itulah kelemahan dari sistem OSS ini,” tukasnya.
Padahal, Ibnu melanjutkan, yang melaksanakan dan mengetahui kondisi adalah pemerintah daerah, sehingga tumpang tindih aturan tersebut seolah-olah membuat keberadaan pemerintah daerah hanyalah sebuah objek belaka.
“Coba lah dengarkan suara dari daerah dengan melibatkan pemerintah setempat, ketika membuat sebuah aturan,” tukasnya
“Jangan sampai izin dikeluarkan, kita di daerah hanya menerima dampaknya saja, pemerintah pusat juga harus melihat seperti apa kondisi di daerah,” tandasnya.
Kendati demikian, kondisi tersebut sudah disampaikan langsung kepada Menteri Dalam Negeri, Tito Karnavian yang hadir dalam Rakernas XV Apeksi di Kota Padang.
“Pak Mendagri kemarin menginstruksikan membentuk tim kecil untuk mengkomunikasikan hal ini dengan Kemendagri,” ujarnya.
“Dan beliau (Mendagri) siap memfasilitasi apa saja yang menjadi kewenangannya dan mengkomunikasikan dengan kementerian yang lain agar persoalan tersebut bisa teratasi,” tuntasnya. dwi