
JAKARTA – Wakil Ketua Komisi VIII DPR RI Ace Hasan Syadzily meminta pemerintah Singapura membuktikan Ustadz Abdul Somad (UAS) mengancam keselamatan negara karena menyebarkan radikalisme, sehingga ditolak masuk ke negara jiran tersebut.
Menurutnya, pemerintah Singapura harus meluruskan ceramah-ceramah UAS yang mengandung radikalisme.
“Tentu harus diluruskan juga apa saja yang ceramah ceramahnya yang dinilai mengandung unsur radikalisme dan mengarah ke kekerasan atas nama agama,” kata Ace kepada wartawan, di Senayan, Rabu (18/5), seperti dikutip cnnindonesia.
Ace menyatakan pembuktian dan penjelasan dari Singapura diperlukan, mengingat UAS mempunyai pengikut yang cukup besar di Indonesia.
“Apa yang disampaikan pemerintah Singapura harus dibuktikan karena bagaimanapun UAS juga memiliki pengikutnya yang cukup besar di Indonesia,” tutur Ace.
Ia berharap, peristiwa UAS dideportasi dari Singapura tidak membuat hubungan diplomatik Indonesia dengan Singapura terganggu. Ace pun menilai setiap negara berhak menentukan kebijakannya.
Meski begitu, ia tetap meminta alasan yang jelas dari pemerintah Singapura terkait penolakan UAS. Menurutnya, harus ada dijelaskan dengan alasan yang jelas.
Sebelumnya, Kementerian Dalam Negeri Singapura untuk Indonesia, mengungkapkan alasan UAS dideportasi. Singapura menganggap sosok penyiar agama itu pro ekstremisme dan bom bunuh diri.
Mengutip situs resmi Kemendagri Singapura, UAS dianggap tidak bisa diterima oleh masyarakat Singapura yang cenderung multiras dan multiagama.
“Somad dikenal menyebarkan ajaran ekstremis dan segregasi, yang tidak dapat diterima di masyarakat multi-ras dan multi-agama Singapura,” mengutip situs resmi Kemendagri Singapura.
Misalnya, Somad disebutkan telah mengkhotbahkan bahwa bom bunuh diri adalah sah dalam konteks konflik Israel-Palestina, dan dianggap sebagai operasi ‘syahid’.
Pemerintah Singapura pun menyebut Somad pernah melontarkan komentar yang merendahkan agama lain seperti Kristen. Somad disebut pernah mengatakan salib sebagai tempat tinggal roh kafir.
Beda Sikap
Sementara Majelis Ulama Indonesia (MUI) dan Badan Nasional Penanggulangan Teroris (BNPT) berbeda sikap soal penolakan Singapura terhadap Ustadz Abdul Somad dan rombongan pada Senin, 16 Mei lalu.
Ketua MUI bidang Hubungan Luar Negeri Sudarnoto Abdul Hakim mengkiritik keras Singapura yang menolak UAS memasuki nera tersebut.
Sudarnoto menilai Singapura berlebihan dengan menganggap UAS sebagai penceramah radikal dan ekstrimis.
“Berlebihan Singapura itu. Sangat berlebihan. Apalagi dia menyebut ekstremis, jadi enggak benar itu,” kata Sudarnoto, Rabu (18/5).
Ia menuding pemerintah Singapura lebih pro terhadap Yahudi dan Israel. Ia pun mempertanyakan sikap Singapura apakah mau menganggap negara Israel sebagai teroris.
Sudarnoto pun meminta Singapura tak membuat pernyataan atau alasan yang tak sesuai keadaan sebenarnya. Menurutnya, pemerintah Indonesia tak pernah mencekal kegiatan dakwah UAS selama ini.
“Kalau seandainya dia teroris dan pro ekstremis, pemerintah Indonesia sudah mencekal sejak lama, tapi ini enggak ada persoalan. Jadi pernyataan Singapura sangat mengganggu sekali,” katanya.
Lain dengan MUI yang bersikap keras, BNPT justru tak mau ikut campur dengan kebijakan otoritas Singapura. BNPT menganggap deportasi terhadap UAS harus menjadi pelajaran bagi Indonesia.
Direktur Pencegahan BNPT Brigjen Ahmad Nurwakhid mengatakan, upaya yang dilakukan oleh negara tetangga Indonesia itu tak lebih dari antisipasi dini terhadap potensi ancaman kepada negaranya.
Menurutnya, Singapura saat ini lebih unggul dari sisi pencegahan ancaman dan bentuk-betuk teror.
Misalnya, kata Nurwakhid, jika Indonesia masih melakukan upaya preventif strike atau penegakan hukum terhadap ancaman teror, Singapura sudah tahap pencegahan dari hulu, yakni pemikiran radikalisme.
“Singapura lebih hulu yakni ‘pre-emptive strike’, yakni pencegahan terhadap potensi ancaman aksi yang disebabkan oleh pandangan, doktrin dan ideologi,” kata Nurwakhid, Rabu (18/5).
Nurwakhid menghargai kebijakan yang diambil oleh pemerintah Singapura terhadap UAS. Ia menyatakan tak akan mengintervensi penolakan kedatangan UAS dan rombongan ke negara tersebut. web