
Pada tanggal 31 Mei 2022 pemerintah mengeluarkan sebuah surat perihal status kepegawaian di lingkungan instansi pemerintah pusat dan pemerintah daerah. Dalam surat tersebut memuat beberapa informasi yang salah satunya berkaitan dengan penghapusan tenaga kerja non-ASN dan PPPK. Seperti yang terdapat dalam No 6 b bahwa dikatakan agar para Pejabat Pembina Kepegawaian “ Menghapuskan jenis kepegawaian selain PNS dan PPPK di lingkungan instansi masing-masing dan tidak melakukan perekrutan pegawai non-ASN “. Meskipun surat tersebut telah resmi dikeluarkan namun pelaksanaan penghapusan tenaga honorer itu direncanakan pada tahun depan. Berbicara terkait peraturan tersebut agaknya terdapat dua sisi yang berimbas terhadap dua objek. Objek yang penulis maksud yaitu tenaga honorer yang telah bekerja dan sarjana yang baru wisuda dari pendidikannya.
Jika kita telisik lebih jauh, bolehlah dikatakan bahwa kebijakan ini pada akhirnya dapat menguntungkan mereka yang telah bekerja cukup lama di instansi tempat mereka mengabdi namun di sisi lainnya, bagaimana jika banyak sarjana yang telah siap untuk bekerja sementara dengan dikeluarkannya instrksi ini, pada tahun depan mereka tidak dapat lagi melamar sebagai tenaga sukarelawan di instansi yang diinginkan. Kemanakah mereka akan pergi ?. Pertanyaan ini hanya dapat dijawab oleh sarjana yang bersangkutan namun di samping itu pemerintah mesti memikirkan solusi yang akan diberikan.
Apa yang hendak penulis sampaikan dalam tulisan kali ini yaitu keputusan penghapusan tenaga honorer dapat dipandang sebagai langkah pemerintah untuk memberikan status yang lebih pasti terhadap tenaga honorer, namun di lain sisi terdapat tembok yang dapat menghalangi banyak sarjana untuk memperoleh pekerjaan di tengah sulitnya lapangan kerja yang tersedia. Sarjana yang telah berhasil menamatkan studi, pada era sekarang memilih berkarir sebagai tenaga honorer sebagai batu loncatan untuk berkarir dalam bidang yang lebih pasti atau berkarir dalam bidang lain seperti freelance, konten creator atau sebagainya, namun dapat diperkirakan hal demikian tidak terlalu banyak.
Sembari menunggu dibukanya seleksi CPNS mereka memperdalam ilmunya dengan bekerja di intansi pemerintah sebagai tenaga sukarelawan. Banyaknya jumlah sarjana yang tamat dibanding ketersediaan lapangan pekerjaan menambah sulitnya memperoleh pekerjaan yang layak. Berdasarkan data yang dikeluarkan oleh Badan Pusat Statistik, pada tahun 2020-2021 saja, pada bulan Februari 2021 terdapat 999.543 orang yang berpendidikan tinggi yang belum memperoleh pekerjaan. Sedangkan pada bulan Agustus 2021 sebanyak 848.657 orang yang berpendidikan tinggi masih berstatus sebagai pengangguran terbuka (BPS, dikutip pada 10/06/2022).
Meskipun mengalami pengurangan jumlah pengangguran terbuka namun secara objektif penulis hendak menyampaikan bahwa kondisi tersebut masih belum dapat mengobati luka kebanyakan kaum berpendidikan tinggi lainnya. Ditambah pula dengan keluarnya surat edaran pemerintah tentang penghapusan pegawai selain PNS dan PPPK tersebut. Kemudian ditambah dengan tidak diadakannya seleksi CPNS 2022, mau apa para sarjana yang telah lama tamat namun masih sibuk/berjuang mencari kerja dan sarjana yang baru tamat tetapi telah dihadapkan dengan peraturan demikian. Perkataan-perkataan yang senantiasa muncul seperti “jadilah sarjana yang menciptakan lapangan pekerjaan bukan sarjana yang mencari kerja” adalah sebuah ungkapan yang memiliki efek samar-samar pada era ini.
