BANJARMASIN – Jaksa Agung Muda Pidana Umum (Jampidum) Kejaksaan Agung (Kejagung) Fadil Zumhana, menyetujui dua perkara penganiayaan dan penggelapan di Kalimantan Selatan (Kalsel) menerapkan restorative justice atau keadilan restoratif, yaitu penghentian penuntutan dengan diselesaikan di luar jalur pengadilan.
“Setelah dilakukan ekspose perkara, Jampidum setuju dihentikan proses penuntutan terhadap terdakwa perkara Pasal 351 Ayat (1) KUHP atas nama Ahmad Fahrizal, dan terdakwa atas nama Rahmadi perkara Pasal 372 KUHP Jo. Pasal 55 Ayat (1) ke-1 KUHP,” kata Kepala Kejaksaan Tinggi Kalsel Mukri, Rabu (20/4).
Untuk perkara pidana penganiayaan akan ditangani Kejari Banjarmasin, sedangkan perkara penggelapan oleh Kejari Hulu Sungai Tengah (HST).
Ahmad Fahrizal diketahui terjerat hukum setelah melakukan dugaan penganiayaan terhadap korban berinisial AK, yang merupakan rekannya saat berpesta minuman keras di Jalan Tatah Bangkal Luar, Kelurahan Kelayan Timur, Kecamatan Banjarmasin Selatan, Senin (14/4).
Saat itu, terdakwa memukul korban sebanyak dua kali menggunakan tangan, akibat tersinggung usai korban membuang miras yang disodorkan terdakwa kepadanya. Akibatnya, korban mengalami luka pada bagian wajah.
Penghentian penuntutan karena sejumlah kriteria pun terpenuhi, di antaranya terdakwa baru pertama kali melakukan tindak pidana, kemudian ancaman pidana penjara tidak lebih dari lima tahun, dan telah ada kesepakatan perdamaian antara korban dan terdakwa.
Sedangkan terdakwa Rahmadi terjerat hukum setelah terlibat dugaan penggelapan satu unit mobil milik korban berinisial A. Terdakwa turut serta bersama seorang pelaku lainnya berinisial R, yang kini masuk dalam daftar pencarian orang (DPO) menggadaikan mobil pinjaman untuk berjudi, di kawasan Kecamatan Dusun Timur, Kabupaten Barito Timur, Kalimantan Tengah.
Mobil milik korban digadaikan berkali-kali kepada sejumlah saksi dari Rp 5 juta dan Rp 9 juta untuk dijadikan modal berjudi. Namun, terdakwa Rahmadi telah mengembalikan barang milik korban, sehingga tidak ditemukan adanya kerugian yang diderita oleh korban hingga telah sepakat berdamai.
Mukri menyebutkan, semua perkara yang disetujui Jampidum telah memenuhi syarat dilakukan penghentian penuntutan, berdasarkan keadilan restoratif sesuai Peraturan Kejaksaan Republik Indonesia Nomor 15 Tahun 2020 tentang Penghentian Penuntutan Berdasarkan Keadilan Restoratif. ant/yos