JAKARTA – Ekonom memandang pemerintah perlu mengambil langkah lebih tegas dalam mengatasi polemik minyak goreng. Misalnya dengan memberikan kewenangan distribusi lebih besar ke Perum Bulog.
Ini menyusul langkah pemerintah yang akan mencabut larangan ekspor bahan baku minyak goreng atau Crude Palm Oil (CPO) per 23 Mei 2022 mendatang. Ketentuan lebih rinci disebut akan dikeluarkan dalam waktu dekat oleh Kementerian Perdagangan.
Direktur Center of Economic and Law Studies (Celios) Bhima Yudhistira menilai ada tiga langkah yang bisa dilakukan pemerintah menyusul pencabutan larangan ekspor yang akan diberlakukan segera. Pertama, ia meminta porsi Perum Bulog dalam melakukan distribusi minyak goreng ditambah.
“Pertama, tugaskan Bulog dan beri kewenangan untuk ambil alih setidaknya 40% dari total distribusi minyak goreng. Selama ini mekanisme pasar gagal mengatur margin yang dinikmati para distributor migor,” katanya.
Dengan demikian Bulog nantinya membeli dari produsen minyak goreng dengan harga wajar, dan melakukan operasi pasar atau menjual sampai ke pasar tradisional.
Kedua, Bhima meminta pemerintah menghapus kebijakan subsidi ke minyak goreng curah, dan ganti dengan minyak goreng kemasan sederhana.
Alasannya, pengawasan minyak goreng kemasan jauh lebih mudah dibanding curah.
Ketiga, jika masalahnya adalah sisi pasokan bahan baku didalam negeri, maka program biodisel harus mengalah. Ia memandang target biodisel harus segera direvisi, dan fokuskan dulu untuk penuhi kebutuhan minyak goreng.
“Tentu 3 kebijakan ini butuh penyegaran pejabat pelaksana, salah satunya melalui reshuffle menteri yang selama ini gagal menyelesaikan masalah migor,” tegasnya.
“Kalau kebijakan DMO mau dilakukan kembali bisa tidak efektif tanpa dilakukan 3 kebijakan yang direkomendasikan tadi,” imbuh Bhima.
Sementara itu, Ketua Harian Yayasan Lembaga Konsumen Indonesia (YLKI) Tulus Abadi menilai pemerintah perlu mencabut hak guna usaha sawit swasta. Ia memandang hal itu bisa dilakukan guna melindungi konsumen minyak goreng dalam negeri.
Hal ini jadi langkah awal yang perlu dilakukan pemerintah untuk bisa mengendalikan harga minyak goreng di sisi hilir. Artinya, penyelesaian polemik minyak goreng ini perlu dibenahi sejak sektor hulu.
“Hal yang paling ideal jika pemerintah ingin melindungi konsumen dari gejolak migor adalah cabut HGU sawit milik swasta, kemudian atur ulang kepemilikan lahan sawit,” kata Tulus.
Dalam mengambil langkah ini, Tulus menilai pemerintah Indonesia perlu meniru Malaysia yang menguasai kepemilikan lahan sawit sebesar 40 persen. Harapannya, aturan turunannya bisa lebih mudah diatur pemerintah.
“Dalam hal ini malaysia patut dicontoh karena mampu menguasai 40 persen lahan sawit. Sehingga mudah mengatur tata niaga sawit/CPO, termasuk harga minyak goreng, dengan HET dan subsidi,” terangnya. lp6/mb06