Jakarta – Pemerintah berencana menerapkan tarif Rp1.000 setiap kali akses nomor induk kependudukan (NIK) di database kependudukan. Dirjen Kependudukan dan Catatan Sipil Kemendagri Zudan Arif Fakrulloh menyebut aturan akan berlaku bagi lembaga pengguna database kependudukan.
Biaya juga akan dikenakan jika suatu lembaga mengakses unsur data kependudukan lain. Detail biaya sedang dirumuskan dalam rancangan peraturan pemerintah penerimaan negara bukan pajak (RPP PNBP).
“Sudah disosialisasikan juga ke berbagai lembaga sesuai rapat terdahulu untuk akses NIK Rp1.000 per akses NIK,” kata Zudan melalui pesan singkat, Rabu (13/4).
Zudan mengatakan selama ini biaya akses digratiskan. Pemerintah yang menanggung semua beban biaya itu lewat anggaran penerimaan dan belanja negara (APBN).
Selanjutnya, biaya akses akan diterapkan agar pemerintah memiliki dana untuk perawatan sistem data kependudukan. Selama ini, server data kependudukan belum pernah diperbaiki karena tak ada anggaran.
Zudan menyampaikan bahwa perangkat keras server data kependudukan sudah berusia sepuluh tahun dan sudah tidak punya garansi. Suku cadang perangkat keras itu pun sudah tak ada di pasaran.
“Memang sudah saatnya server-server ini diremajakan agar pelayanan publik menjadi lebih baik dan menjaga Pemilu Presiden dan Pilkada Serentak 2024 agar bisa berjalan baik dari sisi penyediaan daftar pemilih,” tuturnya.
Sebelumnya, Zudan mengungkap server data kependudukan tak pernah diperbarui karena tak ada anggaran. Kemendagri sudah empat kali mengajukan anggaran, tetapi selalu ditolak Kementerian Keuangan.
Wakil Ketua Komisi II DPR Luqman Hakim juga menyoroti hal itu. Dia khawatir hal itu berdampak pada keamanan data penduduk Indonesia.
“Kita menghadapi ancaman serius mengenai data kependudukan. Hampir 200 juta data kependudukan yang tersimpan di data center Dukcapil Kementerian Dalam Negeri terancam hilang atau musnah,” ungkapnya kepada CNNIndonesia.com, Selasa (12/4).web