Oleh: Fathul Jannah S.ST (Pemerhati Ekonomi dan Sosial Masyarakat)
Holywings Indonesia kembali menyampaikan permintaan maaf terkait promosi minuman alkohol gratis khusus untuk pelanggan bernama ‘Muhammad’ dan ‘Maria’. Dalam pernyataan terbuka, Holywings berbicara nasib 3.000 karyawan yang bergantung pada usaha food and beverage tersebut. (Kompas, 26/06/2022).
Makin banyak saja penista baru yang menjadikan agama sebagai konten olok-olok dan canda. Ironisnya, saat ada penghinaan terhadap Islam, umat selalu diredam dengan permintaan maaf dan diminta agar tidak terprovokasi.
Penistaan agama berulang yang terus-menerus menimpa umat Islam sekali lagi membuktikan bahwa penegakan hukum terhadap penista tidak tegas dan tidak memberi efek jera.
Mengapa penistaan terhadap Islam terus terjadi?
Terhadap kemaksiatan, negara seakan toleran. Namun, terhadap hal yang makruf dan seruan menerapkan syariat Islam, negara justru melabelinya sebagai sikap intoleran dan radikal.
Mirisnya lagi terkait peraturan di negeri ini, mengenai miras adalah Peraturan Menteri Perdagangan Nomor 20/M-Dag/Per/4/2014 tentang Pengendalian dan Pengawasan terhadap Pengadaan, Peredaran, dan Penjualan Minuman Beralkohol.
Dalam peraturan tersebut, ada batasan usia bagi masyarakat yang boleh mengonsumsi miras, yakni 21 tahun. Dalam pasal 14, penjualan miras yang diminum langsung di tempat hanya dapat dijual di hotel dan bar sesuai perundang-undangan, serta tempat yang sudah ditetapkan bupati/wali kota dan gubernur untuk provinsi DKI Jakarta. Sedangkan miras dengan kadar alkohol 5% boleh dijual bebas di supermarket atau minimarket. (Kompas, 25/06/2022).
Hal ini tentu mengindikasikan negeri ini menoleransi banyak kemaksiatan. Miras tidak dilarang meski diatur dengan regulasi ketat. Zina bukan pelanggaran, selama dilakukan atas dasar suka sama suka dan tanpa paksaan. Atas nama kebebasan dan hak asasi, hal yang haram bisa jadi “halal” dengan alasan berkontribusi bagi pendapatan negara.
Dalam Islam, miras jelas haram. Rasulullah saw. bersabda, “Khamar adalah induk berbagai macam kerusakan. Siapa yang meminumnya, salatnya selama 40 hari tidaklah diterima. Jika ia mati dalam keadaan khamar masih di perutnya, berarti ia ppppppmati seperti matinya orang jahiliah.” (HR Ath-Thabrani)
Apalah daya, di negara penganut demokrasi sekuler seperti Indonesia, halal dan haram bukanlah tolok ukur dalam menetapkan kebijakan. Agama tidak boleh turut campur mengatur kehidupan.
Pelanggaran terhadap syariat Islam akan terus terjadi selama negeri ini mengadopsi ideologi sekuler kapitalisme. Inilah yang membuat masyarakat, umat Islam khususnya, resah melihat Islam terus dinista, karena tidak ada tindakan tegas dari negara.
Penistaan terhadap Nabi Muhammad saw. juga terjadi karena prinsip kebebasan dalam demokrasi yang memberikan panggung kepada orang-orang yang mendengki dan terus menyerang Islam. Ketahuilah mereka tidak akan pernah berhenti melakukan penyerangan terhadap agama ini. Kedengkian yang tersimpan dalam hati mereka jauh lebih besar lagi (QS Ali Imran [3]: 118).
Demikianlah, sistem demokrasi yang menjadikan kebebasan sebagai pilar utamanya, terbukti merupakan pintu bagi masuknya ragam kerusakan. Minuman keras (miras), misalnya yang jelas diharamkan dalam Islam dilegalkan atas nama kebebasan. Atas nama kebebasan pula Islam dan syariatnya, Al-Qur’an, serta Nabi Muhammad yang mulia sering dijadikan objek pelecehan dan penistaan.
Bagi kaum mukmin, mencintai Nabi Muhammad saw. akan disertai dengan memuliakan sosoknya. Karena itu mereka tidak akan rela jika Nabi Muhammad saw. dihinakan.
