BARABAI – Polres Hulu Sungai Tengah (HST) telah menetapkan pasangan suami istri (pasutri) terduga pelaku arisan bodong MR (26) dengan sang suami IH (30), warga Kecamatan Barabai jadi tersangka, dan telah diamankan jajaran satreskrim setempat, Senin (13/6).
“Setelah melalui proses pemeriksaan dan penyidikan, keduanya sudah kita tetapkan sebagai tersangka,” kata Kapolres AKBP Sigit Haryadi melalui Kasubsi PIDM Humas Polres HST Aipda M Husaini.
Sebelumnya, pihak kepolisian masih melakukan pemeriksaan dan pendalaman kasus tersebut, sambil menunggu rekening koran dari bank pelapor maupun terlapor yang nanti disinkronkan. “Aset-asetnya pun akan kami telusuri,” katanya.
Pihaknya mengimbau kepada para korban arisan yang masih belum melapor, agar sesegeranya melaporkan diri ke Mapolres HST. “Diharapkan para korban saling berhubungan dan melaporkan diri. Kehadirannya sangat ditunggu dan diperlukan oleh penyidik,” ujarnya.
Menurut pemeriksaan sementara, uang arisan tersebut diakui terduga pelaku digunakan untuk kebutuhan pribadi. “Saat ini belum mencapai miliaran, karena belum semua korban melapor,” tambahnya.
Ia menerangkan, dari 10 orang korban yang baru melapor, kerugian mencapai Rp 369 juta. “Kami juga terus menunggu laporan korban lainnya, karena dari keterangan para korban nilainya mencapai miliaran,” katanya.
Menurutnya, pasangan suami istri tersebut dapat dijerat pasal penggelapan dan atau penipuan yakni Pasal 378 dan 372 KUHP.
Sebelumnya, puluhan korban yang merasa tertipu arisan bodong sempat hendak melakukan demo ke rumah sang bandar MR (26), Minggu (12/6).
Namun, niat hendak demo tersebut tercium jajaran kepolisian, hingga seluruh korban arisan digiring menuju Polres HST, serta diarahkan membuat laporan di sentra pelayanan kepolisian terpadu (SPKT) perihal kasus tersebut.
Korban arisan tersebut ternyata tak hanya dari Kabupaten HST, melainkan juga dari Palangkaraya, Kapuas, hingga beberapa daerah lain di kabupaten tetangga. Setidaknya, ada 35 orang terdata sebagai pelapor yang menjadi korban arisan itu dan masih terus dihimpun.
Salah seorang korban bernama Eka Damayanti mengungkapkan, niat pihaknya beramai-ramai mendatangi rumah bandar perempuan itu yakni untuk meminta kepastian, kapan uang yang mereka setorkan dikembalikan.
Menurutnya, ia bergabung dengan arisan itu sejak tahun 2019. Pada awalnya tak ada kecurigaan karena arisan nya berjalan lancar, hingga menaruh kepercayaan untuk terus berlanjut ke tahun-tahun berikutnya.
“Setelah habis arisannya, kami sambung lagi. Mulanya dari Rp 2 juta, Rp 5 juta, hingga Rp 20 juta secara bertahap,” terangnya.
Kepercayaan itu pun mulai menyurut pada awal tahun 2022. Menurutnya, pemicunya adalah dari update jual beli arisan dari terduga. “Arisan Rp 10 juta dijual Rp 7 juta. Alasannya kepepet lagi perlu uang,” katanya.
Ia menambahkan, jual beli itu terus berlangsung berulang-ulang. Para member pun sempat merasa gelisah. “Dalam hati kecil saya, kenapa bandar ini suka menjual beli arisan terus, dan siapa juga yang mau membeli. Sudah ada dugaan ini rekayasanya saja,” ujarnya.
Meski begitu, ia tetap konsisten bayar. Sempat pula beberapa kali Eka mempertanyakan keterlambatan kocok arisan, dan menuai kritikan dari member lain karena terus mempertanyakannya.
Dan, pada Kamis (9/6), ada yang menginformasikan kepada Eka bahwa sang bandar ini lagi terlilit utang, hingga terjadi kepanikan di antara para anggota arisan lainnya.
“Akhirnya kecurigaan ini benar, bandar ternyata terlilit utang dan tak bisa lagi membayar serta tidak bisa lagi melanjutkan arisan saya yang Rp 20 juta dan Rp 10 juta, karena ikut di beberapa tanggal yang berbeda,” jelasnya.
Menurut informasi Eka, uang arisan tadi mulai tidak bisa cair pada Minggu (5/6), dan ia disuruh datang ke rumahnya bandar.
“Sebelum tanggal itu, mobil, emas di lengan kiri dan kanan, serta sertifikat tanah masih ada. Setelah ditanyakan para korban, tidak ada lagi dengan alasan sudah diambil korban lain. Akan tetapi kami curiga asetnya ini dilarikan,” tambahnya.
Ternyata, sang bandar juga sempat menuliskan pada sebuah kertas rincian total sementara nominal jumlah arisan yang dikelolanya, yakni sebesar Rp 2.055.100.000. Lantas, rincian itu pun difoto oleh eka pada Jumat (3/6), dan diarsipkannya sebagai bukti sang bandar yang masih terlilit.
Eka dan para korban pun sebelumnya sudah secara baik-baik datang ke rumah sang bandar dan mereka diberikan dua opsi, yakni bandar mau membayar tapi tidak ada jangka waktu pelunasan. “Tak ada kejelasan, ibarat nya ditunggu sampai matikah,” ujarnya.
Kemudian, bandar juga bersedia dilaporkan ke pihak berwajib karena memang tidak bisa membayar lagi, disebabkan tidak ada harta. Ia berharap, polisi beserta pengadilan dapat mengusut asetnya yang masih ada, serta pelaku dipidana hukuman seberat-beratnya atas perbuatan itu. “Kalau bisa, aset yang ada dapat dibagi rata untuk semua korban,” harapnya.
Korban lainnya yaitu Annisa Juita mengaku, mengikuti arisan tersebut sejak bulan Januari 2021 lalu dan rutin mentransfer uang senilai Rp 3,5 juta per bulan nya. “Namun, ketika giliran saya kena pada 3 Juni lalu, uangnya justru tak diberikan oleh bandar,” katanya. Ant