Indonesia merupakan negara demokrasi dengan kultur masyarakat majemuk. Kemajemukan masyarakat Indonesia yang disebabkan karena kondisi geografis negara kepulauan.Kondisi masyarakat yang multi etnis dengan berbagai suku budaya menjadi tantangan dalam sebuah negara demokrasi.Pada kehidupan politik negara demokrasi yang bersifat majemuk tak jarang muncul sentimen-sentimen politik identitas yang memicu konflik.Sekilas persepsi masyarakat majemuk mengacu pada keragaman etnis dan suku budaya,namun jika dicermati ada banyak aspek keragaman masyarakat Indonesia.Keragaman itu bisa kita lihat dari aspek Suku,Agama,Ras,(SARA).Demi menjaga eksistensi bangsa,Indonesia sebagai negara demokrasi yang bersifat majemuk,maka perlu adanya sebuah edukasi politik untuk mengelola keragaman menjadi suatu kekuatan politik yang mencerminkan kedewasaan berdemokrasi.
Edukasi politik terdiri dua kata yaitu edukasi dan politik.Edukasi merupakan kata serapan dari kosakata Bahasa Inggris yaitu “education” yang berarti Pendidikan.Sedangkan kata politik berasal Bahasa Yunani yaitu “polis”yang berarti kota.Sedangkan dalam Bahasa Belanda kata politik disebut “politiek” yang berarti kebijakan .
Dalam pandangan klasik Aristoteles menyatakan bahwa politik adalah usaha yang ditempuh warga negara untuk mewujudkan kebaikan bersama.Jika kita pahami lebih lanjut kata politik dapat kita tafsirkan sebagai seperangkat kebijakan dalam mengelola tata pemerintahan suatu negara demi tercapainya kesejahteraan bersama.
didunia berbeda,beberapa negara menganut sistem pemerintahan demokrasi,salah satunya Indonesia.Sistem demokrasi artinya kekuasaan negara yang bersumber pada kedaulatan rakyat.Demokrasi dalam pandangan Abraham Lincoln(mantan Presiden Amerika Serikat) demokrasi adalah pemerintahan dari rakayat,untuk rakyat,dan oleh rakyat.
Dengan demikian dapat kita pahami demokrasi menjamin kedaulatan rakyat yang mana dapat juga kita maknai demokrasi menuntut kepekaan rakyat untuk ikut andil berpartisipasi dalam politik.Untuk bisa berpartisipasi selayaknya warga negara yang demokratis,perlu adanya edukasi politik.Jika tidak maka ada dua kemungkinan kondisi yang terjadi.Kemungkinan pertama yaitu kondisi masyarakat yang ekstrem memahami demokrasi.Kelompok masyarakat ini aktif dalam mengemukakan pendapat;ide dan kritiknya terhadap pemerintahan.
Meski keaktifan masyarakat sebagai indikator keberhasilan demokrasi, namun akan berbahaya jika masyarat yang aktif saling mengemukakan pendapat,ide,dan kritikan terbelah dan mengklasifkasinya menjadi sebuah kawan dan lawan.Tak jarang dalam negara demokrasi sering terjadi kerusuhan politik yang melahirkan korban jiwa.Kemungkinan kedua,terjadinya kondisi dimana masyarakat yang apatis dan tidak mampu memahami hak politiknya dengan sebaik mungkin.Kondisi seperti ditandai dengan banyak masyarakat yang tidak menggunakan hak suara dalam kontestasi politik atau ditandai dengan maraknya politik uang.Dengan demikian edukasi politik adalah kegiatan atau aktifitas yang memiliki tujuan untuk membentuk nilai-nilai moral serta orientasi politik dalam individu. Pendidikan politik mendorong masyarakat berpartisipasi sebagai anggota masyarakat yang bertanggung jawab dalam perpolitikan negara.(Kantaprawira, 2006).
Edukasi dipolitik di Indonesia menjadi suatu yang perlu mendapatkan perhatian khusus.Pasalnya berdasarkan laporan yang dirilis oleh The Economist Intelligence Unit (EIU) indeks demokrasi Indonesia pada tahun 2020 mendapati skor 6,3.Ini merupakan skor terendah sejak 14 tahun terakhir.Berkaca dari pemilu dan pilpres 2019 yang sangat kental dengan politik identitas yan melahirkan polarisasi dalam masyarakat.Tampak jelas sekali bagaimana masyarakat Indonesia terbelah dan tanpa kita sadari,masyarakat klaster bawah yang dikenal dengan istilah grassroots(akar rumput) larut dalam perseteruan politik dengan tensi tinggi.
Berbagai berita hoax dan ujaran kebencian menghiasi media.Perang tagar silih berganti dimainkan oleh para influencer kedua kubu.Politik yang menonjolkan agama terlihat sangat jelas pada pertarungan pilpres 2019.Berbagai sentimen-sentimen agama lahir kala itu.Ketegangan kala itu akhirnya mengklasifikasikan masyarakat menjadi dua kubu,yakni kubu cebong(kecebong) yang diidentikkan dengan pendukung Jokowi dan kubu kadrun(kadal gurun) yang merupakan sebutan untuk pendukung Prabowo.Polarisasai ini merambah hingga ke akar masyarakat meskipun masyarakat bawah tidak begitu memahami esensi dalam demokrasi.Masyarakat sebetulnya hanyalah partisipansip(ikut-ikutan) dari perang media.Fenomena ini menunjukkan tidak adanya kedewasaan demokrasi ditengah masyarakat Indonesia.
