
TANJUNG-Keputusan pemerintah yang disampaikan Presiden Republik Indonesia (RI), Joko Widodo tentang larangan ekspor bahan baku minyak goreng berlaku Kamis (28/4), menimbulkan kekhawatiran terhadap harga tandan buah segar (TBS) di kalangan petani Sawit.
Manajer Koperasi Produsen Wahyu Ilahi, H Muhammad Yuhni, di Tanjung, Ia mengatakan, dipastikan petani Sawit menjerit karena dampak langsung dari kebijakan tersebut, karena mereka selama ini menggantungkan kehidupannya dari usaha perkebunan sawit.
“Petani baru sebentar bisa menikmati harga tinggi, dengan adanya kebijakan penyetopan ini kami menyakini harga Sawit akan anjlok seperti dua tahun lalu,” katanya, mewakili para petani di kawasan banua enam, khususnya di daerah Kabupaten Balangan dan Tabalong, Provinsi Kalimantan Selatan (Kalsel).
Dijelaskan dia, para petani tidak lama ini baru bisa menikmati harga Tandan Buah Segar (TBS) Sawit yang dibeli pabrik perusahaan kelapa sawit, mereka bisa menikmati harga tersebut di tahun belakangan, yakni awal tahun 2021 dan saat ini mulai menikmati puncaknya.
Akibat larangan penyetopan dipastikan pabrik yang tempat biasa membeli, atau menampung produksi buah petani tentu akan mengurangi pembelian buahnya ke petani, dalam kondisi tersebut diyakini buah sawit akan menumpuk karena minyaknya tidak bisa dijual.
Sementara kebutuhan dalam negeri hanya 10 persen dari kapasitas atau produksi kepala Sawit produksi, Crude Palm Oil (CPO) secara nasional, dengan skala kebutuhan nasional ini jumlahnya kecil atau sekitar hanya enam hingga tujuh juta ton untuk minyak goreng pertahun.”Dibandingkan kapasitas produksi total secara nasional jumlah ini kecil, maka dengan larangan tersebut menyisakan kapasitas sekitar 30 jutaan ton, dan ini akan berimbas kepada kami para petani, termasuk merosotnya harga TBS,” katanya.{[an/mb03]}