Mencintai Baginda Nabi Muhammad saw. tentu tidak seperti mencintai sesama insan. Kecintaan seorang muslim kepada beliau harus diatas kecintaan kepada yang lain; baik harta, kedudukan, jabatan, keluarga bahkan dirinya sendiri. Baginda Nabi Muhammad saw. bersabda,”Belum sempurna iman salah seorang di antara kalian hingga ia menjadikan aku lebih dia cintai daripada orang tuanya, anaknya, dan segenap manusia.”(HR Al-Bukhari)
Karena itu mencintai Baginda Nabi Muhammad saw. hukumnya wajib. Jika mencintai Nabi Muhammad saw. merupakan kewajiban dan kebaikan yang amat luhur, maka menista kemuliaan beliau adalah dosa besar. Allah Swt. berfirman,”Orang-orang yang menyakiti Rasulullah itu, bagi mereka azab yang pedih.” (QS At-Taubah [9]: 61). Allah Swt. juga berfirman,”Sungguh orang-orang yang menyakiti Allah dan Rasul-Nya itu, Allah melaknati mereka di dunia dan di akhirat. Allah pun menyediakan bagi mereka siksaan yang menghinakan.” (QS Al-Ahzab [33]: 57)
Karena itu, marilah kita bela agama kita, belalah Nabi kita yang mulia. Sungguh Nabi Muhammad saw. telah berjuang membela nasib kita agar menjadi hamba-hamba Allah Swt. yang layak mendapatkan jannah-Nya kelak. Penistaan kepada beliau terus terjadi karena diamnya sebagian besar dari kita.
Sungguh Islam tidak akan dapat terlindungi jika umat tidak memiliki pelindung yang kuat. Dulu Khilafah Utsmaniyah sanggup menghentikan rencana pementasan drama karya Voltaire yang akan menista kemuliaan Nabi saw. Saat itu Sultan Abdul Hamid II langsung mengultimatum Kerajaan Inggris yang bersikukuh tetap akan mengizinkan pementasan drama murahan tersebut. Sultan berkata, “Kalau begitu, saya akan mengeluarkan perintah kepada umat Islam dengan mengatakan bahwa Inggris sedang menyerang dan menghina Rasul kita! Saya akan mengobarkan jihad akbar!”
Kerajaan Inggris pun ketakutan. Pementasan itu dibatalkan. Sungguh, saat ini pun umat membutuhkan pelindung yang agung itu. Itulah Khilafah ‘alâ manhaj an-nubuwwah. Wallahu’alam
Jangan Ada Toleransi pada Maksiat
Oleh: Fathul Jannah S.ST (Pemerhati Ekonomi dan Sosial Masyarakat)
Holywings Indonesia kembali menyampaikan permintaan maaf terkait promosi minuman alkohol gratis khusus untuk pelanggan bernama ‘Muhammad’ dan ‘Maria’. Dalam pernyataan terbuka, Holywings berbicara nasib 3.000 karyawan yang bergantung pada usaha food and beverage tersebut. (Kompas, 26/06/2022).
Makin banyak saja penista baru yang menjadikan agama sebagai konten olok-olok dan canda. Ironisnya, saat ada penghinaan terhadap Islam, umat selalu diredam dengan permintaan maaf dan diminta agar tidak terprovokasi.
Penistaan agama berulang yang terus-menerus menimpa umat Islam sekali lagi membuktikan bahwa penegakan hukum terhadap penista tidak tegas dan tidak memberi efek jera.
Mengapa penistaan terhadap Islam terus terjadi?
Terhadap kemaksiatan, negara seakan toleran. Namun, terhadap hal yang makruf dan seruan menerapkan syariat Islam, negara justru melabelinya sebagai sikap intoleran dan radikal.
Mirisnya lagi terkait peraturan di negeri ini, mengenai miras adalah Peraturan Menteri Perdagangan Nomor 20/M-Dag/Per/4/2014 tentang Pengendalian dan Pengawasan terhadap Pengadaan, Peredaran, dan Penjualan Minuman Beralkohol.
Dalam peraturan tersebut, ada batasan usia bagi masyarakat yang boleh mengonsumsi miras, yakni 21 tahun. Dalam pasal 14, penjualan miras yang diminum langsung di tempat hanya dapat dijual di hotel dan bar sesuai perundang-undangan, serta tempat yang sudah ditetapkan bupati/wali kota dan gubernur untuk provinsi DKI Jakarta. Sedangkan miras dengan kadar alkohol 5% boleh dijual bebas di supermarket atau minimarket. (Kompas, 25/06/2022).
Hal ini tentu mengindikasikan negeri ini menoleransi banyak kemaksiatan. Miras tidak dilarang meski diatur dengan regulasi ketat. Zina bukan pelanggaran, selama dilakukan atas dasar suka sama suka dan tanpa paksaan. Atas nama kebebasan dan hak asasi, hal yang haram bisa jadi “halal” dengan alasan berkontribusi bagi pendapatan negara.