Sebagaimana telah disinggung pada paragraf sebelumnya,kemungkinan lain dari kondisi tanpa adanya edukasi politik adalah maraknya politik uang.Tanpa adanya edukasi politik masyarakat tidak akan mampu memahami secara utuh peran dan kontribusinya dalam menentukan wakil rakyat.Berdasarkan survei yang dilakukan oleh Lembaga Ilmu Pengetahuan Indonesia (LIPI),40% Masyarakat Indonesia menerima uang dari peserta pemilu 2019 dan 37% masyarakat Indonesia mengaku menerima uang dan mempertimbangkan untuk tetap memilih mereka (Purnamasari, 2019).Hasil survey menggambarkan bahwa masyarakat kita belum mampu melihat substansi dari tindakan yang dilakukannya.Politik uang memberi kesan bahwa kekuasaan dapat dibeli.Ini menimbulkan persepsi bahwa kekuasaan seseorang tidak terbatas selagi dompetnya tebal.Padahal jika dipandang dari segi kekuasaan,demokrasi adalah suatu sistem untuk membatasi kekuasaan.Kekuasaan seseorang dalam negara yang kedaulatannya secara kolektif perlu dibatasi dengan tujuan tidak ada yang pihak yang mengontrol kekuasaan secara absolut.Inilah yang kenal dengan trias politika yang dikemukakan oleh Montesquieu.Fenomena politik uang juga menjadi bukti bahwa tidak adanya kedewasaan dalam berdemokrasi.
Di tengah upaya menyongsong 2024 kita dihadapkan pada trauma rendahnya skor demokrasi pasca pemilu 2019.Mampukah bangsa ini mencapai kedewasaan dalam berdemokrasi di tahun 2024? Dibalik pertanyaan mampu atau tidaknya,hanya ada satu kata,yakni MAMPU!
Jika bangsa ini tidak percaya diri,maka demokrasi kita akan lebih parah pada pemilu 2024.Suhu politik sudah mulai tampak dipertontontankan sekarang ini.Mulai dari beberapa baliho pemimpin partai yang sudah terpampang hingga isu-isu politik yang kian memanas.Wacana penundaan pemilu dan perpanjangan masa jabatan presiden 3 periode yang dilontarkan oleh para elit menjadi isu yang mendapatkan respon yang begitu luar biasa dari masyarakat terutama kalangan mahasiswa.Pada tanggal 11 April kemarin para mahasiswa dan buruh melakukan unjuk rasa diseluruh Indonesia.Kita tahu bahwa mahasiswa yang notabenenya merupakan kaum intelektual namun pada kenyataannya tidak semua mahasiswa yang mampu memahami esesnsi dari setiap pergerakan mahasiswa.Terlihat pada unggahan akun instagram bangsa mahasiwa ,terdapat sarkas seksisme yang menunjukkan perlunya edukasi politik dikalangan mahasiswa sekalipun.
Jika tidak ada edukasi, maka yang ada adalah pergeseran makna dari pergerakan mahasiwa yang lebih mengedepankan eksistensi daripada esensi.Tanpa adanya kedewasaan berdemokrasi yang diperoleh lewat proses edukasi politik,Indonesia hanyalah sarang kerusuhan demokrasi.Pemilu yang merupakan ajang konstestasi yang seharusnya disambut dengan suka ria oleh seluruh rakyat Indonesia pada akhirnya hanyalah angan belaka.Kalangan yang bersuka ria menyambut tahun politik hanyalah para elit.Sedangkan akar rumput(masyarakat kalangan bawah) kenyang dengan ujaran kebencian dan perang tagar.Siklus kekacauan ini akan selalu berulang pada setiap tahun-tahun politik.Apakah bangsa yang merdeka dengan pertumpahan darah segar ini akan selalu rusuh?
Edukasi politik adalah langkah konkret dalam menyelamatkan kualitas demokrasi 2024.Edukasi terdiri dari dua model yaitu edukasi politik pre-emtif dan preventif.Edukasi politik pre-emtif adalah upaya awal yang dilakukan untuk mencegah terjadinya masalah yang tidak diinginkan oleh sekelompok masyarakat atau individu yang berdampak panjang.Maka,upaya pre-emtif ini menanamkan norma kebaikan dalam kehidupan. (Alam, 2018).Bentuk upaya model pre-emptif yang dapat dilakukan adalah mengenalkan etika berdemokrasi yang baik kepada seluruh rakyat Indonesia saat ini sebagai bentuk persiapan menuju 2024.
Sedangkan, pendidikan politik dengan konsep upaya preventif biasanya dilakukan kepada pihak yang belum atau rentan terhadap suatu masalah.Preventif adalah tindakan yang dilakukan sebelum sesuatu terjadi. preventif diartikan sebagai upaya yang secara sengaja dilakukan untuk mencegah terjadinya gangguan, kerusakan, atau kerugian bagi seseorang. (Florida & Hollinger, 2017).Penolakan terhadap wacana presiden 3 periode merupakan bentuk upaya preventif untuk menghindari kerusahan berdemokrasi dimasa mendatang.
Edukasi politik menjadi tanggung jawab bersama antara pemerintah dengan seluruh elemen masyarakat.Namun porsi tanggung jawab terbesar berada dipundak mahasiswa. Mahasiswa yang dikenal sebagai guardian of value(menjaga nilai-nilai dalam masyarakat) memiliki peran ganda untuk menginterupsi pemerintah dan mengedukasi akar rumput.Sejatinya kedewasaan demokrasi melahirkan suasana kehidupan masyarakat demokratis dan masyarakat demokratis dikelola oleh insan yang terdidik.