
Perbedaan gender antara laki-laki dan perempuan di perpolitikan pada saat sekarang ini belum dapat terlepas dari pandangan sebagian besar masyarakat di negara berkembang. Adanya perbedaan suatu pola pikir yang substansial antara negara yang relatif belum maju dibandingkan negara maju. Masyarakat dinegara berkembang umumnya menganggap urgensi keterwakilan perempuan di diskusi publik maupun perpolitikan tidak dianggap penting ketimbang mengurus rumah tangga, dikarenakan budaya patriarki masih sangat mengakar faktor agama juga menjadi pertimbangan
Perempuan cenderung tidak memiliki status dalam masyarakat dikarenakan kesadaran adanya pemisahan dunia publik dan domestik bagi perempuan sehingga keberanian seorang perempuan dalam terjun didunia politik disesuaikan dengan pandangan masyarakat disekitarnya. Dinegara berkembang umumnya umumnya perempuan didunia politik tidak memiliki akses yang seperti laki-laki akan tetapi didomestik perempuan juga tidak memiliki hak atas milik. Sehingga dengan pandangan tersebut keberadaan perempuan selalu dinomor duakan setelah laki-laki yang mana laki-laki selalu dapat meraih kekuasaan atas suatu institusi publik dan juga dapat menjadi kepala keluarga.
Dibandingkan dengan negara maju, kebebasan dan pengakuan atas partisipasi perempuan dalam publik sangat bebas dan budaya patriarki tidak lagi dianggap sebagai suatu kebutuhan publik dalam pengambilan keputusan dipolitik. Negara maju cenderung memiliki institusi struktural kekuasaan yang tinggi dan dipatuhi oleh rakyatnya sehingga masyarakat cenderung fokus patuh akan aturan dan lebih memilih bagaimana menghasilkan suatu program kebijakan dan kemajuan perekonomian untuk stabilisasi pendapatan mereka. Penerapan sistem yang cenderung kapitalis membuat pemikiran baru bahwa kebebasan perempuan dalam ikut serta disemua sisi kehidupan termasuk dalam perpolitikan menjadi hal positif dan menguntungkan bagi perempuan.
Diskriminasi terhadap kehadiran perempuan diranah publik di negara maju cenderung tidak terlihat sebab kebudayaan patriarki yang telah hilang dinegara maju membuat pemikiran masyarakat dapat selangkah lebih maju ketimbang negara berkembang. Disisi lain sistem pendidikan yang juga maju dinegara barat juga mempengaruhi pemikiran perempuan untuk lebih dapat mengeksplorasikan pemikirannya di ranah publik ketimbang tidak memanfaatkan pendidikan yang telah ia dapatkan dengan susah payah. Hal ini tentunya berbeda dengan negara berkembang yang memiliki pandangan sejauh apapun perempuan melanjutkan pendidikannya tetap akan kembali ke dapur sumur dan kasur, sehingga kepercayaan diri perempuan dinegara berkembang tidak sama dengan negara maju yang cenderung lebih dihargai pencapaiannya sehingga berpengaruh terhadap rasa semangat bagi seorang perempuan.
Dari pandangan-pandangan yang lahir dari negara maju dan negara berkembang tentu juga dipengaruhi oleh tindakan pemerintahan yang juga peduli dengan kesetaraan gender di ranah publik. Negara berkembang cenderung lebih meningkatkan upaya dalam menghadirkan konstitusi yang melindungi hak perempuan di ranah publik dan politik agar suatu kebijakan dapat juga mepresentasikan kebutuhan perempuan yang tentunya beda dengan kebutuhan laki-laki. Selain itu upaya pemerintah untuk meningkatkan partisipasi perempuan dalam perpolitikan adalah dengan menghadirkan affirmative action, yang mana upaya ini dapat berupa memberi kapasitas khusus kepada perempuan untuk mengisi pertisipasinya dalam pemerintahan, seperti yang diterapkan di Indonesia yaitu kebijakan yang memberi kesempatan pada perempuan untuk duduk dikursi legislatif dengan kuota minimal 30%. Tentunya dengan upaya ini dapat memberikan kepercayaan diri seorang perempuan yang berada dinegara yang masih menganut sistem patriarki agar dapat memiliki akses berada dalam sebuah lingkaran pengambilan keputusan.
