
JAKARTA – Polri menjadi sorotan publik setelah menimbulkan sejumlah kejanggalan dalam kasus kematian Brigadir Nofriansyah Yosua Hutabarat atau Brigadir J. Sejumlah pihak mendesak kepolisian segera menuntaskan kasus ini dan tidak berhenti sampai penonaktifan Kadiv Propam Polri Irjen Ferdy Sambo.
Berbagai kejanggalan kasus Brigadir J muncul ke permukaan. Salah satunya dipicu pernyataan kepolisian yang menyebut Brigadir J tewas usai adu tembak dengan Bharada E-pengawal Irjen Ferdy Sambo.
Kejanggalan tercium setelah sejumlah saksi di lokasi menyebut tak terdengar suara adu tembakan. Beberapa pemerhati kepolisian juga menyatakan polisi berpangkat Bharada belum boleh memegang senjata api.
Kejanggalan lain yang terkuak adalah matinya CCTV di lokasi kejadian. Selain itu, kasus baru diungkap pada Senin 11/7)-tiga hari usai kejadian.
Peneliti bidang kepolisian dari Institute for Security and Strategic Studies (ISESS) Bambang Rukminto mendesak Polri transparan, akuntabel, serta cepat menuntaskan kasus kematian Brigadir J.
Dia menilai selama ini kepolisian sibuk menutupi sejumlah hal yang berakibat pada kejanggalan kasus ini. Bambang khawatir kepercayaan publik kian tergerus jika kepolisian terus berkilah dalam kasus ini.
“Di era seperti saat ini, tidak bisa Polri menunda dengan alasan ini adalah hak kepolisian dalam rangka penyidikan, tidak bisa seperti itu karena ini menyangkut publik,” kata Bambang saat dihubungi cnnindonesia.com, Selasa (19/7).
Bambang mengapresiasi langkah Kapolri Jenderal Listyo Sigit Prabowo menonaktifkan Ferdi Sambo selama kasus ini. Dia menilai hal itu dapat meminimalisasi konflik kepentingan.
Meski demikian, ia menyayangkan langkah itu tak dilakukan sejak awal. Dia juga menegaskan penuntasan kasus kematian Brigadir J tak boleh berhenti dengan penonaktifan Ferdi Sambo.
Dia berpendapat kepolisian perlu mengusut dugaan penghalangan pengusutan kasus sejak awal.
“Langkah konkret kapolri tidak cukup hanya dengan menonaktifkan Ferdi Sambo, tetapi juga harus bersih-bersih internal semuanya. Siapa yang membuat kehebohan ini di awal juga harus segera dibersihkan,” ucapnya.
Dihubungi terpisah, peneliti Institute for Criminal Justice Reform (ICJR) Iftitahsasi juga mendesak kepolisian segera menuntaskan kasus kematian Brigadir J.
Tita –sapaan akrabnya– juga berharap ada tim independen yang mengusut kasus ini. Menurutnya, tim bentukan Polri tak cukup karena ada potensi konflik kepentingan dalam kasus ini karena menyeret seorang perwira tinggi Polri.
“Kembali lagi merekomendasikan perlu ada tim gabungan atau pencari fakta yang bisa kerja secara independen dan juga perlu ada langkah-langkah yang efektif juga untuk memastikan enggak ada potensi konflik kepentingan,” ujar Tita saat dihubungi cnnindonesia.com, Selasa (19/7).
Tita mengatakan, kasus ini juga harus menjadi pelajaran mengenai kewenangan besar Polri yang nyaris tanpa pengawasan. ICJR mendesak pembentukan lembaga independen yang bertugas khusus mengontrol kewenangan kepolisian.
“Kita berharap ada pihak eksternal yang mengawasi dan mengontrol,” tuturnya. web