Oleh : Gita Pebrina Ramadhana, S.Pd., M.Pd, Dosen STAI Darul Ulum Kandangan, HSS ,Pemerhati Masalah Pendidikan dan Remaja
Pembelian minyak goreng curah menggunakan aplikasi PeduliLindungi mulai diuji coba 27 Juni 2022. Skema pembelian ini akan diberlakukan dalam program Minyak Goreng Curah Rakyat (MGCR). Pengecer akan mencatat Nomor Induk Kependudukan (NIK) yang tertera pada KTP. Setelah itu konsumen pun bisa membeli MCGR. Sebagai informasi, Harga Eceran Tertinggi (HET) yang berlaku adalah sebesar Rp14.000/Liter atau Rp15.500/kg. (https://finance.detik.com/berita-ekonomi-bisnis/d-6147139/lengkap-begini-cara-beli-migor-rp-14000-pakai-pedulilindungi-mulai-besok)
Luhut mengatakan, perubahan sistem penjualan minyak goreng curah ini dilakukan untuk membuat tata kelola distribusi MGCR menjadi lebih akuntabel dan bisa terpantau mulai dari produsen hingga konsumen.
Tidak hanya itu, Pertamina Patra Niaga memberlakukan cara baru pembelian BBM bersubsidi mulai Jumat, 1 Juli 2022. Pembelian BBM jenis Pertalite dan Solar nantinya wajib mendaftar melalui situs MyPertamina.
Menurut Direktur Utama Pertamina Patra Niaga Alfian Nasution, cara baru ini dilakukan untuk memastikan BBM bersubsidi bisa didapatkan oleh konsumen yang memang berhak mendapatkanny. Oleh sebab itu, Pertamina perlu mendata konsumen-konsumen yang bisa menggunakan BBM subsidi ini. (https://otomotif.tempo.co/read/1607433/begini-cara-beli-pertalite-dan-solar-di-aplikasi-mypertamina)
Untuk bisa membeli BBM bersubsidi menggunakan aplikasi MyPertamina, langkah pertama yang harus dilakukan adalah mengunduh aplikasi tersebut di Google PlayStore dan AppStore. Setelah sudah terunduh, selanjutnya pengguna wajib melakukan registrasi dan wajib menghubungkan akun LinkAja yang dimiliki ke aplikasi MyPertamina.
Aplikasi Bikin Ribet!
Seorang pedagang sembako di Pasar Ciputat, Adi (33), mengatakan bahwa penggunaan aplikasi PeduliLindungi saat pembelian minyak goreng menyulitkan pembeli, terutama pembeli yang sudah berusia lanjut.(https://megapolitan.kompas.com/read/2022/06/29/06150091/ribetnya-beli-minyak-goreng-curah-pakai-pedulilindungi-pedagang—kasihan)
Begitupun dengan BBM. Pakar ekonomi energi Universitas Gadjah Mada (UGM), Fahmy Radhi mengatakan kewajiban menggunakan aplikasi MyPertamina untuk membeli pertalite dan solar tidak akan efektif. Fahmy berujar ada potensi rakyat di daerah yang tidak memperoleh subsidi lantaran tidak bisa mengunakan MyPertamina.
Menurutnya Fahmy tujuan pembatasan melalui My Pertamina adalah untuk mengurangi jumlah konsumen yang tidak berhak membeli Pertalite bersubsidi. Bagi konsumen yang tidak berhak membeli Pertalite bersubsidi, menjadi dipaksa untuk migrasi ke Pertamax yang harganya lebih mahal. (https://bisnis.tempo.co/read/1606661/pakar-ugm-nilai-penggunaan-mypertamina-akan-bermasalah-di-lapangan-tak-efektif-tekan-subsidi-bbm)
Sunggu miris. Seharusnya dengan kebijakan yang dibuat adalah untuk mempermudah rakyat, tapi malah semakin mempersulit. Menurut Fahmi, belum tentu sasaran penerima bahan bakar minyak (BBM) bersubsidi itu dapat menggunakan aplikasi MyPertamina. Alasannya, tidak semua konsumen menggunakan gadget untuk akses MyPertamina. Alasan kedua, tidak semua SPBU memiliki akses internet yang dibutuhkan aplikasi MyPertamina.
