
BANJARMASIN – Pemerintah Kota (Pemko) Banjarmasin menunda rencana penertiban bangunan yang berdiri di atas lahan Pasar Batuah, Kelurahan Kuripan, Kecamatan Banjarmasin Timur.
Penundaan pembongkaran di kawasan Pasar Batuah ini, setelah pemko disurati Komisi Nasional Hak Asasi Manusia (Komnas HAM) Republik Indonesia (RI).
Sekretaris Daerah (Sekda) Kota Banjarmasin, Ikhsan Budiman mengatakan, keputusan tersebut diambil berdasarkan hasil negosiasi dan konsolidasi yang mereka lakukan bersama pimpinan yakni Walikota Banjarmasin H Ibnu Sina.
“Langkah ini kita ambil atas beberapa pertimbangan hasil negosiasi dengan masyarakat tadi. Kemudian, melihat kondisi yang terjadi di lapangan,” katanya saat ditemui awak media, Sabtu (18/6) siang.
Selain itu, lanjut dia, salah satu alasan yang membuat mereka menunda penertiban, lantaran adanya surat dari Kommas HAM RI.
“Kita juga menerima surat dari Komnas HAM RI berkaitan dengan hal ini (rencana pembongkaran Pasar Batuah),” jelas Ikhsan.
Menurutnya, pihaknya menghargai surat Komnas HAM, yang bakal bersedia menjadi mediator untuk menghubungkan warga Batuah dengan pemko.
“Pemko Banjarmasin bersedia menunggu bentuk mediasi seperti apa yang dilakukan Komnas HAM nanti. Jadi, tunggu saja nanti ada undangan dari Komnas HAM untuk memediasi antara Pemko Banjarmasin dengan perwakilan warga,” ucapnya.
Ikhsan berharap, apa pun hasil dari upaya mediasi yang dilakukan Komnas HAM RI nanti, bisa diterima oleh warga.
Sementara, pendamping Aliansi Warga Kampung Batuah, Adnan menegaskan, pihaknya meminta agar Pemko Banjarmasin untuk menjunjung tinggi nilai-nilai hukum.
“Karena kita hidup di negara yang berlandaskan asas hukum. Bukan berdasarkan asas kekuasaan. Kita sudah menyampaikan kepada mereka (Pemko Banjarmasin) bahwa persoalan ini sudah masuk ke ranah hukum. Ketika mereka merasa benar, kami juga seperti itu,” tegasnya.
Menurut Adnan, jika pemko mengakuisisi lahan Pasar Batuah dengan sertifikat hak pakai pakai pada tahun 1995, maka warga Batuah juga mengakuisisi ini sejak tahun 1963.
Mereka mengklaim memiliki legalitas yang akan dibuktikan pada pengadilan nanti. Karena itulah, pihaknya berani membawa persoalan ini ke ranah pengadilan.
“Legalitas kami adalah dalam bentuk tukar guling tahun 1963. Kemudian juga ada bukti-bukti penebusan lapak dan los pasar, yang artinya menjadi hak pedagang dan warga di sini sejak tahun 1963,” tandasnya.
Pihaknya akan tetap bertahan sampai proses mediasi selesai. Selain itu mereka akan menunggu hasil rapat dengar pendapat (RDP) dari dewan kota, yang meminta agar pemko mengkaji ulang rencana revitalisasi tersebut.
“Yang pasti, kami akan terus mempertahankan hak hidup kami sampai keluarnya putusan pengadilan yang inkrah pada 26 juli 2022 nanti,” tuntas Adnan. Dwi