
BANJARMASIN – Badan Pengawasan Keuangan dan Pembangunan (BPKP) menyoroti program penyediaan air minum dan sanitasi berbasis masyarakat (pamsimas) Kementerian PUPR, termasuk soal status badan PDAM di Kalimantan Selatan.
Hal ini dikarenakan aset tanah untuk lokasi menara dan sistem pengolahan air minum, hanya menggunakan surat pernyataan hibah, tidak melibatkan proses pencatatan oleh pejabat pembuat akta tanah (PPAT), hingga belum dilakukan pemisahan melalui kantor pertanahan.
“Aset tanah untuk menara air pamsimas tidak memiliki legalitas yang jelas, dan berisiko dispute,” kata Kepala Perwakilan BPKP Kalsel Rudy M Harahap saat jadi pembicaraan kegiatan Balai Prasarana Pemukiman Wilayah Kalimantan Selatan, di Rattan Inn Hotel Banjarmasin, Selasa (21/6).
Ia menyarankan, agar segera melakukan sosialisasi petunjuk teknis PT-4 Pamsimas III 2021 kepada seluruh KPSPAMS. “Instruksikan KPSPAMS melakukan langkah-langkah percepatan proses peralihan hak dan sertifikasi tanah, dengan menggunakan sumber daya dan dana yang ada,” ujarnya.
Menurutnya, ancaman terhadap keberlanjutan program pamsimas juga datang dari pengelolaan keuangannya. “Pembayaran tidak tepat waktu, banyaknya tagihan nunggak, dan pemeliharaan SPAM yang tidak layak bisa bikin program ini bubar juga. Seharusnya, KPSPAM melakukan monitoring dan evaluasi terhadap pengelolaan keuangan,” ucap Rudy.
Ia menegaskan, dalam aspek legalitas, BPKP sebagai instansi yang melakukan evaluasi kinerja BUMD air minum atau PDAM, terutama untuk mengubah status badan hukumnya. “Ada enam PDAM di Kalsel yang ilegal karena ketidakjelasan dasar hukumnya,” ungkapnya.
Tak hanya itu, Rudy menyebutkan keuangan BUMD air minum patut diperhatikan. Sebab, dari 12 BUMD air minum, justru hanya 4 perusahaan. Sedangkan, sisanya 2 pabrik atau malah menjual air di atas harga pokoknya.
“Bagaimana bisa berkinerja jika tarif belum menutupi harga pokok. Kenapa tarif belum disesuaikan selama bertahun-tahun. Air merupakan kebutuhan pokok, tetapi sekitar 1.858.535 jiwa dari 4.101.054 jiwa, atau 45,32 persen penduduk Kalsel yang tidak mendapatkan layanan air bersih. Padahal pada RPJMN 2020-2024, targetnya tahun 2024 sudah mencapai 100 persen,” jelasnya.
Ia pun menyinggung cakupan pelayanan yang dicapai pamsimas dan BUMD air minum hingga tahun 2021, justru hanya menyumbang cakupan layanan air bersih kepada 372.225 jiwa atau 9,08 persen penduduk Kalsel.
“Sedangkan, BUMD air minum berkisar di angka 1.870.293 jiwa atau 45,61 persen, yang jika ditotalkan 2.242.519 jiwa atau 54,68 persen,” katanya.
Rudy menyarankan, direksi BUMD air segera melakukan koordinasi secara terus menerus dengan pemerintah dan DPRD kabupaten/kota, guna mempercepat perubahan status badan hukum perusahaan menjadi perseroda. Termasuk, mengusulkan perubahan tarif dengan pemerintah daerah. Jjr