Baiq Lidia Astuti S.Pd (Pemerhati Masalah Sosial Kemasyarakatan)
Sungguh ironi, di tengah kondisi ekonomi yang mulai merangkak bangkit dari keterpurukan pasca badai pandemi dimana masyarakat belum betul betul stabil dan masih banyak masyarakat yang miskin. Pemerintah justru akan menaikan tarif listrik, dan kita sama sama tau ini adalah yang kesekian kalinya.
Menteri Keuangan Sri Mulyani mengatakan usulan kenaikan tarif kistrik di atas 3.000 VA tersebut sudah disetujui oleh Presiden Joko Widodo.
Presiden dan kabinet sudah menyetujui untuk berbagi beban, kelompok rumah tangga yang mampu, yaitu mereka yang langganan listriknya di atas 3.000 VA, boleh ada kenaikan tarif listrik, hanya di segmen itu ke atas,” ujar Sri Mulyani dalam rapat bersama Badan Anggaran (Banggar) DPR RI.
Ekonom yang juga Direktur Riset Center of Reform on Economics (CORE) Piter Abdullah menilai kenaikan tarif dasar listrik untuk golongan 3.000 volt ampere (VA) ke atas akan menyebabkan inflasi ke depan.
Menurut dia, masyarakat miskin akan menerima dampak tidak langsung dari kenaikan tarif listrik tersebut.
Meski kenaikan TDL (penyesuaian tarif) kali ini hanya pada kalangan mampu, tetapi tidak menutup kemungkinan suatu saat kenaikan TDL juga akan diterapkan bagi pelanggan PLN golongan nonsubsidi lainnya.
Semakin membuat tak habis pikir adalah bahwa karena indonesia berdasarkan data Badan Geologi Kementerian ESDM, memiliki cadangan batu bara mencapai 26,2 miliar ton. Dengan produksi batu bara sebesar 461 juta ton tahun lalu, diperkirakan umur cadangan batu bara masih 56 tahun lagi apabila diasumsikan tidak ada temuan cadangan baru.
Bahkan, jika batu bara tersebut hanya digunakan untuk keperluan pembangkit listrik dalam negeri, cadangan tersebut bisa bertahan ratusan tahun. Lalu bagaimana bisa listrik untuk rakyat sendiri mahal?
Faktanya, sumber daya batu bara tersebut tidak digunakan sepenuhnya untuk pembangkit listrik dalam negeri, melainkan 75% justru untuk menerangi negara lain.
Efek kenaikan listrik ini sudah pasti membuat para ibu juga panik, bagaimana tidak minyak goreng saja harganya melambung tinggi di pasaran di tambah harga harga kebutuhan pokok lainnya yang juga naik, justru malah pemerintah menambah lagi deret pengeluaran para ibu yang kebingungan mengatur kebutuhan dapur dan juga pendidikan dan kesehatan anak anak di rumah.
Dapat diambil simpulan bahwa polemik tarif listrik naik tak terlepas dari pengadopsian sistem kapitalisme liberal. Kapitalisme yang tegak di atas dasar keuntungan materi menjadikan listrik yang merupakan kebutuhan dasar rakyat dikomersialisasi.
kenaikan tarif listrik ini sekali lagi menunjukan wajah asli sistem kapitalis yang di terapkan di negeri ini. Dalam sistem ekonomi kapitalisme, listrik dikelola atas dasar prinsip bisnis yaitu untung rugi dengan rakyat sebagai pelanggannya.
Dalam Islam, listrik merupakan kebutuhan dasar masyarakat yang wajib dipenuhi negara. Sebab, listrik bagian dari hak milik umum yang dikelola negara. Sehingga individu maupun korporasi dilarang memilikinya untuk dikomersialkan dengan alasan apapun.
Jika masalah listrik dikelola sesuai syariat islam, tentulah masyarakat secara keseluruhan bisa merasakan kekayaan alam yang mereka miliki selama ini untuk memenuhi kebutuhan listrik masyarakat. Tidak ada lagi cerita masyarakat pusing memenuhi kebutuhan pokoknya dan bayar listrik yang mahal. Dan ini hanya bisa terealisir,ketika negeri kita menjadikan islam sebagai aturan bermasyarakat dan bernegara. Wallahu a’lam