JAKARTA – Anggota Komisi Fraksi Partai Demokrat DPR Anwar Hafid mengungkapkan ada penjabat (Pj) kepala daerah yang langsung mengundurkan diri setelah dilantik.
Anwar menyampaikan itu dalam Rapat Dengar Pendapat (RDP) antara Komisi II DPR bersama Menteri Sekretaris Negara (Mensesneg), Kepala Staf Kepresidenan (KSP), dan Sekretaris Kabinet (Seskab) di Gedung DPR, Kamis (2/6), seperti dikutip cnnindonesia.com.
Namun, Anwar tak menjelaskan secara rinci identitas yang bersangkutan. Ia hanya menyebut Pj kepala daerah yang mundur usai dilantik itu berada di dapilnya, yaitu Sulawesi Tengah.
Namun, berdasar penelusuran, Pj kepala daerah yang mundur tersebut adalah Dahri Saleh. Ia mengundurkan diri beberapa menit setelah dilantik Wakil Gubernur Sulteng Ma’mun Amir sebagai Pj Bupati Banggai Kepulauan (Bangkep), Sulawesi Tengah.
Dahri dikabarkan langsung menandatangani surat pengunduran diri sebagai Pj Bupati Bangkep. Gubernur Sulteng Rusdy Mastura pun kemudian menunjuk Rusli Moidady sebagai Pelaksana Harian (Plh) Bupati Bangkep untuk mengisi kekosongan jabatan pemerintahan setempat.
“Habis dilantik, pejabat yang ditunjuk itu langsung mengatakan mengundurkan diri. Wibawa pemerintah ada di mana kalau seperti ini,” kata Anwar.
Menurutnya, kasus ini terjadi karena ada masalah dalam pola komunikasi antara Menteri Dalam Negeri Tito Karnavian dengan gubernur. Bahkan, muncul penolakan dari gubernur untuk melantik penjabat kepala daerah.
“Sebenarnya hanya faktor komunikasi,” kata Awnar.
Menurut Anwar, secara aturan Tito berwenang menetapkan penjabat daerah, namun gubernur juga bisa mengusulkan tiga nama. Ia meminta Mensesneg Pratikno menyampaikan persoalan Pj Kepala Daerah kepada Presiden Jokowi.
“Soal kegaduhan penjabat kepala daerah, ini memang perlu disampaikan kepada bapak Presiden,” ujarnya.
Anwar juga menyinggung kasus pelantikan TNI aktif sebagai penjabat kepala daerah, seperti Pj Bupati Seram Barat, Maluku, Brigjen Andi Chandra As’aduddin. Seperti diketahui Brigjen Andi sebelumnya menjabat sebagai Kepala Badan Intelijen Negara (BIN) Sulawesi Tengah.
Menurutnya, UU TNI hanya mengizinkan prajurit aktif bekerja di sepuluh instansi saja. Di lain sisi, UU Pilkada mengatakan bahwa pejabat tinggi madya yang bekerja di 10 instansi ini bisa disetarakan dengan pejabat eselon I.
Hal ini, kata Anwar, perlu disampaikan kepada Presiden agar jelas dan tidak menimbulkan kegaduhan.
“Ini sebetulnya hanya disampaikan supaya clear ini lurus biar tidak jadi gaduh ini negeri, yang sekarang apalagi kita ingin bapak presiden ini mengakhiri masa jabatannya dengan soft landing,” kata Anwar.
Pada kesempatan yang sama, Pratikno enggan menjawab pernyataan Anwar. Pratikno mempersilakan Komisi II menyampaikan hal itu kepada Kemendagri.
“Mohon maaf, yang jawab Pak Mendagri saja, karena juga ada di komisi ini,” ujar Pratikno. web