Dalam Islam, miras jelas haram. Rasulullah saw. bersabda, “Khamar adalah induk berbagai macam kerusakan. Siapa yang meminumnya, salatnya selama 40 hari tidaklah diterima. Jika ia mati dalam keadaan khamar masih di perutnya, berarti ia ppppppmati seperti matinya orang jahiliah.” (HR Ath-Thabrani)
Apalah daya, di negara penganut demokrasi sekuler seperti Indonesia, halal dan haram bukanlah tolok ukur dalam menetapkan kebijakan. Agama tidak boleh turut campur mengatur kehidupan.
Pelanggaran terhadap syariat Islam akan terus terjadi selama negeri ini mengadopsi ideologi sekuler kapitalisme. Inilah yang membuat masyarakat, umat Islam khususnya, resah melihat Islam terus dinista, karena tidak ada tindakan tegas dari negara.
Penistaan terhadap Nabi Muhammad saw. juga terjadi karena prinsip kebebasan dalam demokrasi yang memberikan panggung kepada orang-orang yang mendengki dan terus menyerang Islam. Ketahuilah mereka tidak akan pernah berhenti melakukan penyerangan terhadap agama ini. Kedengkian yang tersimpan dalam hati mereka jauh lebih besar lagi (QS Ali Imran [3]: 118).
Demikianlah, sistem demokrasi yang menjadikan kebebasan sebagai pilar utamanya, terbukti merupakan pintu bagi masuknya ragam kerusakan. Minuman keras (miras), misalnya yang jelas diharamkan dalam Islam dilegalkan atas nama kebebasan. Atas nama kebebasan pula Islam dan syariatnya, Al-Qur’an, serta Nabi Muhammad yang mulia sering dijadikan objek pelecehan dan penistaan.
Bagi kaum mukmin, mencintai Nabi Muhammad saw. akan disertai dengan memuliakan sosoknya. Karena itu mereka tidak akan rela jika Nabi Muhammad saw. dihinakan.
Mencintai Baginda Nabi Muhammad saw. tentu tidak seperti mencintai sesama insan. Kecintaan seorang muslim kepada beliau harus diatas kecintaan kepada yang lain; baik harta, kedudukan, jabatan, keluarga bahkan dirinya sendiri. Baginda Nabi Muhammad saw. bersabda,”Belum sempurna iman salah seorang di antara kalian hingga ia menjadikan aku lebih dia cintai daripada orang tuanya, anaknya, dan segenap manusia.”(HR Al-Bukhari)
Karena itu mencintai Baginda Nabi Muhammad saw. hukumnya wajib. Jika mencintai Nabi Muhammad saw. merupakan kewajiban dan kebaikan yang amat luhur, maka menista kemuliaan beliau adalah dosa besar. Allah Swt. berfirman,”Orang-orang yang menyakiti Rasulullah itu, bagi mereka azab yang pedih.” (QS At-Taubah [9]: 61). Allah Swt. juga berfirman,”Sungguh orang-orang yang menyakiti Allah dan Rasul-Nya itu, Allah melaknati mereka di dunia dan di akhirat. Allah pun menyediakan bagi mereka siksaan yang menghinakan.” (QS Al-Ahzab [33]: 57)
Karena itu, marilah kita bela agama kita, belalah Nabi kita yang mulia. Sungguh Nabi Muhammad saw. telah berjuang membela nasib kita agar menjadi hamba-hamba Allah Swt. yang layak mendapatkan jannah-Nya kelak. Penistaan kepada beliau terus terjadi karena diamnya sebagian besar dari kita.
Sungguh Islam tidak akan dapat terlindungi jika umat tidak memiliki pelindung yang kuat. Dulu Khilafah Utsmaniyah sanggup menghentikan rencana pementasan drama karya Voltaire yang akan menista kemuliaan Nabi saw. Saat itu Sultan Abdul Hamid II langsung mengultimatum Kerajaan Inggris yang bersikukuh tetap akan mengizinkan pementasan drama murahan tersebut. Sultan berkata, “Kalau begitu, saya akan mengeluarkan perintah kepada umat Islam dengan mengatakan bahwa Inggris sedang menyerang dan menghina Rasul kita! Saya akan mengobarkan jihad akbar!”
Kerajaan Inggris pun ketakutan. Pementasan itu dibatalkan. Sungguh, saat ini pun umat membutuhkan pelindung yang agung itu. Itulah Khilafah ‘alâ manhaj an-nubuwwah. Wallahu’alam