
JAKARTA – Sosok Menteri Pendidikan, Kebudayaan, Riset dan Teknologi Indonesia, Nadiem Makarim ternyata tidak banyak yang tahu.
Berdasar hasil survei nasional dari lembaga Indikator Politik Indonesia, sebanyak 58,7 persen responden menyatakan tidak pernah mendengar nama Nadiem Makarim.
Hasil survei tersebut dirilis berdasarkan wawancara langsung terhadap 1.520 orang yang dijadikan sebagai sampel. Para narasumber tersebar di seluruh Indonesia dan berumur 17 tahun atau lebih ketika survei dilakukan.
“Sebanyak 58,7 persen tidak mengetahui, 41,3 persen mengetahui,” kata peneliti senior Indikator Politik Indonesia Rizka Halida dalam konferensi pers hasil survei bertajuk ‘Arah Baru Pendidikan Indonesia: Sikap Publik Terhadap Kebijakan Kemendikbudristek’, Minggu (19/6), seperti dikutip cnnindonesia.com.
Merujuk data itu, kata dia, dari keseluruhan masyarakat yang mengetahui sosok Nadiem Makarim terdapat 72,6 persen yang menyatakan suka dengan figur Nadiem. Sementara, 13,1 persen mengatakan tidak suka dan sisanya tidak tahu atau tidak menjawab.
Masyarakat yang mengetahui sosok Nadiem mayoritas merasa cukup puas dengan kinerjanya. Sebanyak 63,6 persen menyatakan cukup puas meski hanya 5,8 persen responden yang menyatakan sangat puas. Sementara, 23,5 persen lainnya menyatakan kurang puas dan 2,1 persen menyatakan tidak puas sama sekali.
Hasil survei itu memperlihatkan bahwa kebanyakan indikator dari penilaian terhadap Nadiem hanya berkutat pada cukup puas. Misalnya, terkait kebijakan yang dibuat Kemendikbudristek, ada 64,6 persen masyarakat menyatakan cukup puas, sementara hanya 3,4 persen yang merasa sangat puas.
Sikap optimistis terhadap kinerja Nadiem mampu membawa pendidikan Indonesia menjadi lebih baik juga disorot. Sebanyak 59,2 persen merasa cukup percaya; 6,7 persen lainnya sangat percaya; sementara 19 persen orang merasa percaya dan tidak percaya; lalu 8,3 persen tidak percaya; dan 1,5 persen sangat tidak percaya.
Dalam survei tersebut, Indikator juga memetakan lima program Kemendikbudristek yang dinilai sangat bermanfaat, hingga kurang bermanfaat.
Disebutkan bahwa program yang sangat bermanfaat ialah Pembelajaran Tatap Muka (42,8 persen), KIP Kuliah Merdeka (42 persen), bantuan kuota data internet (40,6 persen), BOS yang langsung ditransfer ke rekening sekolah dan semakin flesibkel penggunaannya (40 persen), dan Peraturan Menteri (Permen) Pencegahan dan Penanganan Kekerasan Seksual (33,2 persen).
Sementara program yang cukup bermanfaat ialah bantuan untuk pelaku budaya (66,1 persen), guru penggerak (65,4 persen), matching fund vokasi (64,9 persen), Sekolah Penggerak (64,7 persen) dan platform Merdeka Mengajar (63,9 persen).
Dalam uraian terakhir, lima program yang kurang bermanfaat ialah PPDB dengan membuka hingga maksimal 30 persen kuota untuk jalur prestasi (18,8 persen), Asesmen Nasional (14,4 persen), SKB Tiga Menteri tentang Penggunaan Pakaian Seragam dan Atribut di lingkungan sekolah (12,7 persen), penolakan penggunaan bahasa Melayu Malaysia (7,9 persen) dan hak belajar tiga semester di luar kampus (7,1 persen).
“Secara umum publik menilai sangat positif program-program Kemendikbutristek,” ucap dia.
Survei Indikator ini menggunakan metode random sampling dengan toleransi kesalahan (margin of eror) kurang lebih 2,6 persen pada tingkat kepercayaan 95 persen.
Sampel tersebar di seluruh Indonesia dan diklaim terdistribusi secara proporsional. Responden diwawancarai secara tatap muka oleh pewawancara yang dinilai terlatih.
Selain itu, survei juga diklaim telah melalui proses quality control terhadap hasil wawancara. Secara random, 20 persen responden dari keseluruhan didatangi ulang oleh supervisor untuk dilakukan pengecekan. web