SIDANG kasus OTT KPK di Kabupaten HSU dengan terdakwa mantan Plt Kadis PUPR Maliki yang digelar secara daring, Rabu (13/4).
BANJARMASIN – Mantan Plt Kadis PUPR Kabupaten Hulu Sungai Utara (HSU) Maliki yang menjadi terdakwa kasus dugaan gratifikasi, divonis selama enam tahun penjara, dalam sidang di Pengadilan Tipikor Banjarmasin dengan agenda pembacaan putusan, Rabu (13/4).
Selain itu, majelis hakim yang dipimpin Jamser Simanjuntak SH MH, juga menolak Justice Collaborator (JC) dan penghapusan uang pengganti yang diajukan terdakwa.
Dalam putusannya, majelis hakim menyatakan terdakwa Maliki turut menikmati hasil suap fee proyek di Kabupaten HSU. Selain menjatuhkan pidana berupa kurungan penjara selama enam tahun, terdakwa juga dihukum membayar denda sebesar Rp 250 juta atau subsider tiga bulan kurungan, serta membayar uang pengganti sebesar Rp 195 juta dengan ketentuan apabila tidak dibayar, maka diganti kurungan selama satu tahun dan enam bulan.
Terdakwa Maliki dinyatakan terbukti bersalah sebagaimana Pasal 12 huruf a No 31 Tahun 1999 jo Pasal 55 jo Pasal 64 tentang Pemberantasan Tindak Pidana Korupsi, seperti tuntutan JPU.
Sebelumnya, JPU mengabulkan pengajuan JC terdakwa Maliki melalui penasihat hukumnya Mahyuddin SH MH, karena sudah memenuhi kriteria edaran Mahkamah Agung RI. Justice Collaborator sendiri adalah pelaku kejahatan yang bekerja sama dalam memberikan keterangan dan bantuan bagi penegak hukum.
“Semua kriteria dari edaran Mahkamah Agung RI sebagai syarat JC, sudah dipenuhi Maliki. Apalagi selama proses persidangan, terdakwa Maliki sangat kooperatif, makanya JC nya dikabulkan pimpinan kita,” kata JPU Tito Jailani saat agenda pembelaan yang dilanjutkan replik dan duplik, Rabu (6/4).
Dalam pembelaannya, terdakwa Maliki hanya meminta keringanan hukuman dan meminta uang pengganti sebesar Rp 195 juta dihapuskan.
Diberitakan sebelumnya, Maliki yang menjadi terdakwa dalam kasus OTT KPK, dituntut empat tahun penjara. JPU Tito Jailani berkesimpulan, dalam fakta hukum yang terungkap selama proses persidangan, terdakwa Maliki dianggap turut serta membantu terjadinya tindak pidana gratifikasi terkait fee proyek.
Dalam tuntutannya, JPU Tito Jailani menyatakan kalau terdakwa Maliki terbukti secara sah dan meyakinkan bersalah sebagaimana Pasal 12 huruf a No 31 tahun 1999 jo Pasal 55 jo Pasal 64 tentang Pemberantasan Tindak Pidana Korupsi.
Selain menuntut dengan hukuman empat tahun penjara, JPU juga menuntut terdakwa Maliki membayar denda sebesar Rp 250 juta atau subsider enam bulan kurungan, serta membayar uang pengganti (UP) sebesar Rp 195 juta dengan ketentuan apabila tidak membayar, maka diganti penjara selama tiga tahun.
Diketahui, terdakwa Maliki didakwa telah menerima uang dari Direktur CV Hanamas Marhaini sebesar Rp 300 juta, dan Direktur CV Kalpataru Fahriadi sebesar Rp 240 juta.
Pemberian tersebut terkait adanya dua proyek sumber daya air, agar kedua perusahaan tersebut dapat mengerjakannya. Pembayarannya sendiri dilakukan secara bertahap, dan sudah diatur dalam komitmen fee antara kedua pemborong tersebut, untuk mendapatkan pekerjaan atas persetujuan Bupati HSU Abdul Wahid.
Fee yang disepakati adalah 15 persen dari pagu anggaran, yang diperuntukan untuk bupati dan sebagian dinikmati terdakwa sendiri.
Kedua pimpinan perusahaan yang disidang secara terpisah, terpaksa menyetujui pemberian fee ini agar memperoleh pekerjaan.
Proyek yang dikerjakan di tahun 2021 tersebut, di antaranya pekerjaan rehabilitasi jaringan irigasi daerah irigasi rawa (DIR) Kayakah, Desa Kayakah, Kecamatan Amuntai Selatan, dengan nilai pagu Rp 2 M yang dikerjakan CV Hanamas. Sementara CV Kalpataru ditunjuk sebagai pemenang pekerjaan DIR di Banjang dengan nilai pekerjaan sebesar Rp 1.555.503.400. ris