TANAH BUMBU – Penutupan Stasiun Pengisian Bahan Bakar Nelayan (SPBN) di Tempat Pelelangan Ikan (TPI) yang berlokasi tak jauh dari Pelabuhan Perikanan Batulicin, Kabupaten Tanah Bumbu, mengakibatkan sejumlah penjaring ikan harus dibuat kesulitan mendapatkan solar bersubsidi.
Di lokasi pengisian, Polda Kalsel melalui Ditpolairud juga terpaksa harus menyegel dua fasilitas utama bertuliskan ‘police line’ dan berhasil menetapkan satu tersangka atas kasus tersebut.
Perlu diketahui, oknum dengan inisial AF ternyata kedapatan menjajakan solar bersubsidi diatas Harga Eceran Tertinggi (HET) dengan harga Rp6.250 per liter, padahal secara normal hanya dikenakan Rp5.150 artinya sengaja naik Rp1.100.
Atas perbuatannya, AF dijerat ancaman pidana pasal 55 UU RI Tahun 2020 tentang Cipta Kerja, perubahan UU RI Nomor 22 Tahun 2001 tentang Minyak dan Gas Bumi (Migas) lengkap diganjar masa tahanan maksimal paling lama enam tahun, denda sebesar Rp60 miliar.
Menanggapi itu, Wakil Ketua Komisi II DPRD Kalsel Muhammad Yani Helmi juga turut mengapreasi kesigapan Ditpolairud Polda Kalsel dalam memberikan efek jera terhadap oknum yang melakukan tindak kejahatan penyalahgunaan solar bersubsidi apalagi berhubungan erat dengan kebutuhan utama ekonomi rakyat.
“Kejadian ini terjadi sudah beberapa bulan. Namun, kami sempat juga mendapatkan pertanyaan serupa dari masyarakat dan itu juga sempat dibahas dalam rapat jadi SPBN tersebut memang tersandung kasus hukum,” ujar Yani Helmi usai menggelar kegiatan monitoring di Pelabuhan Perikanan (PPI) Batulicin, di Tanah Bumbu, Jumat (8/7) siang.
Namun demikian, dirinya berharap untuk bisa memenuhi keinginan dari nelayan di wilayah tersebut, politisi dari fraksi Partai Golkar ini pun meminta agar SPBN kembali diaktifkan agar keperluan mereka tetap terpenuhi.
“Menurut hemat kami, ketika kasus hukum ini berjalan, alangkah lebih bagusnya tidak menutup pendistribusian solar mengingat kebutuhan masyarakat di pesisir Tanbu mayoritas mata pencaharian utamanya adalah nelayan. Yang mana, imbasnya juga banyak yang tidak melaut,” papar paman Yani (sapaan akrabnya).
Sementara, ungkap dia, seiring tidak tersedianya solar bersubsidi bagi nelayan pesisir Tanah Bumbu harga ikan pun juga ikut naik.
“Tak hanya Kalsel, tetapi, Kaltim dan Kalbar terkena imbasnya juga,” ungkap legislatif dari Dapil VI Kotabaru dan Tanah Bumbu.
Sementara itu Kepala Pelabuhan Perikanan Batulicin Akhmad Syarwani menyebut imbas dari ditutupnya SPBN yang berada di wilayah tanggungjawabnya itu memaksa sejumlah nelayan harus membeli di luar daerah Kalsel.
“Bahkan ada nelayan kita di pelabuhan harus terpaksa membeli solar ke luar daerah hingga ke Kaltim dengan harga yang cukup tinggi. Sehingga, berpengaruh terhadap tambat labuh di Pelabuhan Perikanan Batulicin ini,” jelasnya.
Maka dari itu senada dengan Wakil Komisi II DPRD Kalimantan Selatan Muhammad Yani Helmi, dia mengharapkan aktivitas SPBN bisa kembali dioperasikan agar pemenuhan solar bersubsidi bagi nelayan kembali berjalan normal.
“Seiring berjalannya proses hukum dari kepolisian. Setidaknya Kami berharap SPBN di pelabuhan ini dapat beroprasi lagi, karena bagaimana pun saat ini yang kasihan adalah nelayan,” ujarnya.
Di TPI, salah seorang nelayan asal Tanah Bumbu Syamsuddin membeberkan agar terpenuhinya solar, sejumlah nelayan harus menyisir ke daerah lain untuk mendapatkan bahan bakar tersebut.
“Untuk mendapatkan lima sampai satu drum sekarang saja susah bagaimana kami mau melaut, coba seperti Banjarmasin yang pendistribusiannya lancar ke nelayan. Sempat mendapatkan bahan bakarnya dari Jawa,” cetusnya.
Terlebih, bahan bakar ini juga menjadi sumber utama kapalnya untuk memperlancar aktivitas melaut. Ini pun, menurut dia, solar menjadi keperluan vital berlayar nelayan.
“Solar mahal saja tidak dapat apalagi bersubsidi. Jadi, kapal yang hendak masuk melaut tidak bisa bersandar sebaliknya pula kapal luar untuk berlabuh ke PPI Batulicin. Bahkan, nelayan disini sudah sangat mengeluh,” bebernya.
Dari penertiban aparat kepolisian, kondisi SPBN di Pelabuhan Perikanan Batulicin cukup memprihatinkan bahkan masih dalam keadaan tersegel. Tak hanya itu, jangka waktu penutupan pengisian bahan bakar khusus bagi nelayan juga sudah berjalan satu bulan. rds