JAKARTA – Ramadan tiba, Ramadan tiba, Ramadan tiba. Marhaban Ya Ramadan, Marhaban Ya Ramadan, Marhaban Ya Ramadan.
Penggalan lagu yang dipopulerkan oleh Opick itu selalu terdengar di hampir semua tempat ketika Ramadan tiba.
Setiap tahun, Ramadan memang selalu menjadi bulan yang paling ditunggu-tunggu umat Muslim. Mereka akan lebih banyak beribadah demi mendapatkan pahala berlipat ganda di bulan suci ini.
Selain ibadah, umat Muslim juga diwajibkan membayar zakat fitrah untuk menyucikan harta. Umumnya, zakat dibayarkan jelang Hari Raya.
Direktur Utama Rumah Zakat Nur Efendi menjelaskan zakat adalah harta yang wajib dikeluarkan apabila telah memenuhi syarat-syarat. Salah satunya jumlah harta telah mencapai nisab atau bata kepemilikan seorang Muslim selama satu tahun untuk wajib mengeluarkan zakat.
Efendi menjelaskan zakat dalam bahasa Arab punya beberapa makna, salah satunya ‘At-Thohuru’, yang artinya membersihkan atau menyucikan jiwa dan harta.
Ia menjelaskan dua jenis zakat dalam agama Islam. Pertama, zakat fitrah atau zakat yang dikeluarkan saat Ramadan. Jenis zakat ini diberikan dalam bentuk makanan yang umumnya berupa beras sebesar 2,5 kg atau 3,5 kg.
“Biasanya diberikan sesuai dengan apa yang dimakan, kalau makannya beras, zakatnya beras,” ucap Effendi.
Kedua, zakat mal atau harta. Zakat ini dikeluarkan sesuai harta atau penghasilan yang diperoleh setiap bulan. Zakat mal bisa diberikan dalam bentuk, uang, emas, surat berharga, dan saham.
Namun, zakat mal hany wajib bagi umat Muslim yang sudah mencapai batasan nisab atau memiliki penghasilan setahun setara atau lebih dari harga 85 gram emas.
Sebagai contoh, dengan asumsi harga emas Rp900 ribu per gram, maka mereka yang bergaji di atas Rp76,5 juta per tahun wajib membayar zakat maal.
Sementara, Perencana Keuangan Advisors Alliance Group Indonesia Andy Nugroho mengatakan alokasi untuk membayar zaka harus diatur rapi setiap bulan. Menurut dia, masyarakat dapat menganggarkan sekitar 5 persen-10 persen dari total penghasilan.
Jika sudah disisihkan, maka pembayaran zakat seharusnya tidak menjadi masalah dan bisa dilakukan rutin per bulan. “Di pos pengeluaran kan kita alokasi dana charity, itu bisa 5-10 persen, nah untuk zakat 2,5 persen, lebihnya bisa untuk infak atau sedekah,” kata Andi.
Di sisi lain, Andy mengatakan dana infak atau sedekah bentuk lain yang dibayarkan juga bisa dipakai untuk mengurangi pajak dalam laporan SPT. Hal ini dengan catatan memiliki bukti pembayaran.
“Bisa mengurangi pajak PPh 21 atau pajak lain, kan ada pertanyaan apakah membayar zakat atau sedekah, itu bisa buat jadi pengurang pajak,” pungkas Andy. cnn/mb06