Dari aturan ini jelas bahwa pemerintah tidak sungguh-sungguh menyelesaikan persoalan rakyat, namun cenderung mempersulit rakyat. Hal ini justru menimbulkan polemik baru. Disatu sisi menginginkan agar tepat sasaran, namun disisi lain bisa jadi akan ada penyalahgunaan.
Lalu pertanyaannya, apakah dengan menggunakan aplikasi seperti ini akan mampu menyelesaikan permasalahan yang ada?
Islam Solusi Persoalan Pangan
Polemik migor curah dan BBM bersubsidi tidak kunjung usai. Wajar jika saat ini dinilai kebijakan yang diberikan sarat akan kepentingan oligarki. Penguasa menggunakan kepentingan rakyat sebagai alibi untuk menerbitkan sebuah kebijakan. Padahal, yang menuai keuntungan dari kebijakan itu adalah penguasa beserta lingkaran pengusaha yang berkepentingan. Lagi-lagi, rakyat yang terdampak kerugian.
Demokrasi terus memeras keringat rakyat dengan dalih untuk dan atas nama rakyat. Demokrasi terus menjadikan “sihir kedaulatan rakyat” untuk melayani kepentingan oligarki. Betapa tidak, menggunakan aplikasi pasti memberi keuntungan yang tak tanggung-tanggung bagi penguasa. Entah akan kemana alokasi keuntungan itu kalau tidak ke kantong-kantong para oligarki.
Pemerintah harusnya tidak membiarkan pihak swasta atau pemilik modal leluasa mengendalikan harga bahkan menutup celah penguasaan produksi hingga distribusi minyak goreng dan BBM. Namun semua ini tidak dapat dihindarkan selama sistem yang diterapkan adalah sistem ekonomi kapitalis neoliberal. Sistem ini telah melegalkan sektor apapun untuk dikomersialisasikan.
Sedangkan negara tidak lebih dari sekadar regulator yang hanya memberi kemudahan bagi pihak swasta dalam menjalankan bisnisnya melalui undang-undang. Artinya negara tidak ada tanggung jawab memenuhi kebutuhan pangan rakyat. Jika terjadi gejolak harga pemerintah hanya merendam dengan kebijakan yang tidak menyentuh akar persoalan. Sebab akar persoalannya adalah eksistensi kapitalisme.
Berbeda dengan sistem Islam. Islam telah menggariskan bahwa pemenuhan kebutuhan dasar rakyat adalah kewajiban pemerintah untuk menjaminnya. Terkait pangan, jaminan Negara setiap individu rakyat mampu memenuhi kebutuhan pangan tersebut secara layak. Secara praktis, Khalifah bertanggung jawab menjamin pemenuhan kebutuhan pokok rakyat dengan menjalankan sistem ekonomi Islam.
Pertama, terkait produksi. Negara akan menjaga pasokan dalam negeri. Negara membuka akses lahan yang sama bagi semua rakyat untuk memaksimalkan produksi lahan mendukung para petani dengan memberikan modal edukasi, pelatihan serta dukungan sarana produksi dan infrastruktur penunjang.
Kedua. terkait distribusi. Negara akan menciptakan pasar yang sehat dan kondusif dengan rantai tataniaga dan menghilangkan penyebab distorsi pasar. Ketiga, negara mengawasi dan mengontrol agar penentuan harga mengikuti mekanisme pasar. Selain itu, Khilafah wajib menjalankan perdagangan politik luar negeri secara independen atau mandiri.
Pengaturan perdagangan luar negeri wajib mengikuti syariat Islam, mengedepankan kemaslahatan Islam dan kaum muslimin. Khilafah berlaku sebagai penentu serta pengatur pelaksanaan perdagangan luar negeri baik oleh individu maupun atas nama Negara. Semua pelaksanaan itu dengan memperhatikan status negara sebagai ekspor ataupun asalnya diimpor.
Negara juga akan memperhatikan jenis komoditas bernilai strategis atau tidak serta rakyat membutuhkannya atau tidak. Jika negara menjalankan semua hal tersebut akan dapat meminimalisir bahkan mencegah terjadinya gejolak berbagai harga kebutuhan pokok rakyat. Dengan demikian, Islam ialah satu-satunya solusi untuk mengatasi persoalan harga pangan Islam yang diterapkan secara Kaffah di bawah bingkai negara Khilafah Islamiyah. []