BANJARMASIN – Puluhan warga yang tergabung dari Lembaga Swadaya Masyarakat Pemuda Pancasila (PP) dan Forum Rakyat Peduli Bangsa dan Negara (Forpeban) melakukan aksi damai di depan kantor Pengadilan Tipikor Banjarmasin, Kamis (16/6).
Kedatangan mereka dilengkapi atribut berupa pengeras suara dan spanduk yang bertuliskan meminta pihak pengadilan Tipikor mengusut mantan Bupati Tanbu dalam kasus dugaan suap izin usaha pertambangan (IUP), yang sedang disidangkan dengan terdakwa mantan Kadis ESDM Tanbu Raden Dwidjono Putrohadi Sutopo.
Dalam orasinya, Din Jaya dan Rolly Irawan selaku koordinator unjukrasa dengan lantang mengatakan bahwa kasus dugaa suap IUP yang menjerat mantan Kadis ESDM Tanbu juga ada terlibatan mantan Bupati Mardani H Maming.
“Karena jelas dari pengakuan terdakwa dalam proses persidangan bahwa Mardani H Maming yang waktu itu menjabat bupati, ikut menandatangani pengalihan IUP dari PT Bangun Karya Pratama Lestari (BKPL) menjadi IUP PCN,” ucap Din Jaya.
Maka dari itu, lanjutnya, pihaknya turun melakukan aksi damai mendukung pihak Pengadilan Tipikor Banjarmasin untuk menyeret mantan Bupati Tanbu Mardani H Maming.
“Jangan sampai kesannya terdakwa Raden Dwidjono Purtohadi Sutopo mantan Kadis ESDM sebagai tumbal dalam kasus dugaan suap IUP. Karena sangat jelas mantan Bupati Tanbu Mardani H Maming menandatangani IUP tersebut yang merupakan atasan terdakwa,” tandas Din Jaya.
Sebelumnya diberitakan, Raden Dwidjono Putrohadi Sutopo terdakwa kasus dugaan suap IUP yang dituntut selama lima tahun penjara meminta keadilan.
Permintaan keadilan akan hukuman yang bakal diberikan majelis hakim yang menyidangkan perkaranya, ia tuangkan dalam nota pembelaan yang berjudul; “Dipaksa Pimpinan Menerbitkan IUP Berujung di Bui”
Terdakwa Dwidjono Putrohadi Sutopo mengatakan, dirinya dipaksa untuk memproses permohonan pengalihan IUP dari PT BPKL ke PT PCN yang diajukan Dirut PT PCN Henri Soetio.
Menurut terdakwa, ia tidak mau proses tapi dipaksa oleh pimpinan untuk memproses. Dwidjono sempat memaparkan bahwa pengalihan IUP bermula pada Februari 2011 saat dia diperkenalkan oleh Bupati Mardani kepada Henri Soetio di sebuah hotel di Jakarta.
Hasil pertemuan, Dwidjono diinstruksikan Bupati untuk membantu memproses pengalihan IUP yang dimohon Henri Soetio.
Namun instruksi pengalihan IUP, menurut Dwidjono, tidak segera dia lakukan karena mengetahui dilarang oleh UU Nomor 4 tahun 2009 tentang Minerba.
Makanya itu permohonan sempat ditahan selama 1 – 2 bulan., Kemudian terdakwa juga konsul ke bagian hukum (Ditjen) Minerba, dan esuai undang-undang memang itu tidak boleh.
Terdakwa akhirnya memproses pengalihan IUP, karena itu merupakan kebijakan pimpinan. Terdakwa juga mengakui kalau kasus yang menjerat dirinya sedang ditangani pihak Komisi Pemberantasan Korupsi (KPK) RI.
“Saya hanya meminta keadilan, karena dalam kasus ini saya juga dipanggil pihak KPK dan dimintai keterangannya,” ungkap terdakwa.
Terdakwa Dwidjono Putrihadi Sutopo mantan Kadis ESDM Tanbu yang terjerat kasus gratifikasi atau suap terkait ijin IUP dituntut 5 tahun penjara.
JPU Wendra SH, menyatakan kalau fakta hukum yang terungkap selama proses persidangan, terdakwa terbukti secara sah dan meyakinkan bersalah sebagaimana pada pasal 12 KUHP Nov 31 tahun 1999 Jo pasal 3 tentang tindak pidana pencucian uang
Oleh karena itu, JPU Wendra menuntut terdakwa Dwidjono Putrihadi Sutopo selama 5 tahun penjara denda Rp 1,3 miliar atau subsidair satu tahun kurangan.
Dalam dakwaan bermula Direktur Utama PT Prolindo Cipta Nusantara (PCN) yang dipimpin Alm Henry Soetio tahun 2010 berencana melakukan kegiatan usaha pertambangan Batubara di Tanah Bumbu. Henry berencana memperoleh Izin Usaha Pertambangan (IUP).
Pada awal 2010, Henry bertemu dengan Mardani selaku Bupati Tanah Bumbu. Kemudian, pada pertengahan Tahun 2010, Mardani memperkenalkan Henry Soetio dengan terdakwa Dwidjono.
Sebagai tindak lanjut pertemuan tersebut, Kadis ESDM bertemu kembali dengan Henry untuk memproses pengurusan IUP dengan cara mengalihkan IUP milik PT Bangun Karya Pratama Lestari (BKPL) menjadi IUP PCN.
Dengan dalih melakukan pinjaman Dwidjono meminjam uang kepada Henry Soetio guna keperluan modal kerja usaha pertambangan sebagai bekal penghasilan pada saat Pensiun di tahun 2016.
Pada awal tahun 2021, pinjaman yang dilakukan oleh Dwidjono kepada Henry Soetio dilaporkan ke Kejaksaan Agung RI dimana pinjaman tersebut diduga sebagai penyamaran suap dan gratifikasi. ris