
BANJARMASIN – Uang fee proyek di Kabupaten Hulu Sungai Utara tak sepenuhnya untuk bupati, tapi juga ikut dinikmati aparat penegak hukum, LSM hingga wartawan.
Hal tersebut diungkapkan Marwoto, Kasi Jembatan pada Dinas PUPR HSU, yang bersaksi pada sidang kasus dugaan suap fee proyek dengan terdakwa bupati nonaktif HSU, Abdul Wahid.
Pada sidang lanjutan yang digelar pada Senin (9/5), JPU Tito Zailani menghadirkan empat orang saksi, yang sebelumnya juga pernah memberikan keterangan pada sidang terdakwa Fachriadi dan Marhaini hingga Maliki.
Di depan majelis hakim yang dipimpin Jamser Simanjuntak SH MH, Marwoto mengakui, dirinya ditunjuk atau dipercaya oleh terdakwa Abdul Wahid untuk mengumpulkan uang fee proyek.
“Jadi Anda sebagai koordinator yang mengumpulkan uang fee proyek dari rekanan tersebut?” Tanya majelis. “Ya majelis, tapi caranya per kelompok, ada rekanan dari kelompok Kabupaten Barabai, dan Amuntai,” aku saksi.
Berdasarkan pengakuan saksi, uang fee proyek yang berhasil dikumpulkan dari rekanan tahun 2019 sebesar Rp 4 miliar, tahun 2020 Rp 12 miliar dan tahun 2021 sebesar Rp 1,2 miliar.
“Untuk tahun 2019 saya kasihkan kepada terdakwa melalui Abdul Latif, yang merupakan ajudan pak bupati sebesar Rp 2,5 miliar, tahun 2020 sebesar Rp 10 miliar, sedangkan untuk tahun 2021 belum sempat,” beber saksi.
Ketika ditanya majelis hakim sisa uang tersebut, saksi menjawab digunakan untuk operasional.
“Saya gunakan untuk kegiatan operasional, seperti diberikan kepada aparat penegak hukum, LSM hingga wartawan,” papar saksi.
Sementara, saksi Abdul Latif mengakui, uang telah diberikan Marwoto ia serahkan kepada terdakwa Abdul Wahid.
“Benar uang yang diserahkan saksi Marwoto kamu kasih kepada terdakwa?” Tanya majelis hakim lagi. Sambil menganggukkan kepala, saksi mengatakan benar. “Benar yang mulia,” ucapnya.
Sementata dua saksi lainnya, Rahmani Noor dan Abraham Raji di depan persidangan, mengaku pernah memberikan uang kepada terdakwa.
Uang yang diberikan para saksi kepada terdakwa, merupakan fee proyek dari rekanan dengan nilai 8 persen + 5 persen
Terdakwa Abdul Wahid, mantan Bupati HSU diseret ke persidangan Pengadilan Tipikor Banjarmasin, karena diduga menerima uang fee proyek.
Jakaa Penuntut Umum (JPU) KPK, Fahmi SH MH mendakwa Abdul Wahid dengan sejumlah dakwaan alternatif.
Pertama Pasal 12 huruf a Undang-Undang (UU) Nomor 31 Tahun 1999 tentang Pemberantasan Tindak Pidana Korupsi sebagaimana telah diubah dengan UU Nomor 20 Tahun 2001 tentang Perubahan atas UU Nomor 31 Tahun 1999 tentang Pemberantasan Tindak Pidana Korupsi Jo. Pasal 55 ayat (1) ke-1 KUHPidana Jo. Pasal 64 ayat (1) KUHPidana.
Alternatif kesatu yang kedua, Pasal 11 UU Nomor 31 Tahun 1999 tentang Pemberantasan Tindak Pidana Korupsi sebagaimana telah diubah dengan UU Nomor 20 Tahun 2001 tentang Perubahan atas UU Nomor 31 Tahun 1999 tentang Pemberantasan Tindak Pidana Korupsi Jo. Pasal 55 ayat (1) ke-1 KUHPidana Jo. Pasal 64 ayat (1) KUHPidana.
Dakwaan alternatif kedua yaitu Pasal 12B UU RI Nomor 31 Tahun 1999 tentang Pemberantasan Tindak Pidana Korupsi sebagaimana telah diubah dengan UU RI Nomor 20 Tahun 2001 tentang Perubahan atas UU Nomor 31 Tahun 1999 tentang Pemberantasan Tindak Pidana Korupsi Jo. Pasal 65 ayat (1) KUHPidana.
Kemudian dakwaan alternatif ketiga yang kesatu, Pasal 3 Undang-Undang RI Nomor 8 Tahun 2010 tentang Pencegahan dan Pemberantasan Tindak Pidana Pencucian Uang Jo. Pasal 65 ayat (1) KUHPidana.
Lalu alternatif ketiga yang kedua, Pasal 4 Undang-Undang RI Nomor 8 Tahun 2010 tentang Pencegahan dan Pemberantasan Tindak Pidana Pencucian Uang Jo. Pasal 65 ayat (1) KUHPidana. Ris