JAKARTA – Gerakan Masyarakat Awasi Kartel (Germak) meminta pemerintah menegur keras industri minyak goreng sawit (MGS) yang belum memproduksi dan menyalurkan minyak goreng (migor) curah bersubsidi.
“Pemerintah harus segera memberikan teguran keras dan sanksi yang tegas terhadap industri minyak goreng sawit yang belum berproduksi dan lamban memenuhi kuota produksi. Jika perlu nama-nama perusahaan tersebut diumumkan ke publik,” kata Direktur Lingkar Madani Indonesia (Lima) Ray Rangkuti, yang tergabung dalam Germak, dikutip dari Antara.
Ray bersama Koalisi Masyarakat Sipil mengajak masyarakat luas untuk ikut serta dalam pengawasan bersama dengan memantau potensi penyelewengan baik dengan modus kemas ulang atau permainan harga kepada konsumen.
Ia memaparkan selama periode pemantauan Germak bersama tim investigasi dan laporan masyarakat pada minggu pertama April 2020 atas produksi dan distribusi Minyak Goreng Sawit (MGS) curah subsidi, menemukan adanya peningkatan perusahaan produsen MGS curah subsidi yang terlibat yakni dari 72 menjadi 75 industri yang berkontrak dengan BPDPKS (Badan Pengelola Dana Perkebunan Kelapa Sawit).
Ketentuan Peraturan Menteri Perindustrian (Permenperin) Nomor 8 Tahun 2022 tentang Penyediaan Minyak Goreng Curah untuk Kebutuhan Masyarakat, Usaha Mikro, dan Usaha Kecil dalam Kerangka Pembiayaan oleh Badan Pengelola Dana Perkebunan Kelapa Sawit (BPDPKS), menyatakan 75 Industri MGS itu wajib memproduksi dan mendistribusikan MGS curah bersubsidi kepada masyarakat, usaha mikro dan usaha kecil.
Kememperin menyebutkan bahwa hingga 8 April 2022 tercatat baru 55 dan total 75 industri MGS yang berkontrak yang telah berproduksi (73,3 persen). Di sisi yang lain, dari ke-55 Industri yang telah memulai produksi baru sebagian saja yang mencapai target sesuai ketentuan kontrak yang ada.
Menurut Ray, hasil pemantauan Germak di beberapa daerah pada tingkatan pabrik menunjukkan terdapat 11 industri pemilik pabrik MGS yang belum menyalurkan sama sekali minyak goreng curah subsidi.
Sebelumnya, Direktur Jenderal Industri Agro Kementerian Perindustrian (Kemenperin) Putu Juli Ardika menjelaskan, Badan Pengelola Dana Perkebunan Kelapa Sawit (BPDPKS) telah menetapkan besaran Harga Acuan Keekonomian (HAK) Minyak Goreng Curah untuk periode April. HAK minyak goreng curah di April ini tidak berbeda dengan periode Maret.
Untuk periode 16-31 Maret 2022, HAK Minyak Goreng Curah sebesar Rp 21.034 per kilogram atau Rp 18.930 per liter. Penetapan tersebut berdasarkan Keputusan Direktur Utama BPDPKS Nomor 147 Tahun 2022.
Sementara itu, besaran HAK Minyak Goreng Curah periode periode 1-30 April 2022 tetap sama yaitu Rp 21.034 per kg atau Rp 18.930 per liter. HAK ini ditetapkan berdasarkan Keputusan Direktur Utama BPDPKS Nomor 149 Tahun 2022.
“Jadi, HAK itu digunakan sebagai referensi pembayaran subsidi. Besaran subsidi dibayarkan adalah selisih HAK dikurangi Harga Eceran Tertinggi (HET). Selisih tersebut adalah angka yang akan dibayarkan oleh BPDPKS,” jelas Putu dalam keterangan tertulis.
Industri yang telah memproduksi dan mendistribusikan produk Minyak Goreng Curah dapat mengajukan klaim pembayaran Subsidi kepada Badan Pengelola Dana Perkebunan Kelapa Sawit (BPDPKS).
“Pengajuan klaim ini dilakukan berdasarkan rekapitulasi data yang masuk pada SIMIRAH untuk kemudian diverifikasi oleh Kemenperin berdasarkan bukti klaim yang telah diverifikasi,” terang Putu.
Ketentuan harga penyerahan Minyak Goreng Sawit (MGS) curah di lini distribusi sebagaimana tercantum dalam Perdirjen Industri Agro No 1 Tahun 2022, yaitu harga jual pengecer ke konsumen maksimal Rp 15.500 per kilogram atau 14.000 per liter. Untuk harga jual distributor ke pengecer maksimal Rp 14.389 per kilogram, dan harga jual pabrik ke distributor maksimal Rp 13.333 per kilogram. lp6/mb06