Oleh: Nor Aniyah, S.Pd, Pemerhati Masalah Sosial dan Generasi.
Korban begal yang jadi tersangka, AS (34) berharap bisa bebas murni sebelum persidangan. Warga Desa Ganti, Kecamatan Praya Timur, Kabupaten Lombok Tengah, Nusa Tenggara Barat itu pengin hidup normal lagi. Dia mengatakan membunuh kawanan begal itu dalam keadaan terpaksa, karena kalau tidak melawan nyawanya akan melayang ketika diserang kawanan begal di jalan raya Desa Ganti. Saat itu dia hendak mengantarkan makanan dan air panas buat ibunya di Kabupaten Lombok Timur. Dia merasa gelisah ketika ada di dalam jeruji besi, karena memikirkan istri dan dua anaknya, serta badannya masih sakit meskipun tidak ada luka. Namun, dia merasa senang bisa bebas sementara, setelah mendapatkan penangguhan penahan dari penyidik Polres Lombok Tengah yang telah menetapkannya sebagai tersangka (jpnn.com, 16/04/2022)
Berangkat dari kasus tersebut harusnya publik makin menyadari betapa tidak kompatibelnya sistem sanksi yang dilahirkan dari sistem demokrasi kapitalisme. Justru hukum sanksi sistem ini berasal dari akal dan kesepakatan manusia. Padahal, seperti yang diketahui bersama manusia adalah makhluk yang terbatas. Terbatas jangkauannya, ilmunya dan pengetahuannya. Sehingga jika manusia diberi kedaulatan hukum solusi yang diberikan tidak menyelesaikan masalah.
Ketidakadilan hukum membuat persoalan ini menjadi viral dan membuat aparat melakukan penyetopan kasus. Hukum bobrok harus menunggu viral dulu baru diperhatikan. Aparat mengatakan penyetopan kasus perlu dilakukan agar masyarakat tidak takut melawan kejahatan. Namun ada kekhawatiran dari penegak hukum akan muncul mindset vigilantisme semacam itu merajalela. Inilah buah dari penerapan sistem sanksi yang ada dalam sistem demokrasi-kapitalisme, tidak menyelesaikan tapi justru membuka peluang-peluang kegaduhan lainnya.
Hukum yang berlaku sekarang ini sering berubah dan cenderung menguntungkan lingkaran tertentu seperti penguasa dan merugikan pihak-pihak yang kritis dan rakyat banyak. Sistem yang rusak dan berorientasi pada materi telah menyebabkan keadilan hilang. Banyak kalangan yang menilai penegakan hukum semakin suram. Hukum memang dilaksanakan, tapi jauh dari harapan. Hukum masih menjadi milik mereka yang berkuasa dan momok mereka yang dianggap berseberangan dengan kekuasaan. Sanksi hukum bisa berubah-ubah. Sehingga jelaslah, sistem hukum seperti ini harusnya dirombak.
Islam adalah ajaran yang mulia dan kita pun meyakini hanya akan mulia dengan berpegang pada ajaran Islam secara totalitas. Syariah Islam bersumber dari Allah SWT yang Maha Pengasih Penyayang, sehingga hukum Allah SWT pastilah memberikan kebaikan untuk umat manusia. Sebab sumbernya pasti.
Hanya hukum-hukum Islam yang akan tampak keadilannya bila diterapkan dalam sistem yang adil, yakni sistem hukum yang berasal dari Dzat Yang Mahaadil. Yakni yang berdasarkan pada Al-Qur’an dan Sunnah sebagai rujukan hukumnya. Ditegakkan oleh hakim yang adil dan diawasi oleh masyarakat yang paham tentang hukum Islam.
Sistem sanksi yang diterapkan oleh negara Islam, yakni Khilfah akan memberikan keadilan kepada siapapun, tanpa pandang bulu. Sebab, sumber kedaulatan hukum adalah Allah SWT Dzat pemilil keadilan. Dalam Islam, tindakan seperti kasus AS tidak termasuk kedalam tindak kriminal atau main hakim sendiri, seperti tuduhan kepolisian sistem saat ini. Justru tindakan AS adalah aktivitas mulia membela diri dan harta dari dharar kejahatan begal.
Dari Abu Hurairah ra ia berkata bahwa ada seseorang yang menghadap Rasulullah Saw ia berkata, “Wahai Rasulullah, bagaimana pendapatmu jika ada seseorang yang mendatangiku dan ingin merampas hartaku?” Beliau bersabda “Jangan kau beri padanya.” Ia bertanya lagi, “Bagaimana pendapatmu jika ia ingin membunuhku?” Beliau bersabda, “Bunuhlah dia.” “Bagaimana jika ia malah membunuhku?” Ia balik bertanya. “Engkau dicatat syahid,” jawab Nabi Saw. “Bagaimana jika aku yang membunuhnya?” Ia bertanya kembali. “Ia yang di neraka,” jawab Nabi Saw. [HR. Muslim no. 140].
Memang benar hukum asal membunuh adalah haram. Namun, ketika ada dalil yang mengatakan boleh membunuh sebagai upaya melindungi diri dan harta dari dharar (bahaya) maka keharaman tersebut menjadi kemubahan. Imam As Suyuthi menyebutkan: “Kondisi darurat dapat menjadikan perkara haram menjadi mubah, dengan syarat daruratnya tidak lebih ringan daripada keharamannya. Maka boleh memakan bangkai saat kelaparan, (sampai pada perkataan beliau) dan melawan perampok meski menyebabkan kematian si perampok.”
Sedangkan hukum sanksi bagi pelaku pembegal sendiri adalah Allah SWT telah menetapkannya dalam Al-Qur’an. Allah SWT berfirman: “Sesungguhnya pembalasan terhadap orang-orang yang memerangi Allah dan Rasul-Nya dan membuat kerusakan di muka bumi hanyalah mereka dibunuh atau disalib, atau dipotong tangan dan kaki mereka dengan bertimbal balik, atau dibuang dari negeri (tempat kediamannya). Yang demikian itu (sebagai) suatu penghinaan untuk mereka di dunia, dan di akhirat mereka beroleh siksaan yang besar.” (QS. al-Maidah ayat 33).
Ayat ini turun berkenaan dengan peristiwa tatkala Rasulullah Saw pernah memberikan sanksi pada para pelaku pembegalan dari kalangan suku Urniyyin. Suku tersebut melakukan kesalahan karena murtad dari Islam, membunuh penggembala dan merampas unta shadaqah. Demikianlah ketentuan Islam terhadap korban pembegal ataupun pelaku pembegalan. Yang hanya bisa diterapkan secara sempurna melalui sistem sanksi dalam negara khilafah Islamiyah.
Telah jelas bagi kita bahwa hukum Allah SWT adalah yang paling baik, hukum Islam yang paling adil dan akan memberikan ketentraman untuk seluruh manusia. Hukum yang tetap, tidak berubah-ubah dan berpihak pada semua. Tidak tebang pilih atau pilih tebang kepada pihak tertentu, seperti korban, pelaku dan masyarakat.
Apakah ada sistem hukum seperti itu selain sistem hukum Islam? Hanya saja, keadilan sejati hanya akan lahir dalam sebuah sistem yang menerapkan Islam secara kaffah. Yang semua unsurnya melaksanakan keadilan, di situlah keadilan benar-benar akan dapat dirasakan. Maka, bagi kaum Muslim menerapkan Islam secara kaffah adalah jalan terbaik untuk menjaga dan melindungi umat manusia.[]