Oleh: Sri Astuty Handayani, SP (Ibu Rumah Tangga dari Batola).
Tunjangan Hari Raya atau THR adalah salah satu kebijakan pemerintah yang dianggap mampu menjadi solusi permasalahan kebutuhan rakyat. Bahkan negara akan menindak tegas perusahaan yang tidak mau membayar THR kepada karyawannya.
Dalam pidato Presiden tentang THR dan gaji ke 13 tahun 2022, Presiden menjelaskan bahwa “Pada 13 April 2022 saya telah menandatangani peraturan pemerintah tentang pemberian THR dan gaji ke-13 untuk seluruh ASN, TNI, Polri, ASN daerah, pensiunan, penerima pensiun, dan pejabat negara, serta tambahan tunjangan kinerja 50 persen untuk ASN, TNI, dan Polri aktif yang memiliki tunjangan kinerja. Kebijakan ini merupakan wujud penghargaan atas kontribusi aparat pusat dan aparat daerah dalam menangani pandemi Covid-19, serta diharapkan menambah daya beli masyarakat dan membantu percepatan pemulihan ekonomi nasional,” jelas Jokowi.
Tidak dapat dipungkiri, bahwa THR dan gaji ke 13 memang merupakan suatu kado yang berharga bagi masyarakat. Karena hal ini sangat membantu dalam kesulitan ekonomi rakyat.
Sayangnya, pemahaman terkait suntikan dana dengan THR dan gaji ke 13 yang di klaim mampu mengatasi percepatan pemulihan ekonomi masyarakat adalah hal yang mustahil.
Pasalnya, pada faktanya kondisi masyarakat saat ini telah pada kondisi kesulitan yang akut. Di satu sisi negara memberikan suntikan dana, namun disisi lain pemerintah telah melakukan kebijakan dengan kenaikan harga-harga bahan pokok.
Padahal sebelum kenaikan harga pokok pun kondisi ekonomi rakyat telah berada pada ambang kehancuran. Ditambah dengan kenaikan harga minyak, bahan bakar dan gas.
Inilah cerminan sistem demokrasi kapitalisme. Terlihat manis di luar, namun dalamnya penuh dengan kebusukan dan menghancurkan. Karena sejatinya dalam sistem kapitalisme tak ada teman yang hakiki, melainkan keuntunganlah yang menjadi tujuan hakiki. Wajar saja jika setiap kebijakan yang diambil berdasarkan kepentingan individu dan golongan dan bahkan hanya kepentingan segelintir orang yaitu pengusaha dan penguasa.
Padahal jika kita melihat di dalam penerapan sistem Islam seperti yang dicontohkan oleh Rasulullah dan para sahabat. Negara adalah pelayan rakyat. Dimana setiap kebijakan yang diambil oleh penguasa akan dihisab oleh Allah SWT. Sehingga negara wajib bersungguh- sungguh dalam memastikan bahwa seluruh kebutuhan rakyat selalu erpenuhi meski tidak memiliki jaminan suntikan dana pada hari-hari tertentu.
Islam sebagai agama dan ideologi yang berasal dari Allah SWT tentu adalah sistem yang sempurna dan diyakini tanpa kecacatan. Karena ia bersumber dari Al Khaliq Sang Pencipta alam semesta. Sudah dapat diyakini bahwa sistem ini mampu menjadi penyelesai seluruh masalah manusia. Sejarah telah membuktikan bagaimana manusia benar-benar dimanusiakan. Dan kesejahteraan benar-benar bisa dirasakan oleh seluruh masyarakat.
Dengan penerapan Islam kaffah, 2/3 dunia mampu tunduk dan selaras bersatu di bawah satu kepemimpinan. Kebutuhan rakyat mampu terpenuhi dan kesejahteraan bisa dirasakan di seluruh wilayah tanpa terkecuali. Hal ini mampu didapatkan hanya dengan mengerahkan seluruh potensi dan kekayaan dalam negeri. Tanpa bantuan pihak pemodal bahkan pihak asing.
Prioritas negara adalah kemaslahatan rakyat, sehingga jelas yang menjadi tujuan adalah kesejahteraan masyarakat, bukan keuntungan bagi penguasa apalagi keuntungan asing dan penjajah.
Oleh karenanya, hanya dengan kembali pada penerapan Islam kaffah, maka kesejahteraan benar-benar bisa dirasakan. Dan segala persoalan kehidupan yang saat ini terjadi pada kehidupan kita bisa diselesaikan dengan kembali pada aturan Allah SWT. Hanya dengan penerapan aturan Allah SWT maka kita akan mendapatkan kebahagiaan hakiki dan Rahma Allah SWT akan dirasakan oleh seluruh alam. Insya Allah.
Wallahu a’lam…