
Peristiwa Reformasi 1998 merupakan sebuah momentum penting dan bersejarah bagi negara Indonesia. Reformasi ditandai dengan berakhirnya masa pemerintahan Presiden Soeharto atau disebut dengan rezim otoriter yang mampu membawa perubahan. Diantaranya meliputi aksi demokrasi, penegakan HAM serta pemberantasan praktik Korupsi, Kolusi dan Nepotisme (KKN).
Namun, masyarakat justru merasa kecewa dengan agenda reformasi tersebut. Hal itu ditandai dengan masih banyaknya pelanggaran Hak Asasi Manusia dan praktik KKN masih aktif karena melemahnya pemberantasan KKN. Praktik KKN telah merusak segala bidang kehidupan masyarakat. Oleh karena itu, rakyat Indonesia menuntut adanya agenda menghapus KKN guna menciptakan pemerintahan yang bersih.
Berbagai contoh korupsi dalam sejarah di Indonesia salah satunya adalah pada awal rezim Orde Baru Presiden Soeharto (1965-1998) yang ditandai dengan adanya pertumbuhan ekonomi yang berjalan begitu cepat secara berkelanjutan, tetapi disisi lain terkenal dengan praktik korupsinya. Salah satu karakteristik korupsi selama Orde Baru kepemimpinan Soeharto adalah korupsi tersebut terpusat dan dapat diprediksi. Investor dan pengusaha dapat memprediksi jumlah uang yang harus disisihkan untuk biaya tambahan dan mengetahui orang yang perlu disuap dengan uang.
Adapun taktik lainnya adalah memasukkan kroni Soeharto dalam kegiatan bisnis dengan tujuan untuk mengurangi ketidakpastian yang disebabkan oleh birokrasi yang tidak stabil. Taktik ini terjadi di tingkat lokal, dimana para gubernur dan komandan militer setempat turut serta menikmati hak istimewa yang sama dengan pihak pusat. Dengan adanya era baru reformasi, menuntut untuk membawa perubahan besar setelah jatuhnya masa jabatan Presiden Soeharto pada tahun 1998.
Memasuki era reformasi, kondisi berubah setelah Presiden Soeharto lengser dari masa jabatannya melalui program desentralisasi daerah. Program ini searah dengan tuntutan masyarakat, namun berdampak negatif pada pola distribusi korupsi. Praktik penyuapan tidak lagi dilakukan dengan berkoordinasi yang terjadi pada masa lampau, tetapi menjadi tidak pasti.
Korupsi masih marak terjadi di Indonesia bahkan menjadi berita utama yang selalu muncul di media Indonesia dan menimbulkan persoalan yang rumit. Indonesia telah menunjukkan perbaikan yang signifikan dan stabil pada masa pemerintahan SBY dan dilanjutkan oleh Joko Widodo. Meskipun demikian, harus tetap ditangani dengan konsisten. Apabila tidak ditangani, maka korupsi akan menghambat negara dalam merealisasikan potensi ekonomi dan akan timbul ketidakadilan dalam masyarakat Indonesia karena beberapa orang akan mendapatkan keuntungan yang besar dari lembaga dan hasil korupsi di negara ini.
Tindakan korupsi merupakan kejahatan yang merugikan keuangan negara dan menghambat perekonomian negara dalam pembangunan nasional sekaligus termasuk pelanggaran terhadap hak-hak sosial dan ekonomi. Bagi kalangan akademisi sejak zaman kepemimpinan Soeharto hingga masa kini masih menelusuri terkait akar dari permasalahan korupsi di kalangan masyarakat tradisional pra kolonial, zaman penjajahan Belanda, kedudukan Jepang atau pemerintah Indonesia yang telah merdeka.
Untuk menjalankan kembali agenda reformasi dalam upaya pencegahan maraknya praktik KKN harus diusut oleh seluruh elemen masyarakat terutama generasi muda. Tercatat dalam sejarahnya bahwa generasi muda seingkali menjadi aktor yang paling penting dalam setiap peristiwa yang ada di Indonesia, tidak terkecuali mahasiswa. Melalui mahasiswa seluruh aspirasi masyarakat dapat tersampaikan dan didengar oleh penguasa pemerintahan.
Berbagai upaya yang diperjuangkan untuk memberantas korupsi sejak masa orde lama hingga era saat ini masih belum terealisasikan. Disinilah pentingnya peran akademisi untuk mewujudkan agenda reformasi dalam upaya pemberantasan korupsi. Agenda reformasi untuk memerangi praktik KKN dirasa belum sepenuhnya berhasil dan berjalan dengan efektif hingga saat ini, bahkan isunya terdapat beberapa orang yang anti pada perubahan. Akademisi merupakan orang yang menempuh pendidikan tinggi dan ahli di suatu bidang ilmu, serta identik dengan mahasiswa, tendik, dosen dan sebagainya. Peran akademisi sangat terlihat pada instrumen hukum yang dikenal dengan istilah Tri Dharma Perguruan Tinggi yang diatur pada pasal 20 ayat 2 UU No. 20 Tahun 2002 tentang sistem pendidikan nasional. Dalam pelaksanaannya sebagai akademisi wajib melaksanakan pendidikan, penelitian dan pengabdian pada masyarakat.
Menurut Willy (2021) dalam berita CNN Indonesia, masih banyak sekali pola penyelenggaraan pemerintah yang memberikan ruang untuk praktik KKN, seperti halnya Indonesia masih belum optimal dalam menggunakan teknologi informasi di era sekarang untuk mengurangi praktik KKN di Indonesia. Sebagai elemen negara sudah sepatutnya mempertahankan sistem yang rawan terjadinya praktik KKN.
Menurutnya, pada masa Orde Baru praktik bernegara yang otoriter dan perkataan ‘asal bapak senang’ berdampak pada maraknya korupsi pada masa kini. Gerakan anti KKN menjadi prioritas utama bagi para akademisi untuk meneruskan dan mewujudkan agenda reformasi tahun 1998, gerakan anti KKN saat ini harus lebih modern, menyesuaikan perkembangan zaman, menunjukkan antusias kuat, terfokus pada permasalahan yang mendasar yakni sistem dan mental serta tidak terpacu pada sebatas slogan saja.
Membangun situasi yang seperti itu tidaklah mudah dan memerlukan upaya dan usaha, komitmen dan konsistensi serta kepemimpinan yang kuat. Praktik korupsi dilatarbelakangi oleh adanya kepentingan atau motif kekuasaan dan kekayaan. Praktik korupsi yang melanda negara Indonesia sudah menjadi bagian tugas dan tanggung jawab bagi para akademisi untuk turut serta mentuntaskan dan berkontribusi dengan memberikan perannya terhadap dunia pendidikan maupun masyarakat luas.
Peran akademisi dalam masyarakat dapat dilakukan dengan membangun jejaring anti korupsi, komunitas anti korupsi, gerakan anti korupsi, mengadakan seminar anti korupsi, serta menerapkan kejujuran dalam momentum tertentu dengan menampilkan pencerahan mengenai isu-isu korupsi yang tengah berkembang sampai saat ini. Sebagai akademisi yang berperan menjadi penggerak dan aktivis dituntut untuk mewujudkan pemberantasan terhadap praktik KKN, sebagaimana termasuk dalam salah satu agenda reformasi 1998.