Pendidikan merupakan salah satu sektor terpenting dalam perkembangan peradaban di Negara Indonesia. Peran pendidikan dalam membangun moral bangsa Indonesia mulai sejak zaman perjuangan,kemerdekaan hingga zaman milineal sekarang ini sangatlah besar. Namun dengan adanya perkembangan zaman yang sangat cepat hingga sampailah pada era yang dinamakan era disrupsi,pendidikan dituntut dapat menyeimbangkan peradaban masyarakat.
Pendidikan sebelum pandemi dilakukan dengan pembelajaran aktif berupa pendidik dan peserta didik diwajibkan datang secara tatap muka ke sekolah maupun uneversitas yang didudukinya, penyampaian materi pembelajaran secara langsung (offline) dan diantara pendidik dengan peserta didik bisa beradaptasi secara langsung.
Sementara itu proses pembelajaran selama pandemi covid-19 dilakukan melalui pembelajaran jarak jauh (JJ), yang mana bentuk pembelajarannya dengan menggunakan media Zoom Meeting, Youtube, Video Conference, Group WA, Google Classroom, dan lainnya.
Disini guru atau dosen dituntut untuk bisa mempelajari semua aplikasi yang belum pernah mereka gunakan sebelum masa covid-19. Pembelajarannya dilakukan melalui tatap muka secara Via Zoom Meeting agar antara pendidik dan peserta didik bisa melakukan pembelajaran secara tatap muka melalui media tersebut,akan tetapi penggunaan aplikasi Zoom Meeting ini menjadi kendala bagi beberapa siswa maupun mahasiswa karena tidak semua siswa ataupun mahasiswa dapat mengaksesnya saat jam pelajaran disebabkan tidak semua daerah yang bagus akan jaringan internetnya.
Selain itu juga melalui media WhatsApp agar peserta didik dapat mengulang kembali pembelajaran yang telah dijelasakan oleh Guru maupun Dosen. Pembelajaran ini dilakukan dengan bekerja sama antara pendidik dan peserta didik agar pembelajaran bisa dilaksanakan dengan baik walaupun hanya secara daring (online).
Mengingat dampak covid-19 di Indonesia khususnya seluruh pendidikan baik sekolah maupun perguruan tinggi, baik tingkat pelajar maupun mahasiswa semua dilaksanakan secara daring (online). Guru dan dosen dituntut untuk meningkatkan kreatifitas dalam hal mentransfer ilmu pengetahuan yang mereka miliki. Dalam hal, pemerintah juga menunjang berbagai macam keperluan untuk mensukseskan pendidikan di Indonesia meliputi kuota internet bagi guru, dosen, tenaga kependidikan, siswa dan mahasiswa, agar berjalan efektif dan efesien. Di tengah melonjaknya covid-19, pelajar dan mahasiswa dapat memperoleh ilmu dari mana saja, baik dari perguruan tinggi yang ada di Indonesia maupun di luar negeri, meliputi berbagai macam bentuk seperti webinar, diskusi online dan lain-lain.
Di era 5.0 ilmu pengetahuan bisa didapatkan dimana dan kapan saja, bisa melalui media sosial seperti Ruang Guru, Facebook, Instagram, Twitter, Youtube dan Google sebagai media belajar,walaupun hanya segelintir yang mengakses. Adapun dampak negatif, pelajar dan mahasiswa kewalahan bahkan kelabakan dalam menghadapi situasi ini,meski ditopang dengan kehadiran alternatif belajar ,mudah bosan dengan adanya pembelajaran online, pergaulan antara laki-laki dan perempuan tidak bisa diawasi orang tua dan guru, pembelajaran online juga berdampak kepada akhlak peserta didik seperti adab terhadap pendidik, tidak saling tegur sapa, cuek terhadap sesama baik itu guru, dosen dan teman sebaya. Tidak bisa dipungkiri juga seorang peserta didik juga mudah membuka situs-situs yang dilarang oleh agama dan negara karena mereka bisa melihat apapun yang di inginkannya.
Pada dua tahun belakangan ini, banyak kita dengar kasus kriminal khusus pada dampak digital 5.0 ini seperti pelecehan seksual dan semacamnya. Ini adalah penyakit narkolema, akibat dari kebebasan peserta didik dalam memakai gadget. Untuk itu peran orang tua sangatlah besar dalam mengawasi dan memberikan perhatian khusus terhadap anaknya. Dampak ini sangat merugikan bagi mahasiswa dan pelajar, kenapa? Disisi lain, pembayaran uang kuliah tunggal (UKT) sangatlah tinggi dan kuliah hanya dilakukan secara daring (online), ada seorang mahasiswa yang tidak sanggup dengan keadaaan seperti itu dan akhirnya si mahasiswa berhenti ditengah semester. Dari situ bisa kita lihat bahwa tidak semua keluarga mahasiswa itu yang hidup dengan keluarga yang berada, jika kuliah dilakukan secara daring (online), seharusnya uang kuliah tunggal (UKT) harus ada penggurangan setengah dari pembayaran yang awal, agar mereka bisa mengikuti perkuliahan secara daring sama seperti mahasiswa yang lain.
Gejala-gejala diatas tercakup dalam pendidikan kita pada saat ini dan menjadi tantangan bagi kita bersama. Dimana memasuki era disrupsi, kita perlu mengambil pandangan lebih luas dengan menarik situasi pendidikan ke dalam konteks evolusi kebudayaan masyarakat pasca modern. Mengutip dari sejarawan Toynbee,mengatakan bahwa melangkah ke suatu fase
peradaban, kita memang harus bersiap melewati sustu transisi dari kondisi statis ke aktivitas dinamis.
Ketidakseimbangan lembaga pendidikan kita menghadapi situasi pandemi di era disrupsi, harus dibarengi dengan tanggapan-tanggapan terhadap tantangan ini guna membangkitkan momentum pendidikan kita. Kita cukup saja berdamai dengan keadaaan saat ini akan tetapi juga perlu melakukan terobosan-terobosan untuk menghadapi perubahan yang dramatis dan penuh resiko.
Kemampuan menyesuaikan dan mengembangkan teknologi menjadi salah satu komponen penting di masa-masa saat ini. Seperti halnya ungkapan dari Albert Einstein,”The measure of intelligence is the ability to change”. Tugas pendidikan mau tidak mau harus menyesuaikan diri dengan perubahan tersebut.