Oleh : Ummu Wildan
Indonesia kembali memperingati Hari Anak Nasiona pada Juli inil. Sepintas terkesan anak menjadi sosok yang spesial di negeri ini. Tema yang diusung adalah Anak Terlindungi, Indonesia Maju. Namun yang jadi pertanyaan adalah mungkinkah tema yang luar biasa tersebut bisa diraih mengingat berbagai masalah yang masih mendera anak Indonesia hari ini.
Menteri PPPA Bintang Puspayoga mengharapkan dengan peringatan ini mengingatkan kita tentang pemenuhan hak anak. Secara khusus lagi demi tercapainya Indonesia Layak Anak 2030.
Berbagai kegiatan pun diluncurkan, seperti bakti sosial dan pemeriksaan kesehatan di beberapa titik di kota besar hingga bantuan untuk suku Asmat di pedalaman. Penghargaan pun diberikan kepada kabupaten dan kota layak anak.
Namun ketika kita mencoba mengulik berita terkait anak yang diliput media, sungguh menyesakkan dada. Hak-hak anak dalam Konvensi Hak Anak yang disahkan dalam Keppres No. 36 Tahun 1997 terkait 10 hak mutlak anak tak dapat mereka nikmati.
Kasus seorang bocah di Tasikmalaya yang depresi hingga meninggal setelah mengalami perundungan oleh teman sebayanya hanyalah fenomena gunung es dari paparan pornografi dan pornoaksi di dunia anak. Sang bocah dipaksa temannya untuk melakukan adegan seksual dengan kucing. Kejadian itupun direkam dan disebarkan.
Anak-anak tak lagi sekedar korban. Mereka kini terdidik menjadi pelaku kejahatan oleh sistem kehidupan yang mereka tumbuh di dalamnya.
Tak sedikit anak yang menjadi pelaku kejahatan tumbuh di lingkungan hidup yang tak layak anak. Ada anak yang tumbuh di keluarga yang tak harmonis. Ayah sibuk bekerja. Ibu sosialita. Ada pula anak yang terpaksa tak terurus karena ayah dan ibu yang habis waktunya membanting tulang akibat terhimpit beban ekonomi yang semakin hari semakin sulit.
Anak-anak yang tidak terjaga oleh orang tua ini pun tak terjaga oleh masyarakat dan negara. Anak-anak dengan mudah terpapar konten pornografi dan pornoaksi, begitupun konten kekerasan. Karaoke pinggiran hingga konser musik yang menampilkan perempuan-perempuan berpakaian seronok dengan gaya melenggak lenggok dapat diakses anak dengan mudah. Begitupun gawai yang dapat menghubungkan anak dengan segala macam konten dapat dimainkan anak beragam usia.
Anak-anak yang ingin dilindungi dengan sejumlah peraturan di negeri ini dirusak oleh peraturan lainnya. Hal ini mungkin terjadi karena sistem yang berlaku di negeri ini adalah sekularisme atau pemisahan agama dari kehidupan. Peraturan dapat disahkan bila dilihat ada manfaat dari sudut pandang manusia di dalamnya. Misalnya saja terkait regulasi miras. Sesuatu yang mutlak keharamannya, baik dari segi pengolahan, distribusi, jual beli, hingga keuntungan yang diperoleh darinya. Terkait media massa, anak terdidik pun dapat mudah terpapar konten berbau pornografi bahkan di portal berita besar ketika diberi tugas sekolah untuk mencari materi pembelajaran lewat internet; hal ini selain terkait regulasi media massa juga regulasi pendidikan yang sekuler.
Akan berbeda ketika sekulerisme ditanggalkan. Para orang tua akan selalu diingatkan tentang tanggungjawab utama mereka terhadap anak adalah menjaga mereka dari siksa api neraka. Masyarakat pun akan saling mengingatkan tentang aturan berinteraksi mereka; tentang pemisahan laki-laki dan perempuan kecuali pada perkara yang memaksa, yaitu pendidikan, kesehatan, ekonomi dan keamanan. Adanya amar ma’ruf nahi munkar adalah satu keniscayaan pula dilakukan. Begitupun tolong menolong secara ekonomi lewat mekanisme zakat, infaq dan sedekah kepada keluarga yang membutuhkan
Pemerintah pun turut andil dalam membuat dan menerapkan aturan yang komprehensif. Peraturan yang dibuat tidak semata memandang manfaat semata, namun juga memperhatikan halal dan haram agar keberkahan melingkupi.
Pengelolaan sumber daya alam akan dilakukan sendiri oleh pemerintah agar keuangan yang diperoleh maksimal dan dapat dipergunakan untuk meringankan beban ekonomi rakyat. Begitupun pembiayaan pendidikan dan kesehatan yang saat ini memusingkan para orang tua akan dapat diringankan. Kurikulum pendidikan pun diarahkan agar peserta didik siap menjadi pemakmur bumi, yang salah satunya adalah menjadi orang tua yang bertanggung jawab.
Terkait media massa, maka hal-hal yang diharamkan akan dilarang untuk disiarkan meskipun para pengiklan menjanjikan biaya yang besar untuk penayangannya. Misalnya saja pornografi, pornoaksi dan kekerasan tidak akan mendapatkan peluang tayang. Ketika ada yang berani melawan maka sanksi tegas menanti baik dari peringatan, penutupan media bahkan hingga berujung jeruji.
Adanya aturan yang menyeluruh, tak hanya hak anak yang terpenuhi, namun hak orang tua sebagai pengayom anak pun akan terpenuhi. Indonesia maju yang dicita-citakan pun akan dapat terwujud.