Walaupun upaya peningkatan partisipasi dan representasi perempuan dalam politik dinegara berkembang belum bisa dipisahkan dari konstitusi yang baru disahkan, akan tetapi hal ini dapat menjadi suatu langkah untuk dapat mewujudkan kesetaraan gender diranah publik. Ketimbang dengan negara maju yang umumnya kesetaraan gender mulai terlihat disebabkan oleh sistem pendidikan dan perekonomian yang lebih maju, kesetaraan gender mereka cenderung atas dasar kesadaran dari perempuan itu sendiri dinegara maju, dikarenakan penerapan sistem kapitalis sehingga kehadiran perempuan diranah publik tidak perlu tergantung oleh perlindungan konstitusi. Perempuan dinegara maju dapat lebih leluasa memanfaatkan keahliannya dari pendidikan yang mumpuni dari yang didapatkan selama di perguruan tinggi. Tentunya hal ini menjadi perbedaan pandangan masyarakat dan upaya pemerintah dalam mensejajarkan partisipasi antara perempuan dan laki-laki terhadap suatu kebijakan publik.
Pada dasarnya baik itu dinegara maju maupun dinegara berkembang tetap memiliki tujuan agar menerima perbedaan antara kesetaraan hak pilih perempuan dan laki-laki dalam politik dapat terwujud. Akan tetapi tentunya tidak mudah bagi negara berkembang dapat mengubah persepsi masyarakat seperti negara maju agar lebih mengedepankan urgensi tujuan bersama dari implementasi kebijakan dengan melibatkan hasil dari tuntutan baik itu laki-laki maupun perempuan dalam suatu kebijakan. Tentunya perempuan juga membutuhkan kebijakan yang juga memperhatikan keadaan mereka dari suatu peraturan seperti pemberian izin cuti dalam berkerja setelah melahirkan, tentunya masih banyak keperluan lainnya yang memiliki perbedaan kebutuhan antara laki-laki maupun perempuan. Dalam mencapai hal ini perlunya keterlibatan perempuan dalam pengambilan keputusan, agar kebijakan yang general bagi masyarakat juga mempertimbangkan sisi kebutuhan perempuan yang tidak bisa disepelekan.
Pandangan masyarakat baik itu dinegara maju maupun dinegara berkembang sama-sama memiliki pandangan dari dua sisi yang berbeda. Disuatu sisi anggapan dalam hal asumsi sosial yaitu perempuan dianggap lemah sehingga perlunya affirmative action untuk meningkatkan partisipasi perempuan diranah publik dan umumnya fenomena ini terdapat dinegara berkembang. Sedangkan disisi lain anggapan bahwa perempuan juga sama kuatnya dengan laki-laki sehingga perempuan dengan kesadarannya dapat mewujudkan mimpinya dalam terjun ke perpolitikan sebagai representasi perempuan diranah publik, tentunya anggapan ini cenderung lebih diterapkan dinegara maju walaupun dinegara berkembang juga mulai menyadari pandangan ini.
Dapat diketahui dari tujuan menghadirkan perempuan diranah publik khususnya di perpolitikan pada dasarnya adalah untuk menghindarkan adanya perlakuan berbeda terhadap orang-orang dalam suatu situasi yang melibatkan perempuan. Baik itu negara maju maupun berkembang sama-sama memiliki tujuan yang sama agar kesetaraan gender dapat terwujud dan juga menghindari diskriminasi. Emansipasi wanita yang diupayakan oleh perempuan diseluruh dunia bukan berarti untuk lebih meningkatkan status perempuan dan merendahkan martabat laki-laki, akan tetapi adalah untuk mengupayakan hadirnya keesetaraan gender diranah publik agar kebutuhan perempuan dalam suatu kebijakan publik dapat direpresentasikan melalui keterwakilan perempuan. Sejatinya hak semua orang itu sama didepan hukum maupun publik, tidak peduli itu perempuan ataupun laki-laki karena kebebasan dalam berpendapat adalah untuk mewujudkan tujuan yang sama, yaitu keadilan.