Pemerintah Jangan Terburu-buru
Merujuk pada pangkalan data pendidikan tinggi, kaum terpelajar yang menempa dirinya dalam bidang Pendidikan (nantinya bergelar S.Pd) mencapai angka tertinggi daripada bidang-bidang lainnya (Agama, Humaniora, Sosial, MIPA, Seni, Kesehatan, Teknik, Pertanian dan Ekonomi) (PDDikti Kemdikbud, dikutip pada 10/06/2022). Kondisi ini memperlihatkan kepada kita bahwa kebanyakan generasi bangsa telah tertarik dalam bidang Pendidikan sehingga ketika mereka tamat maka lokus utamanya adalah berkarir sebagai guru. Jika kita telaah soal intruksi pemerintah kepada Pejabat Pembina Kepegawaian tentang penghapusan pegawai selain PNS dan PPPK dan tidak melakukan perekrutan pegawai non-ASN ini maka kemanakah akan bermuara para sarjana muda khususnya (S.Pd) yang begitu banyak terdapat di negeri ini ?.
Hipotesis penulis terkait pertanyaan demikian yaitu, timbul permasalahan lain seperti bertambahnya jumlah pengangguran yang berpendidikan tinggi, bertambahnya kejahatan dengan kemampuan khusus kemudian para sarjana pendidikan (S.Pd) tidak dapat menambah pengalaman mengajar di sekolah-sekolah sebab mereka tidak dapat lagi menjadi tenaga sukarelawan. Kondisi ini mesti diperhatikan betul oleh pemerintah. Semoga pemerintah mengeluarkan kebijakan yang dapat meringankan beban rakyat, seperti saat ini telah keluar program Pendidikan Profesi Guru Prajabatan 2022 dengan subsidi bantuan biaya pendidikan. Semoga program ini berkelanjutan sehingga sarjana muda yang latar belakang pendidikannya adalah Bidang Pendidikan (S.Pd) dapat menempa diri untuk meningkatkan profesionalitas sebagai calon Guru tanpa adanya hambatan biaya pendidikan.
Sisi Positif dan Dilema Bagi Sarjana Pendidikan
Keputusan pemerintah terkait penghapusan tenaga honorer ini merupakan jalan untuk mencapai status yang pasti bagi tenaga honorer yang telah lama mengabdi di instansi tempat mereka bekerja. Jika mereka masih berstatus tenaga honorer maka disaat itu pula mereka masih berada dalam posisi yang digantung, digantung masa kerja (bisa saja tiba-tiba diberhentikan) digantung pula aspek kesejahteraannya (gaji yang tidak menentu). Tidak dapat kita hindari bahwa telah banyak kasus terjadi terkait dengan sistem penggajian dan jumlah gaji yang diterima oleh tenaga honorer (apalagi guru honorer). Mereka mendapat gaji yang minim sementara tugas yang diemban sangat mulia, mendidik dan mencerdaskan kehidupan bangsa. Jadi solusi yang diberikan pemerintah ini merupakan langkah baik dalam memberikan status pasti kepada tenaga honorer yang telah masuk ke dalam kriteria seperti tenaga honorer yang telah lama mengabdi atau kategori K2 sehingga mereka yang semula statusnya terkatung-katung dapat menjadi lebih pasti dengan diangkatnya mereka menjadi Pegawai Pemerintah dengan Perjanjian Kerja dan PNS. Kendatipun demikian, kita mesti melihat ke sisi lainnya.Ambil sebagai salah satu contoh tamatan yang khusus dalam bidang Pendidikan (S.Pd) atau mereka yang baru enam bulan, satu tahun mengabdi, bagaimana nasib mereka ?. Jika dihapuskannya tenaga honorer dan penerimaan tenaga honorer, boleh jadi hipotesisnya adalah kebanyakan dari mereka menjadi pengangguran dan mereka yang baru menjadi Sarjana (Sarjana Pendidikan) tidak dapat mengabdi secara sukarela di sekolah-sekolah yang membutuhkan tenaga pengajar. Hal demikian dapat menambah stigma pesimis di kalangan Sarjana Pendidikan dan bertambah sulit bagi mereka bersaing dalam memperoleh pekerjaan di bidang lainnya.