Oleh : Intan Syahadatin
Viral podcast you tube Deddy Corbuzier yang mengundang pasangan gay Ragil Mahardika dan Frederik Vollert yang saat ini tinggal di Jerman. Banyak netizen Indonesia yang justru kecewa dan mengolok-olok Deddy Corbuzier karena dianggap telah memberikan ruang ekspresi, memberi panggung untuk pasangan L68T (Lesbian, Gay, Biseksual dan Transgender). Apakah perilaku ini menggambarkan budaya asli Nusantara? Atau apakah para pegiat L68T ini mencerminkan nilai-nilai dari Pancasila? Sila yang mana?
Setelah pengesahan UU TPKS (tindak pidana kekerasan seksual) dan Permendikbud PPKS (pencegahan dan penanganan kekerasan seksual) no 30/2021, kewaspadaan kita semestinya semakin tinggi terhadap kampanye L68T. Kedua regulasi tersebut bisa membuka pintu legalisasi perilaku L68T. “Kampanye” L68T di media sosial sebagaimana dilakukan oleh selebritas sebagai pelaku maupun pendukung L68T mulai berani mempertontonkan di masyarakat secara langsung. Secara umum atas nama pengakuan terhadap kebebasan, pengakuan terhadap adanya perbedaan, dan pengakuan atas nama hak asasi manusia. Mereka semakin mendapat dukungan dari berbagai kalangan aktifis gender, korporasi media TV, politisi dll.
Ditinjau dari sudut manapun L68T bukan fitrah, karena justru menyimpang dari fitrahnya manusia yang jelas terdiri dari lelaki dan perempuan, dengan organ reproduksi yang tidak bisa dipertukarkan dan diganti. Misalnya pada kaum perempuan Allah SWT menciptakan rahim, sel telur, kelenjar prolaktin yang nantinya membentuk ASI. Adapun lelaki memiliki hormon testosteron dan sel sperma. L68T juga tidak ada kaitannya dengan kelamin ganda, yang dalam hal ini secara umum yg berfungsi biasanya satu alat kelamin saja dan bila memasuki masa baliq akan ada salah satu karakter yang lebih menonjol dalam dirinya. Tujuan penciptaan manusia dengan kelamin pria dan wanita adalah agar manusia berketurunan (QS an-Nisa’:4). Pasangan ini tidak akan mendapatkan keturunan, yang biasanya dilakukan adopsi anak atau sewa rahim (surrogacy).
Hal ini akan menambah kerusakan, mengacaukan nasab anak yang juga diharamkan oleh syariah Islam. Mengerikan lagi para pelaku gay dan lesbian terbukti menyebabkan maraknya sejumlah penyakit kelamin. Sebagaimana yang dilaporkan oleh Badan Kesehatan Dunia yang menangani AIDS, UNAIDS, bahwa di seluruh dunia perilaku gay berpotensi 25 kali lebih besar tertular HIV. Cancer Research Inggris juga menemukan bahwa homoseksual lebih rentan terkena kanker anus. Mereka juga terbiasa bergonta ganti pasangan, bahkan kerap melakukan tindakan kekerasan seksual terhadap pria normal seperti yang dilakukan seorang gay asal Indonesia di kota Manchester Inggris yang memperkosa ratusan pria sebagai korbannya. Demikianlah diantara bencana mengerikan akibat perilaku L68T.
Hanya Islam solusi terbaik dari setiap persoalan, termasuk masalah L68T. Islam mengharamkan perbuatan ini dan mengkategorikannya sebagai dosa besar. Akibat perbuatan mereka, yakni lelaki mendatangi lelaki pada dubur mereka (sodomi), Allah SWT melaknat dan menghancurkan kaum Luth as (QS Hud (11) : 82 ). Alhasil, Islam sama sekali tidak mengakui keberadaan kaum L68T, bahkan mencela perilakunya dengan sangat keras.
Sebagai tindak preventif, Islam pun mengancam para pelaku homoseksual dengan sanksi keras berupa hukuman mati bagi kaum gay yang masih bujang ataupun yang sudah menikah. Adapun lesbian dikenai sangsi ta’zir, yakni jenis hukuman yang bentuk dan kadarnya diserahkan kepada qadhi (hakim), bisa dicambuk, dipenjara bahkan dihukum mati jika keterlaluan. Islam juga mengharamkan kampaye, propaganda atau apa saja yang berisi seruan terhadap perilaku dosa besar ini melalui media, LSM, Influencer, penulis buku, atau siapapun yang mendukung, menyebarkan paham L68T, termasuk memberi ruang, fasilitas yang akan semakin menyuburkan, memperluas paham L68T maka akan dijatuhi sangsi keras.
Maka, campakkan Liberalisme yang hanya akan menyuburkan perilaku kaum sodom. Liberalisme berdiri di atas nama kebebasan dan HAM, termasuk memberi warganya kebebasan orientasi seksual baik sebagai gay dan lesbian. Negeri ini tak perlu mengikuti gerakan global yang didukung oleh banyak negara dan lembaga internasional seperti PBB yang terang-terangan menyatakan dukungan kesamaan hak bagi kaum L68T ini. Karena itu untuk menghentikan arus L68T ini tidak cukup hanya dengan seruan ataupun kecaman. Harus ada kekuatan politik dan hukum yang melindungi ummat. Mengharap kehidupan sosial bersih sesuai fitrah sebagaimana tuntunan Allah SWT tidak mungkin mewujud tanpa penerapan syariah secara kaffah dalam naungan Khilafah.