BANJARMASIN – Lembaga Swadaya Masyarakat Komite Anti Korupsi Indonesia (LSM KAKI) menyambangi Kejati Kalsel dan Pengadilan Negeri Banjarmasin, untuk menyuarakan keadilan bagi masyarakat banua.
Dalam orasinya, LSM KAKI meminta kedua lembaga pengadil itu bersikap tegas terkait mangkirnya mantan Bupati Tanah Bumbu Mardani H Maming, dalam beberapa kali persidangan kasus dugaan korupsi pengalihan izin usaha pertambangan (IUP) dengan terdakwa mantan Kepala Dinas ESDM Kabupaten Tanah Bumbu H Raden Dwidjono Putrohadi Sutopo di Pengadilan Tipikor.
Karena, menurut mereka, di mata hukum semua masyarakat sama, tidak ada perbedaan sama sekali, termasuk mantan Bupati Tanah Bumbu Mardani H Maming.
“Mardani H Maming merupakan salah satu saksi kunci dalam kasus ini agar dapat terang benderang. Jika tak hadir beberapa kali, segera panggil paksa yang bersangkutan,” tegas Ketua LSM KAKI Kalsel H Husaini, saat berorasi di depan kantor Pengadilan Negeri Banjarmasin, Jalan DI Panjaitan, Rabu (13/4).
Menurut dia, sangat tidak mungkin seorang Kepala Dinas ESDM Tanbu melakukan korupsi suap terkait pengalihan izin usaha pertambangan (IUP), tanpa sepengetahuan sang bupati yang kala itu dipimpin Mardani H Maming.
“Kami hanya ingin agar kasus ini segera terungkap. Sebab siapa pun sama di mata hukum,” jelas Husaini.
Menyikapi aksi tersebut, Kasi Penkum Kejati Kalsel Romadu Novelino menerima aspirasi LSM KAKI dan akan menyampaikan kepada pimpinan. Hal senada disampaikan Humas PN Banjarmasin Aris Bawono Langgeng.
“Aspirasi dari LSM KAKI akan kami sampaikan kepada majelis hakim yang mengadili perkara ini,” ujarnya.
Sementara, pada Senin (11/4), PN Tipikor Banjarmasin kembali menggelar sidang kasus korupsi suap terkait pengalihan izin usaha pertambangan (IUP) dengan terdakwa mantan Kepala Dinas ESDM Kabupaten Tanah Bumbu, H Raden Dwidjono Putrohadi Sutopo, dengan memeriksa sejumlah saksi.
Dalam sidang kali ini, jaksa penuntut umum (JPU) menghadirkan lima saksi yakni Bambang Budiyono, Andri Noor Ahmad Saputra, Irfan Rusdi Triatno, Yuniarto dan Lukito.
“Ada 13 saksi dijadwalkan hadir, namun yang bisa berhadir hanya lima orang,” kata JPU Abdul Salam Ntani di hadapan majelis hakim dan kuasa hukum terdakwa, seperti dikutip jejakrekam.com.
JPU mencecar para saksi atas keterkaitannya dengan terdakwa mantan Kepala Dinas ESDM Tanah Bumbu H Raden Dwidjono Putrohadi Sutopo. Bambang Budiyono yang merupakan adik kandung terdakwa, dicecar JPU soal pendirian perusahaan PT Borneo Mandiri Prima Energi yang dikendalikan terdakwa.
Begitu juga, Irfan Rusdi anak kandung terdakwa mengaku hanya sebagai direktur pada perusahaan secara di atas kertas. Namun, dalam operasionalnya, dirinya mengatakan tak terlibat langsung dalam pengelolaannya.
Di awal persidangan, Ketua Majelis Hakim Yusriansyah sempat mempertanyakan saksi yang tidak hadir. Hal ini menindaklanjuti permintaan tim kuasa hukum terdakwa untuk dibuka JPU.
Salah satu yang disampaikan JPU adalah mantan Bupati Tanah Bumbu Mardani H Maming, yang mangkir untuk ketiga kalinya. Mardani disebutkan berhalangan hadir, karena harus menghadiri audiensi pengurus Himpunan Pengusaha Muda Indonesia (Hipmi) se-Indonesia dengan Presiden Joko Widodo (Jokowi) di Istana Negara di Jakarta, pada hari yang sama.
JPU juga menyampaikan ke majelis hakim terkait kemungkinan keterangan Mardani H Maming pada berita acara pemeriksaan saksi dapat dibacakan di muka persidangan.
Namun, majelis hakim menyergah. Majelis berpendapat tetap berkeinginan JPU dapat menghadirkan saksi baik secara langsung ataupun video conference.
Hal senada juga disampaikan tim penasihat hukum terdakwa Lucky Omega Hassan. Dia ingin agar Mardani H Maming selaku mantan Bupati Tanah Bumbu dihadirkan di persidangan kliennya.
“Saudara saksi Mardani H Maming harus memberikan keterangan sebagai saksi di persidangan karena merupakan saksi fakta,” kata Lucky. “Kami menolak video conference, dia harus hadir sama dengan saksi fakta lainnya,” kata Lucky lagi.
Dalam perkara ini, terdakwa Raden Dwijono didakwa menerima suap yang disamarkan dalam bentuk utang dari mantan Dirut PT PCN alm Henry Soetio terkait pengalihan izin usaha pertambangan (IUP).
Dia didakwa Pasal 12 huruf a jo Pasal 18 Undang-Undang (UU) Nomor 31 Tahun 1999 Tentang Pemberantasan Tindak Pidana Korupsi sebagaimana telah diubah dan ditambah dengan UU Nomor 20 Tahun 2001 tentang Perubahan atas UU Nomor 31 Tahun 1999 tentang Pemberantasan Tindak Pidana Korupsi. rds/jjr